IP-33

852 23 1
                                    

Bangun dengan kepala pusing, Rania pun memijat pelanggan pelipisnya dengan harapan rasa pusing itu bisa sembuh. Namun, ketika matanya terbuka dengan lebar betapa terkejutnya dia melihat sosok pria yang sudah tidur di sampingnya dengan menghadap Rania. Mata Rania melebar sempurna, bahkan dia sampai mencubit lengannya yang terasa sakit dengan apa yang dia lihat.

"Mas Abri!!" teriak Rania.

Abrisam yang mendengar hal itu langsung membuka matanya perlahan dan meraba tangan Rania yang ternyata sudah bangun di depannya. "Rana kamu sudah bangun."

"Mas dari mana aja!! Dari kemarin aku nyariin Mas nggak ada. Terus tiba-tiba sekarang Mas udah ada di kamar begini!!"

Abrisam menarik tangan Rania untuk mendekat, memeluk wanita itu dengan lembut. "Maaf ya, kemarin aku udah bikin kamu khawatir."

"Ya, tapi jangan begitu dong Mas. Kamu tau nggak sih, kemarin udah hampir nangis aku nyariin kamu. Keliling hotel, sampai berpikir ninggalin aku di sini sendirian." adu Rania.

Abrisam tersenyum, dia pun mengeratkan pelukannya pada tubuh Rania. Sesekali meminta maaf atas sikapnya yang ceroboh. Abrisam hanya ingin membeli minuman di luar hotel, dan dia juga tidak sendiri dia bersama dengan salah satu anak yang mengangkat Abrisam keluar hotel. Tapi setelah itu Abrisam tidak bisa kembali, dia lupa nama hotel yang ditempati. Abrisam menunggu di tempat minuman itu hingga malam, bahkan hingga tutup. Untung saja supir yang dia bawa tahu dan melihat Abrisam, lalu mengantar pria itu kembali ke kamar hotelnya dengan membuat dua minuman yang dia beli.

Rania menatap dua cup minuman itu dengan cemberut. Menjauhkan dirinya pada Abrisam dan mengusap air matanya yang nyaris menetes. "Kamu kan bisa Mas bilang dulu ke aku, atau minta aku temenin beli. Kenapa harus sendiri sih, kalau terjadi sesuatu sama kamu gimana Mas!!"

"Sekhawatir itu kamu sama aku Ran?" tanya Abrisam tiba-tiba.

Dia cukup terharu dengan ucapan Rania yang begitu khawatir ketika Abrisam pergi dan tak kembali. Dulu, dia juga pernah diposisi seperti ini. Dikhawatirkan ketika dirinya tak ada kabar. Tapi setelah kecelakaan, tak ada satu orang pun yang khawatir ketika Abrisam pergi kecuali keluarga. Apalagi dulu Abrisam juga tidak bisa menerima keadaannya ketika dokter mengatakan jika dirinya buta permanen.

"Kamu bahkan bisa menikmati hidupmu tanpa aku, Ran." katanya kembali.

Rania mengusap air matanya secara kasar. "Mas kayak apapun aku juga bakalan khawatir kalau kamu tiba-tiba kamu pergi tanpa pamit sama aku, kamu itu suami aku kalau kamu lupa. Mungkin aku bisa pulang ke rumah sendiri tanpa kamu. Tapi kamu pernah berpikir nggak sih, kalau aku begini karena apa? Cuma nggak mau kehilangan kamu aja Mas, takut rasanya tiba-tiba pergi begitu aja. Bahkan kalau sampai hari ini kamu nggak pulang, aku juga gak akan pulang ke rumah."

Abrisam menelan salivanya dengan kasar. "Ran ... kita menikah karena perjodohan. Aku belum tahu bagaimana wajah kamu, bagaimana dirimu saat ini. Tapi kamu bahkan tau kekuarangan aku. Aku juga belum bisa mencintaimu sepenuhnya. Apa kamu masih akan mengkhawatirkan ku seperti saat ini nantinya? Kamu bahkan bisa meminta cerai dariku, karena aku bukanlah pria sempurna seperti yang kamu inginkan."

Mata Rania mendelik sempurna, tangannya reflek memukul perut Abrisam dan membuat pria itu mengaduh kesakitan. "Enak aja minta cerai. Kalau menikah tujuanmu untuk cerai, balikin keperawananku Mas!!"

"Kok dibalikin? Memangnya bisa?"

"Bisa nggak bisa balikin dulu, baru cerai!!"

"Kalau nggak bisa?" tanya Abrisam heran.

"Ya berarti nggak bisa cerai. Kalau mau cerai dari aku balikin dulu pokoknya."

Dan entah kenapa hal itu malah membuat Abrisam tertawa kecil. Mau dipikir sekeras apapun, yang namanya keperawanan juga tidak akan bisa dikembalikan. Kecuali, jika memang Rania benar-benar tidak mau berpisah dengan Abrisam.

Istri Pengganti ( TAMAT DI INNOVEL)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang