Saya Renjana

160 32 4
                                    

Rajendra menghentikan angkot yang melintas di hadapannya, si kembar. Rajendra dan Renjana diutus Bunda untuk belanja ke pasar tradisional, keduanya tidak bisa menolak karena mereka tahu Bunda pasti marah soal kejadian kemarin. Apalagi adik bungsu mereka terserang demam hari ini.

Dalam hati Renjana menyesal menyetujui permintaan kedua adiknya untuk membeli cemilan, makanan yang mereka pesan berupa boba dan es krim, makanan-makanan yang di larang keras oleh Bunda es krim tidak apa asal jangan kebanyakan tapi Boba? Bunda tidak pernah mengizinkan mereka membeli atau mengonsumsi bobo tersebut.

Lulut bukan hanya demam tapi juga flu dan batuk, dia terlalu banyak memakan es krim kemarin.

Hawa panas menyerang tengkuk Renjana ini kali pernah Ia naik angkot, bau-bau keringat bercampur setela jeruk yang menggantung tepat di atas kepala membuat penderitanya semakin sempurna.

Di sebrang, tepat di detak pintu keluar masuk angkot Rajendra terlihat sama sekali tidak terganggu dia terlihat seperti sudah terbiasa berdesak-desakan dengan manusia-manusia lain.

"Gue heran deh sama orang yang lagi ulang tahun, disuruh tiup lilin eh malah tiup apinya."

"Bandung panas! Jangan sape Lo gue bakar di jalan."

Rajendra nyengir saat kakaknya itu menatapnya dengan tatapan tidak habis pikir, kadang omongan Rajendra emang suka nyeleneh' mepet aneh.

Untuk introvert seperti Renjana berbaur di tempat ramai seperti ini membuat energinya seperti disedot si jadu itu lho alien yang warna biru.

Ia mengekori Rajendra yang sedang melihat list belanjaan yang di tuliskan Bunda di secarik kertas,"telur ayam haram nggak sih?"

"Ya nggak lah kenapa bisa haram."

"Soalnya hasil hubungan di luar nikah antara ayam jantan dan ayam betina, Lo pernah liat ayam nikah? Nggak kan,berarti telor ini haram."

"Bodo amat Rajendra!"

Rajendra cengengesan sambil memasukan dua kilo telor ayam ke dalam kantung belanjaan yang ia bawa, tinggal membeli sayuran, bahan makanan wajib yang harus ada di rumah. Tanpa ia sadari kembarannya tidak ada di sampingnya saat ini.

•••••

Renjana mengarahkan lensa kamera kepada penjual cilor, membidik dengan perlahan lalu menghasilkan gambar yang memuaskan. Cowok itu terus berjalan menelusuri pasar, Ia tidak terlalu suka keramaian sebenarnya namun kadang kala saat ia membawa kameranya Renjana memiliki dunia sendiri.

Sampai di sebuah toko bunga Ia membidik beberapa bunga yang terpanjang di sana, terlihat seorang perempuan keluar dari toko bunga itu tanpa sengaja ia mengarahkan kameranya pada senyum merekah yang membawa beberapa bunga dari sana.

Langkah nya semakin jauh, Renjana tidak tahu saja Rajendra sedang panik mencari kembarannya.

"Punya kembaran satu bikin repot aja! Ya Allah kalo Abang gue diculik gimana?"ucapnya dengan panik.

Saat Rajendra mengedarkan pandangannya ke sudut pasar ada seseorang yang menyapa,"kamu yang waktu itu beli semua kue nenek?"

Rajenda menggaruk tengkuk nya canggung,"Heheh iya Nek, nenek apa kabar?"

"Alhamdullilah baik, ini kamu udah belanja?"

"Iya disuruh Bunda."

Keduanya larut dalam obrolan ringan, sang nenek memuji Rajendra anak yang baik dan rajin mau di suruh belanja ke pasar apalagi dia lelaki, di lingkungan tempat tinggal si nenek biasanya anak lelaki pada gengsi untuk ke pasar jangankan ke pasar di suruh beli garam ke warung saja ada aja alasannya.

Rajendra sedikit menyipitkan mata saat segerombolan orang mengejar dua anak manusia di depan mereka, kedua alis nya bertaut saat tahu siapa yang mereka kejar.

"Abang."

"Sita."

Rajendra dan si nenek saling pandang, kedua orang itu terus berlari tanpa Rajendra tahu kesalahan apa yang Abang nya buat sampai harus di kejar masa seperti itu.

"Eh saya mau di bawa kemana?!"

Satu kata yang menggambarkan pemuda yang menarik paksanya ini; Tampan. Rahang tegas, hidung mancung, dan mata indah yang membuat siapa saja akan terpesona saat bertatap langsung dengan mata itu.

Narwasita menggelengkan kepala. gila saja masa dia terpesona dengan Cowok yang sangat tidak sopan menarik tangannya ini. Jalan buntu, jantungnya berdetak tidak karuan saat pemuda itu merapatkan diri dengan tubuhnya.

"Heh mau ngapain?!"

"Stttt diem nanti mereka denger."

telunjuk Renjana hinggap di bibir dingin Narwasita membuat si gadis menahan nafas lalu menghembuskannya perlahan.

"Denger Nggak denger juga, kita udah ke kepung kali." Narwasita merotasikan matanya jengah. Bunga-bunga di tangannya rusak bukannya dapet uang ia malah rugi pasti setelah ini Narwasita akan disuruh ganti rugi.

Saat orang-orang itu mulai mendekat seorang anak laki-laki mungil berwajah imut berbicara dengan mereka, langkahnya mengarah kepada Narwasita dan juga cowok yang tidak tahu siapa namanya ini.

"Ya Allah bang! Lo kenapa lari anjir?! Liat ini cuma salah paham. Untung ibu nya inget muka si copet, kalo kagak? Lo yang di laporin." Setelah mengembalikan tas yang ada di tangan Renjana, Rajendran kembali dengan wajah tidak habis pikir.

"Tadi kan gue reflek lari, takut."

"Jadi dia copet beneran atau copet gadungan?"

Kedua kakak beradik itu kompak menatap Narwasita, mereka lupa ada orang lain disini terlebih lagi Renjana Ia tidak tahu apa yang ia pikirkan tadi tiba-tiba saja tangannya menarik perempuan yang akan ia tabrak untuk ikut lari bersama.

"Hapunteun nya teh."

"lho kok kamu yang minta maaf bukan nya dia yang salah." Narwasita mengarahkan langsung telunjuk nya pada wajah Renjana.

Rajendra meringis mendengar respon dengan nada sarkas dan dingin itu, ia menatap Renjana yang tidak ada niatan untuk angkat bicara, dia malah melihat Kamera tergantung di leher, takut ada kerusakan.

"Saya minta ganti rugi, bunga-bunga yang saya akan jual rusak."

"Berapa?" Sama dingin nya, sekarang Rajendra seakan berada di tengah-tengah kutub Utara dan kutub selatan dingin cuk!

"Lima ratus ribu." Narwasita tersenyum dalam hati lumayan buat makan dua Minggu.

"Nih udah kan?" Renjana menyerahkan uang lima ratus ribu ke pada perempuan yang ia tadi tarik tiba-tiba.

Sombong banget! Untung banyak duit.

"Ngomong-ngomong siapa namanya?"

"Saya Renjana."

.
.
.
.
.
tbc

4. 11.2O22


Republish: 10 Januari 2O23

Photograph✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang