Untuk kesekian kalinya

110 28 6
                                    

“Gimana keadaan adek bang? Ini salah gue seharusnya gue lebih hati-hati.”

“Jangan khawatir, Lulut nggak kenapa-kenapa dia pasti baik-baik saja.”

Permainan masih baik-baik saja saat Lulut dan Rajendra main pistol air yang sengaja mereka bawa dari rumah. Keduanya larut dalam permainan sampai Lulut tidak sengaja tertawa kencang, kepalanya membentur sisi kolam renang. Itu salah Rajendra andai Ia tidak mengajak Lulut bermain pistol air, kejadian ini tidak pernah terjadi.

"Gimana keadaan adek om?"

Bukannya mendapatkan jawaban Rajendra malah mendapatkan lirikan tajam dari dokter tersebut, Patra mengeratkan gigi menahan emosi,“kalian sebagai kakak lalai menjaga keponakan saya, saya sudah memberitahu Sakuntala bahwa Lulut masuk rumah sakit.”

Si kembar mematung mendengar pernyataan Patra barusan, Patra meninggalkan Rajendra dan Renjana dalam keadaan kacau, bagaimana nasib mereka setelah ini? Tepatnya nasib Rajendra.

•••••

“Benturan di kepala Lulut tidak terlalu parah, hanya memerlukan lima jahitan,”jelas Patra di depan adik dan adik iparnya.

Sakuntala masih menangis di pelukan Andromeda, ibu mana yang baik-baik saja mendengar anaknya masuk rumah sakit?

“Tapi lambungnya,”

Patra ragu untuk melanjutkan apalagi melihat Sakuntala masih sesegukan. Andromeda menatap penuh tanya kepada Patra dia tidak mau ada yang di sembunyikan tentang keadaan anaknya.

"Ada apa dengan lambungnya Patra?" tanya Andromeda dengan hati-hati.

Patra melirik sekilas Sakuntala yang mulai tenang lalu melanjutkan penjelasannya."Lulut sepertinya telat makan, dia terlalu banyak mengkonsumsi makanan pedas. Menyebabkan perut bagian bawahnya sakit, tadi Lulut sempat bangun, muntah. Tapi tidak mengeluarkan apa-apa.”

Sesuai dugaan, Sakuntala kembali menangis, itu alasan kenapa Sakuntala selalu mewanti-wanti anak- anaknya makan tepat waktu ia sampai membuatkan Renjana dan Lulut bekal ke sekolah ia tidak mau hal ini terjadi.

"Tapi anak ku nggak papa kan kak? Aku takut."

Patra tersenyum mengelus rambut adiknya,“tidak papa Lulut akan baik-baik saja, tapi kamu harus sabar, karena nanti jika Lulut makan lidahnya akan terasa pahit kemungkinan makanan yang dia makan akan termuntahkan kembali, tapi dia harus tetap makan untuk minum obat.”

•••••

"Adek bangun, kakak minta maaf. Seharusnya tadi kita main ular tangga saja, jangan berenang."

Cowok itu nekad masuk ke ruang rawat untuk melihat keadaan Lulut, selagi Renjana sedang membeli makanan ke kantin. Ia tidak tutup mata atas perlakuan Lulut kepadanya, anak itu sering kali menghina Rajendra bodoh, tidak berguna dan kata-kata menyakitkan lainya.

Bukan berarti Rajendra ingin Lulut celaka seperti ini, tidak ada niatan sama sekali untuk menyelakai adiknya sendiri,“maaf maafkan kakak, aku memang nggak berguna, kamu berhak benci sama kakak, dek.” kecupan hangat cowok itu labuhkan pada punggung tangan dingin Lulut.

Sebelumnya baik-baik saja, adiknya masih terbaring damai tidak ada tanda-tanda ingin sadarkan diri sampai tiba-tiba Lulut mengalami kejang.

“RAJENDRA! KAMU APAKAN ANAK SAYA.”

“Kalian semua keluar, saya akan memeriksa Lulut.” Pintu di tutup menyisakan suasana mencengkeram diantar ayah ibu dan anak ini.

Kaos yang Rajendra pakai ditarik kasar oleh Andromeda tubuh mungil Rajendra terbanting ke lantai,“kamu apakan Lulut!Rajendra." Andromeda tidak peduli dengan tatapan kasihan orang-orang yang menyaksikan Ia memukul darah dagingnya sendiri, tiga kali pukulan tidak membuat anak itu buka suara, Rajendra tetap bungkam,“siapa yang mengizinkan kamu mengajak Lulut ke puncak?! SIAPA!"

“Jendra hanya ingin jalan-jalan bareng saudara-saudara  Jendra sendiri, apa itu salah? Selama ini, setiap liburan keluarga Jendra nggak pernah di ajak.” Rajendra tidak bisa menahannya lagi,“Ayah...Jendra hanya ingin punya kenangan yang banyak bareng Renjana dan Lulut.”

"Kurang ajar! Saya bertanya siapa yang mengajak Lulut ke puncak?! Jelas-jelas suhu udara disana dingin!"

Satu pukulan mendarat pada kepalanya, Rajendra meringis."Lulut nggak selemah itu!"Rajendra berdiri menghadap Ayah dan Bunda,"dia bahkan bisa makan pedas! Makanan yang selama ini Bunda larang! Apa Bunda sadar larangan-larangan yang Bunda terapkan itu membuat Adek dan Abang terlihat lemah. Padahal mereka bisa menjadi kuat dari apa yang Bunda kira."

Plak!

Plak!

"Lancang! Sangat lancang!" Sakuntala menampar kedua pipi Rajendra."Kamu saya lahirkan bukan untuk menjadi pembangkang! Saya tahu apa yang terbaik untuk anak-anak saya!" kemudian pintu ruangan terbuka Patra menarik adiknya dari hadapan Rajendra.

Belum puas, Rajendra kembali bersuara,“lantas aku ini apa Bunda? Kenapa aku selalu di perlakukan berbeda! Aku juga anak Bunda dan Ayah. Aku kembaran Renjana, tapi kenapa yang selalu di buatkan bekal setiap hari cuma Lulut dan Renjana!"Rajendra tertawa miris." Bunda tahu? Setiap hari perut aku perih nahan lapar. Tapi Bunda nggak pernah peduli."

"Yang sopan kamu dengan orang tua Rajendra! Orang yang kamu bentak ini adalah orang yang mati-matian mengandung dan melahirkan kamu."

Patra tidak terima adiknya di bentak-bentak seperti itu, seumur hidup Patra tidak pernah berani membentak Sakuntala sedikit pun.

Tidak ada yang memihak Rajendra Sajora disini, Ia sendiri. Bahkan orang sama-sama sejak dalam kandungan pun memilih bersembunyi di balik tembok daripada menghampiri dan membatunya.

Pukulan bertubi-tubi itu kembali Rajendra dapatkan bukan cuma dari Ayah tapi juga dari Patra. Tidak mau Citranya sebagai dokter hancur karena memukul anak di bawah umur. Patra dan Andromeda menyeret Rajendra ke gudang rumah sakit. Disana mereka berdua bebas untuk memukul Rajendra sepuasnya.






tbc

12. 11. 2O22

Republish: 14 Januari 2O23


Terimakasih ya sudah membaca cerita KND sampai sekarang, semoga kalian terus di berikan kebahagiaan oleh tuhan.

Photograph✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang