Pelukku untuk Pelikmu

126 18 0
                                    


1807 kata baca perlahan dan pahami

•••••

7 Tahun kemudian


Libur semester kali ini Lulut habiskan berjalan-jalan di pantai, beban di pundaknya sedikit berkurang setelah menyelesaikan semua ujian, kadang Ia sangat ingin menyerah dan kabur dari Dunia jika saja Lulut tidak mempunyai janji kepada seseorang. Pasir yang Ia injak masuk ke dalam sendal, Lulut berjongkok untuk mengeluarkan pasti itu, tahun demi tahun terlewati dengan cukup baik dia tumbuh menjadi lelaki yang tampan juga mempesona di kampus; banyak di sukai orang sama seperti dulu.

Dua hal di atas tidak cukup hanya untuk bertahan hidup bukan, ada luka yang mati-matian Lulut tahan, dada-nya sesak punggungnya tertikam. Semua ujian kuliah serta lelahnya organisasi membuat perasaannya sensitif hari ini, padahal niatnya ingin menenangkan diri dari bisingnya Dunia.

Parangtritis selalu indah untuk di jumpai, orang waras mana yang pergi ke pantai jam 4 subuh? Cuma Lulut. Ia mengendari sepeda motornya kurang dari tiga jam untuk sampai ke sini. Baju tebal yang digunakannya Ia buka, angin seraya dinginnya air laut mengalir menjadi satu.

Perlahan kornea matanya bisa merasakan cahaya masuk, sinar matahari pagi menerobos masuk ke dalam sel-sel tulangnya. Lulut tersenyum menyambut kedatang sang Surya, Ia mengambil air laut itu lalu membasuhkan-nya ke wajah.

"lo pagi-pagi pergi ke mana bocah Lanang!"

Temanya Samudra berteriak tepat di gendang telinga, Lulut menjauhkan sedikit ponselnya, jikalau tidak niscaya telinganya akan memerah seharian.

"Gue udah bilang Samudra! Cuma lo gak nyaut."

"Gimana mau nyaut gue masih tidur."

Samudra menyesap kopi hitamnya sedikit demi sedikit, lelaki berdarah Medan itu masih mengenakan baju tidur belum ada niatan ingin mandi padahal sudah ada janji siang ini. Lulut sering kali meledeknya karena tidur menggunakan Style seperti ini. Samudra tidak tahu saja, Lulut Hiranya dulu memiliki banyak koleksi baju tidur hanya sesudah masuk kuliah dia lebih suka tidur menggunakan kaos dan training.

"Gue ke Parangtritis."

"Jauh banget Ulina."

Ulin ( main )

Kelamaan berteman dengan Lulut Samudra tahu sedikit tentang bahasa Sunda. Sebenarnya dia tidak kedengaran seperti orang Medan, sewaktu pertama kali bertemu dan memutuskan satu kontrakan. Lulut takut, orang Sunda kan lemah lembut, Ia dibesarkan dengan nada bicara halus sedang Samudra orang Medan yang Lulut tahu nada bicara mereka tinggi, tapi ekspetasi dan ketakutan itu sirna, Samudra malah terdengar seperti orang Sumedang.

"Sengaja, bentar lagi kan gue mau pulang, takut kangen Sama Jogja jadi main dulu ke sini. Yakalikan libur nggak pulang di gantung gue sama Bunda."

Ya walaupun sejujurnya Lulut tidak mau pulang, Ia mau sekalian pulang waktu sudah kelulusan saja, tapi mana bisa. Bunda pasti akan memarahinya seharian paling parah Ayah akan menyusul-nya ke Jogja, jangan sampai itu terjadi! Jika Iya, Samudra dan Argus pasti' akan meledeknya habis-habisan.

"Baner juga sahabatku yang Budiman, mamak mu dan mamakku pasti akan marah besar, sampai gunung Arjuna pun bergetar."

Lebay! Tapi memang seperti itu sih, yasudah! Sore nanti Lulut dan kedua temannya akan pulang. Sebelumnya Ia akan membeli oleh-oleh dengan Argus dan samudra.

"Si Argus udah bangun belum? Gue langsung otw Malioboro, kita ketemu di tukang mie ayam."

"Bentar kakanda cek dulu."

Photograph✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang