Maaf Rajendra

120 29 2
                                    

Lagi dan lagi, sepeda Rajendra ngadat, apa Ia menurut saja kepada Kenzie untuk menjual sepeda ini. Tapi ini sepeda peninggalan kakek, jangan berpikir seperti itu Rajendra! Selama bisa di perbaiki lebih baik kamu perbaiki. Sekarang pikirkan saja bagaimana Ia bisa sampai ke sekolah dengan tepat waktu,

"Mang aku titip sepeda ya, nanti aku bawa lagi waktu pulang sekolah."

Rajendra berhenti sejenak mengambil napas sebanyak-banyaknya, Cowok itu memutuskan berjalan kaki menuju sekolah, Rajendra tidak boleh mengeluh, harus tetap bersyukur.

"Kenzie! Belahan jiwa ku!"

Motor itu berhenti di hadapan Rajendra, Kenzie awal nya ingin acuh dengan keadaan orang di depa nya ini, Cowok itu berusaha biasa saja,"ada apa? Udah jam tujuh sebentar lagi masuk."

"Nah itu! Gue numpang, sepeda gue biasa pundung."

"Sorry Jen, anak-anak taekwondo mau kumpul. Harus cepet-cepet." ujar Kenzie. Memasukan handphone ke saku celana abunya. Dia tidak perduli dengan raut lesu Rajendra yang sudah penuh dengan keringat, Kenzie kembali mengstarter motornya dia tarik lalu pergi begitu saja dari hadapan Rajendra.

"OKE GOOD LUCKY BRO!"

"Aisss perut gue kok sakit gini ya? Aduh..."

Dengan langkah terseok-seok Ia berlari menuju sekolah, Rajendra mengabaikan perutnya yang semakin perih tak karuan. Untung saja waktu Rajendra sampai di gerbang sekolah tidak ada siapa-siapa disana kalo saja ada anggota OSIS atau guru piket mungkin hari ini Ia akan membersihkan toilet siswa sampai bel istirahat berbunyi.

"Kenapa perut Lo sakit?"

"Iya tadi belum sempet sarapan."

"Apa susah nya sih suka sayur! Nih makan roti!"

Bukan tanpa sebab Rajendra tidak mau sarapan, di meja makan pagi ini Bunda hanya menyediakan sayur saja bisanya selalu ada kerupuk atau kecap pagi ini tidak ada, Ia tidak bisa memakan makanan hijau itu, Bunda dan Ayah pun tidak menegurnya seperti biasa mereka acuh.

Mungkin orang tuanya masih marah soal perkataan Rajendra di rumah sakit. Ia juga merasa bersalah sudah juga meminta maaf tapi Bunda tidak merespon apa-apa beliau hanya diam.

Senyum Rajendra mengembang saat anak laki-laki dengan seragam SMP itu memasang wajah garang, namun menurutnya itu sangat menggemaskan."Makasih adek, ternyata kamu masih peduli sama kakak."

"Gue bukan peduli! Tapi gue nggak mau lo pingsan sebelum di hukum."Katanya dengan nada pongah. Anak itu melipat kedua tangan di depan dada, mengedarkan pandangan ke depan gerbang."Gue udah catat nama lo di buku hitam dan itu tandanya lo akan di hukum Rajendra."

Ah sialan! Jangan heran kenapa adiknya bisa berbuat semaunya, Ya karena Bapaknya yang punya sekolah.

Lulut lebih sering berada di lingkungan SMA daripada SMP anak itu terkenal juga disini banyak kakak kelas yang menyukainya, Lulut terkenal ramah dan murah senyum.

"Lut tunggu."

Lulut melepaskan cengkraman tangan Rajendra dengan kasar."Apa!"

"Selamat atas kemenangan kemarin. Kakak bangga banget sama kamu, semangat belajarnya. Kamu tadi berangkat bareng om Patra? Tadi ada ke rumah. Wah kakak berangkat ke pagian padahal mau nya-"

"Berisik anjing!"

BUGH!

"Sorry..." ucap nya dengan nada menyebalkan. Baron mengambil kembali bola basket yang sempat mengenai hidung mancung Rajendra, cairan merah mulai menetas dari lubang hidungnya. Baron tidak merasa bersalah sama sekali, dia berlari ke arah lapang melanjutkan permainan.

Photograph✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang