Yang dekat kembali menjauh

114 26 6
                                    

Bunda Sakuntala terus membujuk Lulut untuk membuka mulut, hatinya terluka saat melihat anak bungsunya menolak makanan yang ada di tangannya. Lulut menggigit bibir bawah kuat. Ia bahkan tidak mau melihat wajah Bundanya sama sekali. Bukan karena benci tapi karena Ia takut di marahi. Semua gara-gara Rajendra yang mengajak Lulut berlibur ke puncak.

"Lulut makan dulu ya nak? Lihat sini, Bunda nggak akan marah sama kamu."

"Ini semua salah kak Jendra..."

Sakuntala mengelus rambut Lulut, mengangguk paham. Memang semua ini salah anak sialan itu, dia sudah berani membentak Sakuntala tadi, seharusnya Ia membawa Lulut dan Renjana keluar kota, dari pada meninggalkannya dengan Rajendra di rumah.

Patra menepuk bahu adiknya,"biar aku yang bujuk, kamu ke kantin sana, jangan sampai telat makan dan sakit. Masih ada Renjana." Sakuntala beranjak dari sana membiarkan Patra mengambil alih tugasnya.

“Lulut kenapa nggak mau lihat Bunda? Bunda ada salah sama kamu. Adik om khawatir, dia pingsan tadi waktu tahu keadaan kamu seperti ini.” Patra mengaduk-aduk bubur rumah sakit yang rasanya memang tidak ada enak-enaknya sama sekali,“Ini juga kesalahan kamu, kenapa kamu mengiyakan ajakan Rajendra.” Lulut tersentak mendengar perkataan Om nya, Patra pun tersenyum miring melihat reaksi tersebut.

"Aku...aku takut nggak ada temen di rumah. Kalo kak Jana ikut ke puncak. Aku sama siapa?"

"Kamu bisa datang ke rumah om sayang, lebih baik kamu datang ke rumah sakit saja temanin om di sini. Kamu mau jadi dokter kan?"

Patra, sama saja dengan Andromeda, membebani keponakannya dengan impian keluarga. Lulut harus menjadi dokter sesuai garis keturunan keluarga Patra dan Renjana akan meneruskan bisnis keluarga Andromeda. Mereka harus di jaga sebelum waktunya tiba.

Seharusnya Sakuntala juga menjadi Dokter seperti Patra tapi adiknya malah memilih menjadi ibu rumah tangga biasa dengan begitu salah satu anak Sakuntala harus menebus itu semua.

"Om sudah bilang bukan, jangan terlalu dekat dengan anak bodoh itu. Nanti kamu ketularan bodoh, ingat dia pernah tidak naik kelas, tidak pernah masuk tiga besar. Ketahuan mencontek juga oleh Ayah kamu, dari sekarang kamu harus pintar-pintar milih orang, kamu harus tahu orang itu berguna untuk kamu atau tidak."

Dari kecil Lulut selalu mendengar ucapan Patra, dia yang memberi tahu Lulut bahwa Rajendra tidak pernah suka dengannya. Om Patra bilang, Rajendra ingin menjadi anak bungsu di keluarga, dia tidak mau memiliki adik dan saat Lulut lahir Rajendra merasa tersaingi. Lulut pikir itu tidak benar, namun saat sekolah dasar Ia pernah di dorong ke kolam ikan oleh Rajendra, dari sana Ia yakin Rajendra membenci kelahirannya.

"Kamu nggak ada kepikiran untuk berteman dengan Jendra kan?"

Lulut tegang di tempat ia memainkan selang infus di tangan, merasa terpojok sekarang.

Kadang sikap yang di perlihatkan Rajendra membuat Ia bimbang, Rajendra kakak yang baik selama ini, dia selalu mengajak Lulut bersepeda keliling komplek saat Ia jenuh dengan semua les yang Bunda jadwalkan. Tapi Lulut selalu menolak dengan nada sinis, tapI Rajendra tidak pernah kapok.

Keesokan harinya dia akan mengajak Lulut futsal di GOR dekat komplek perumahan, tapi Lulut kembali menolak dengan cara mengadu kepada Bunda. Setelahnya Rajendra akan di marahi dan di maki-maki dengan kata-kata kasar.

Dan setelah semua penolakan itu Rajendra masih mau membela Lulut di depan Ayah, dia rela mendapatkan hukuman yang seharusnya Lulut yang mendapatkannya.

"Yang terlihat baik belum tentu baik Lulut,"seakan bisa memahami isi pikiran keponakannya. Patra bangkit, duduk di sisi ranjang persakitan,"dengarkan om, jangan tertipu dengan semua sikap baik Rajendra, kamu nggak tahu niat dia sebenarnya apa. Ingat dulu waktu kalian masih kecil? Dia pernah jahat sama kamu. Tidak menutup kemungkinan jika saat ini dia akan berusaha lebih jahat lagi, dia iri liat kamu di sayang Bunda dan Ayah, kamu itu kesayangan kami." Lulut mengangguk, membuat senyum Patra merekah;menang.“Jangan pernah memberi ruang untuk orang yang dapat menghancurkan kehidupan kamu nak."

"Iya Om, Lulut nggak akan mau main sama dia lagi. Maafin Lulut."

Patra kembali berhasil memanipulasi pikiran Lulut, dia berhasil meraih lagi Lulut untuk ada di dekapannya. Jangan sampai hal ini terulang kembali, jangan sampai Lulut dekat dengan Rajendra, sesuai prediksinya. Anak itu sangat bebas, Rajendra Sajora terlalu kuat untuk Ia pengaruhi.

•••••

Bagian belakang tubuh Rajendra terasa kaku, Ia mengerjap. Mengambil sesuatu di atas dahi. Siapa yang merawatnya?

“Jangan dulu bangun.”

Naradipha membernarkan bantal di bagian belakang tubuh Rajendra, agar temennya itu nyaman untuk bersandar.

“Udah nggak panas, gimana? Kamu ngerasa pusing? Atau mual?”

"Aku nggak papa,"ujar nya berusaha menyakinkan temannya," kamu yang ngerawat aku?"

"Iya, tapi yang bawa kamu ke rumah aku itu Kenzie. Dia lagi buat bubur di dapur."

Kemarin Kenzie membawa Rajendra Naradipha dalam keadaan babak belur, Naradipha sudah dapat menebak semua ini gara-gara orang tua Rajendra, mendengar kabar dari Sadewa bahwa Lulut masuk rumah sakit saat berlibur bersama si kembar.

Kenapa selalu Rajendra yang di salah kan di keluarga itu? Parahnya dari dulu Rajendra selalu menerima perlakuan kekerasan seperti ini dari Ayahnya sendiri. Tanpa Rajendra tahu Naradipha berusaha menetralkan deru napas, Ia berusaha menahan gejolak di dada.

"Aku ke dapur dulu mau bawa bubur buat kamu."

Dengan sedikit tergesa, Naradipha meninggalkan Rajendra sendiri. Rajendra mengambil gelas air di atas nakas meminumnya hingga tandas.

Air mata Rajendra tiba-tiba luruh begitu saja, dadanya terasa sesak bukan main. Ia memukul-mukul bagian dada itu agar rasa sakitnya menghilang."Cengeng! Di pukul gitu aja nangis! Lo udah biasa menghadapi situasi seperti ini. Kenapa Lo nggak pernah terbiasa Rajendra."

Rajendra turun dari tempat tidur, tidak ingin menyusahkan Kedua temannya terlebih jauh lagi, dengan langkah terseok-seok Ia membuka pintu. Berpegang pada tembok agar tidak jatuh, lokasi dapur terasa sangat jauh saat kondisinya sedang seperti ini.

Sedikit lagi Rajendra sampai tepat di langkah terakhir menuju dapur, Ia melihat Naradipha disana, besama Baron. Posisi mereka saling menyamping, Naradipha sedang menuangkan susu kental ke dalam gelas sedangkan Baron sedang mengaduk kopi di gelas kosong. Awal nya biasa saja sampai tangan tidak sopan Baron meremas pantat Naradipha. Mata Rajendra menajam Ia buru-buru memicu langkah ke hadapan mereka.

"Tangan Lo yang sopan!"

"Jendra..."






tbc

Itu lah alasan kenapa si bungsu tidak terlalu suka dengan Rajendra, selain pernah ada cekcok di masa lalu, ternyata dia juga di hasut oleh Sangkuni eh maksudnya Patra.

Padahal mah anak aku baik ygyg

Aku tidak memberikan Visual untuk Patra dan Baron ya, terimakasih

12. 11.2O22

Republish: 15 Januari 2O23

Photograph✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang