Giante Samuel // Treanara Betana
______________________________________Siaran langsung di TV rumah malan ini menampilkan hal yang berbeda dari sebelumnya, jika biasanya reporter televisi memberitakan tentang kondisi di luar kota Rhipia, masalah ekonomi, pemberontakan hebat usai peraturan yang baru diluncurkan di beberapa tempat dan beberapa hal yang berkaitan dengan kejadian tersebut. Maka, kali ini mereka menampilkan hal lain.
Kecelakaan tadi sore di dekat pusat kota belum usai hingga malam hari. Perkara dua mobil yang saling bertabrakan dan berakhir dengan salah satu korbannya menyerang petugas kesehatan membuat orang-orang bertanya-tanya bagaimana hal itu bisa terjadi. Terlebih dengan kondisi korban yang jelas tidak memungkinkan untuk menyerang bahkan berdiri dengan keadaan penuh luka. Peristiwa janggal itu kemudian membuat banyak awak media berdatangan ke lokasi kejadian, membuat jalan utama mengalami kemacetan yang lebih panjang dari hari-hari sebelumnya.
"Bukankah itu aneh?" Pertanyaan itu keluar begitu saja dari remaja laki-laki yang baru datang dari balik dinding pemisah ruangan. Ia lalu berjalan menuju sofa di depan televisi dengan tangannya yang tak diam mengupas kulit kacang.
Mendudukkan dirinya di sofa, remaja itu menoleh ke arah Ibunya yang setia mendengarkan reporter. "Ibu? Bagaimana itu bisa terjadi?" tanyanya.
Sang Ibu hanya diam sembari mengamati keadaan yang ditampilkan di layar televisi. "Ibu tidak tahu. Kejadian kali ini sedikit aneh."
"Kejadian beberapa Minggu terakhir memang aneh." Remaja itu berkata dengan mulut yang masih mengunyah, tangannya tak diam mengupas kacang, matanya tak lepas dari toples di pangkuannya. "Tidak hanya kejadian hari ini. Orang-orang di kota lain, mereka melakukan demo besar-besaran dua Minggu lalu, dan berakhir dengan hilangnya korban jiwa. Ibu, tidak kah itu keterlaluan? Maksudku, membunuh orang termasuk tindakan ya--" tak sampai kata itu selesai di ujung lidah, kalimat panjang tersebut harus terpotong ketika suara Ibunya menyela.
"Sam, bisa tolong bantu Ibu? Hubungi Ayahmu, tanyakan di mana ia sekarang." Samuel namanya, mendengar kalimat yang tiba-tiba keluar dari mulut Ibunya, tanpa bertanya ia langsung berdiri dari duduknya. Ia berjalan mengambil ponsel yang sebelumnya ia tinggal di meja makan. Mencoba menghubungi Ayahnya beberapa kali.
"Ayah tidak mengangkat panggilanku," tukasnya. Samuel melihat ke arah ibunya yang kini sibuk dengan telepon rumah, sesekali ibunya itu melihat ke layar televisi. Sedikit bingung, ia kemudian kembali mendekat, mengamati raut wajah ibunya yang berubah menjadi cemas. "Apa terjadi sesuatu? Ayah akan pulang sebentar lagi, tenang saja, mungkin Ayah sedang di perjalanan pulang," ucapnya. Ia mencoba menenangkan, sesekali mengelus pundak dan punggung ibunya.
"Tidak, tidak, Ayahmu seharusnya sudah datang pukul enam tadi." Samuel menghela napas mendengar jawaban dari Ibunya. Benar, seharusnya memang seperti itu, Ayahnya adalah satu-satunya orang di rumah yang selalu tepat waktu. Ayahnya akan menelepon jika memang akan pulang telat. Namun, ia pun tak begitu mengerti dengan sikap Ibunya. Sedikit berlebihan, menurutnya. Meski ia mewajari rasa cemas yang dirasakan Ibunya.
Mencoba berpikir positif, Samuel kembali berkutat dengan ponselnya, mencoba mencari tahu dari peta di ponsel canggihnya, barangkali Ayahnya terjebak dalam kemacetan dan tidak bisa pulang lebih cepat. Sembari terus mencari informasi, matanya sesekali melirik layar televisi, berharap menunjukkan sedikit jalan untuk kekhawatirannya. "Aku akan mencari tahu, mungkin saja Ayah terjebak kemacetan di rute yang ia lewati atau mungkin terjadi sesuatu di rumah sakit. Ibu tidak perlu khawatir, apa perlu ku panggilkan Ana?" tawarnya.
Ibunya tak menjawab, hanya diam sembari menekan beberapa tombol nomor di telepon rumah yang kini di pangkuannya. Untuk beberapa detik ke depan, perhatian keduanya hanya tertuju pada kesibukan masing-masing. Tidak ada dari keduanya yang memperhatikan televisi meski kini benda itu menampilkan keadaan yang sedikit berbeda dari sebelumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE LAST: Walkers
RandomSetelah pembantaian satu malam, perjalanan-perjalanan berikutnya adalah pengejaran terhadap harapan yang masih abu ditampung kabut. Mereka yang bertahan adalah buronan, sedang yang diam akan berakhir sia-sia. __ Dipublikasikan mulai tanggal 18 Agust...