THE LAST: Walkers (2)

19 3 0
                                    

       Ledakan tadi malam rupanya bukan mimpi semata pula. Kilap cahaya yang disusul suara keras sebelum Samuel kehilangan kesadarannya adalah nyata. Ada tiga, atau mungkin lebih mobil di belakang mereka -- yang setelah ayah Samuel berhasil keluar dari kemacetan lalu ditangkap -- meledak entah karena apa.

Mobil-mobil itu terbakar, hampir habis menyisakan kerangkanya dalam satu malam. Lalu ketika dini hari menjelang pagi, saat Samuel membuka matanya, hanya ada asap putih di sekitar bangkai mobil tersebut.

Samuel tak ingat kejadian setelah ledakan itu, karena ia tak sadar, maka ia pun tak tahu bagaimana luka yang dia dapat di bawah matanya.

Beruntung mereka berdua, di dalam mobil masih ada alat obat-obatan yang mereka bawa dari rumah. Ada beberapa makanan instan dan beberapa botol air minum pula. Luka di wajah Samuel bisa terobati segera. Ayah mereka, Daston Dann, pernah beberapa kali mengajari dua anaknya bagaimana menangani luka memanjang.

Kini, masih di dalam mobilnya, setelah dua kakak beradik itu dirundung keheningan agak lama, yang mereka lakukan hanyalah diam begitu saja.

Sudah satu jam, dan yang mereka lakukan hanya mengamati keadaan di sekitar mereka. Terlalu takut dan ragu setelah Ana menanyakan akan ke mana tujuan mereka, keduanya berakhir dengan keputusan untuk menunggu beberapa jam ke depan. Menunggu Rhipia benar-benar pagi dan terang untuk menentukan perjalanan.

Samuel, sedari tadi pikirannya mengambang, teringat kejadian tadi malam, instingnya untuk selalu waspada mulai muncul. Sejak tadi pula ia telah berpindah duduk di kursi pengemudi, tak sedikitpun mengalihkan pandangannya dari arah depan, meski temaram di ujung jalan membatasi penglihatannya. Ia tak ingin begitu saja merasa aman di dalam mobil bersama adiknya.

Sedang Ana, tak jauh berbeda dengan apa yang Samuel lakukan, ia mengawasi jalanan penuh mobil yang jauh di belakang mereka. Tak jarang hatinya merasa tak nyaman, melihat bagaimana asap putih yang keluar dari beberapa bangkai mobil di sana. Di balik asap itu, Ana tidak tahu bagaimana nasib orang-orang yang tak bisa keluar dari rentetan tembakan yang ia dengar tadi malam. Selamat kah atau justru sebaliknya. Atau mungkin bernasib sama sepertinya, terpisah dengan orang tua atau anak dan hanya berdiam diri menunggu waktu yang tepat untuk bergerak.

Pikiran itu membuat Ana terdiam cukup lama, pandangan matanya semakin lama semakin kosong. Itu membuatnya terlihat mengkhawatirkan, belum lagi rambut panjangnya yang tergerai begitu saja, kontras dengan wajahnya yang penuh takut dan lelah.

Samuel, sebagai kakak, meski tak melihat wajah adiknya secara menyeluruh, ia tau, pikiran Ana yang gemar melanglang itu tengah membuat adiknya gelisah. Samuel mungkin belum bisa melakukan apa-apa selain mengawasi dan memberi rasa aman untuk Ana, tapi dalam hatinya, ia bertekad akan membuat kondisi lebih baik dari saat ini. Entah dengan cara apapun, ia dan adiknya harus bertemu orangtuanya.

Di tengah-tengah keheningan mereka, sekonyong-konyong dentuman keras menghantam gendang telinga, bayangan api sebesar rumah memaksa mata terbuka. Samuel dan Ana dikejutkan dengan meledaknya dua mobil yang berada di belakang mereka.

Mobil itu merupakan salah satu mobil yang terjebak dalam kemacetan malam tadi. Meski demikian, jarak mobil milik orang tua Samuel dan mobil yang meledak itu masih terbilang cukup jauh, Daston Dann berhasil membawa dua anaknya menjauh dari kemacetan, hal itu ada baiknya untuk Sam dan Ana saat ini.

Di tempatnya, Ana merasa terkejut bukan main. Tubuhnya langsung saja menegang, tangannya otomatis meraih handle pintu mobil di sampingnya, bersiap keluar jika sesuatu membahayakan diri dan kakaknya. Bersamaan dengan itu, Samuel dari kursi depan langsung mendekatkan diri dengan adiknya. Ia pun merasakan hal yang sama, dua tangannya menggenggam erat. Satu pada tas besar dan satunya pada pergelangan adiknya.

THE LAST: WalkersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang