Sesak, dingin dan gelap. Ketika Samuel didorong paksa memasuki box besar itu, ia sudah bersiap untuk merasakan hal yang lebih buruk dari yang ia rasakan sekarang. Maka dari itu, ketika sudah hampir tiga puluh lima menit ia dan Ana berada di dalam box itu, Samuel masih mampu mengontrol tekanan yang ia rasakan di dadanya.
Namun, Samuel lupa. Adiknya turut berada di dalam bersamanya, Ana, yang tidak siap untuk hal ini. Samuel tahu, sebab ia bisa mendengar suara keluar masuknya udara dari bibir Ana yang terbuka. Ia juga bisa merasakan bagaimana dinginnya tubuh Ana karena suhu di dalam box tersebut. Samuel tak tahu apa fungsi sebelumnya box yang sedang mengurungnya saat ini, ada banyak tumpukan kardus di dalamnya, dan jika penglihatannya tidak salah, ada sebuah AC atau apapun semacamnya yang membuat udara di dalam box itu menjadi sangat dingin.
Samuel menghela napas, suhu yang terlalu rendah ini tak hanya membuat adiknya menggigil, tetapi juga sesak napas. Berkali-kali ia membisikkan kalimat-kalimat penyemangat, berharap itu akan membantu Ana untuk tetap tenang dan mengatur napasnya.
"Tenang, Ana. Semua akan baik-baik saja, pikirkan tentang ibu dan ayah." Sembari terus mengatakan hal yang sama, Samuel tak berhenti menggosokkan dahinya di sekitar wajah dan rambut adiknya, sebab tangannya masih terikat, gerak tubuhnya menjadi terbatas. "Hei Ana, bisa gosokkan dua tanganmu? Gerakkan, jangan sampai tubuhmu terlalu kaku, okay?"
Ana mengangguk mengiyakan, tangannya bergerak saling menggosok telapak. Meski kesulitan karena tangannya juga dalam keadaan terikat, Ana tetap berusaha menggerakkan tangannya.
"Duduk. Bersandar di sini." Samuel menggeser tubuh, memberikan tempatnya. "Barang-barang ini setidaknya akan membuatmu hangat, okay." Samuel berusaha menarik tali yang mengikat beberapa kardus, membuat beberapa kardus yang lain berjatuhan. Ia lalu menggeser kardus-kardus itu, menjepit tubuh adiknya di antara dinding box dan kardus yang ia jatuhkan.
"Jangan sampai tertidur, kita tidak tahu mereka membawa kita ke mana." Samuel berkata sembari menyeret tubuhnya, mencoba mendekat pada daun pintu, berusaha mencari posisi untuk dapat mengintip ke luar dari sela-sela besi, jika ada. "Sulit melihat ke luar," gumamnya kemudian. Samuel lalu melirik ke arah adiknya sejenak, melihat wajah Ana yang semakin putih, memucat kedinginan. Lalu kembali fokus mencari celah.
"Mereka jelas bukan orang baik, benar bukan?" ucap Ana tiba-tiba. "Dari yang ku lihat, mereka mengambil Ayah dan Ibu, meledakkan mobil-mobil di belakang kita, salah satu dari mereka memukulmu. Kini mereka membawa kita entah ke mana."
"Maka dari itu kita harus keluar dari sini." Samuel menjawab dengan segera, kemudian matanya menyipit, menemukan setitik cahaya dari luar. Ia mendekat, lalu yang ia tahu, itu berasal dari lubang kecil pada dinding besi. Namun, tidak banyak yang bisa ia lihat. Jalanan berbatu dan pepohonan yang rimbun. Samuel menggeleng pelan, tak bisa mengenali di mana mereka sekarang. "Mereka seperti membawa kita, ke dalam hutan." Samuel melirik adiknya lagi. Ana masih dengan posisinya yang terakhir kali.
"Riphia dikelilingi hutan," jawab Ana. Uap keluar dari mulutnya ketika ia membuang napas.
"Memang, tapi aku tidak tahu di mana kita sekarang, jalanan hutan di riphia tidak berbatu seperti ini. Kau mungkin tidak tahu, tapi aku sering mengikuti kegiatan perkemahan semasa di tingkat akhir sekolah. Bisa jadi mereka membawa kita ke luar Riphia," jelas Samuel.
Sejenak ada jeda setelah Samuel berkata demikian. Ana tak langsung menjawab, begitupun Samuel yang semakin sibuk dengan lubang kecil yang ia temukan. "Perkemahan? Kau tidak punya pengalaman melepas ikatan tangan, Sam?" tanya Ana.
Samuel lalu terdiam, wajahnya menjauh dari lubang kecil di hadapannya. Keningnya mengernyit dalam, seperti mencoba mengingat sesuatu. Melihat itu, Ana pun berkata, "jangan menjadi pelupa untuk saat ini," lalu ia terkekeh kecil setelah mengatakan kalimat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE LAST: Walkers
RandomSetelah pembantaian satu malam, perjalanan-perjalanan berikutnya adalah pengejaran terhadap harapan yang masih abu ditampung kabut. Mereka yang bertahan adalah buronan, sedang yang diam akan berakhir sia-sia. __ Dipublikasikan mulai tanggal 18 Agust...