27.IRI

75 18 121
                                    

Lima belas hari berlalu,

Semuanya berjalan seperti biasa.

"Rajin banget, ampe disampulin semua." celetuk Delliecia

"Kayak anak SD ya?" tanya Diara, teman sebangku Delliecia.

"Pfft, mana ada tabel jadwalnya lagi," kekeh Delliecia, melihat sampul buku temannya yang terlihat seperti anak kecil.

"Tau nih, Mama gue." ucap Diara

"Semua buku-buku gue disampulin semua sama Mama gue. Ni isi tas aja yang nyiapin Mama gue." ucap Diara

"Enak dong," ucap Delliecia

"Enak sih. Tapi kayak anak kecil banget tau. Ampe gue tuh bilang ke Mana gue 'akutu udah mau tujuh belas tahun, Ma.' Dari dulu ampe sekarang, Mama gue selalu kayak gini tau,"

"Mama gue tuh baik banget tau. Lihat nih, tiap pagi Mama gue selalu ngasih semangat." Diara bercerita sembari menunjukan kiriman pesan dari Mama Diara, yang menunjukkan kata-kata penyemangat.

"Mama gue tu support sistem terbaik deh pokoknya."

Delliecia tersenyum sebagai tanggapan.

Support sistem? Kata-kata penyemangat setiap pagi? Sepertinya itu hanya angan-angan bagi Delliecia.

Bahkan saat sakit, ia tidak mendapatkan satu pesan pun dari Mamanya. Apalagi setiap pagi?

Sekian jam berlalu. Akhirnya waktu istirahat pun tiba.

"Keterlaluan sih kalau lo kek gitu," ucap Diara

"Iya, Anjir. Kalau gue jadi adik lo, auto undur diri deh gue." sahut Safira

Mereka tengah membicarakan tentang sikap Selina terhadap adiknya.

Iya, Selina. Teman sekelas Delliecia.

Kemarin, Delliecia dan teman-temannya sedang berkunjung ke rumah Selina.

Dan karena sebuah masalah sepele, Selina menampar pipi adiknya, yang masih berusia lima tahun, dengan sangat keras.

Entah sengaja atau tidak, tetapi itu terlihat sangat menyakitkan.

"Gue sering kek gitu sama adik gue." ucap Selina

"Kasian atuh, Sel." ucap Diara

"Gue juga sering berantem sama adik gue, tapi ga ampe gitu sih." ucap Safira

"Iya gue juga. Paling cuma adu bacot doang." sahut Diara

"Kayaknya adik lo itu penurut deh," ucap Selina

"Gue liatnya tuh kalian kek adem-adem aja gitu." lanjut Selina

"Gue ama adik gue emang ga pernah berantem serius sih. Kalau gue lagi berantem sama dia, dia pasti ngadu sama nyokap, trus gue ngadu ke bokap. Akhirnya dibaikin deh sama mereka."

"Enak banget ya lo," celetuk Delliecia, setilah sekian lama menyimak.

"Gue ama adik gue emang gitu. Kita jarang berantem, malah sering banget cerita-cerita bareng sama Mama."

"Biasanya, gue nyender di bahu kiri Mama gue, trus adik gue disebelah kanan. Trus kita cerita-cerita gitu sama Mama. Bahkan gue juga sering ceritain tentang pacar gue ke Mama."

Untuk kesekian kalinya, Delliecia iri terhadap Diara.

Bercerita dengan Mamanya? Rasanya itu juga tidak mungkin. Mamanya kan sibuk.

Terkadang Delliecia berpikir, jika ia berasal dari keluarga biasa-biasa saja, dimana orang tuanya tidak gila kerja, mungkin hidupnya akan lebih bahagia.

DIA, DELLIECIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang