17.KABUR

69 9 7
                                    


"Mengapa kamu baru kemari, Sayang?" tanya Rasean

"Ketiduran." balas Delliecia. Gadis itu tidak berbohong.

"Dengan teman laki-laki mu itu?" Rasean menampilkan senyum piciknya.

Sungguh emosinya ingin meluap sekarang.

Delliecia hanya diam sembari menunduk. Ia sadar bahwa dirinya bersalah.

Ia menelpon Rasean pukul 14.56 tadi dan kini sudah pukul 19.23. Pria itu sudah menunggunya dengan sangat lama.

"Mengapa hanya diam? Apa kamu tidak memiliki mulut untuk berbicara, hah?!" nada bicara pria itu naik beberapa oktaf.

"Maaf."

Rasean mencengkram pipi Delliecia dengan kuat. Bahkan kuku pria itu hampir menembus kulit lembut Delliecia.

Delliecia melepaskan cengkraman Rasean.

Gadis itu tidak ingin kuku pria itu merusak wajahnya. Mamanya akan sangat marah jika tahu ada luka di wajahnya.

Ia tidak ingin Mamanya memarahinya.

"Berani kamu?!" desis Rasean

Dengan nafas terengah-engah, pria itu melayangkan sebuah tamparan keras pada pipi Delliecia.

Delliecia hanya mampu menahan sakit dengan tersenyum miris. Setidaknya bekas tamparan ini lebih baik dari bekas kuku Rasean.

"Saya menunggu kamu berjam-jam dan kamu dengan santainya tertidur dengan pria lain, hah?!" kini pria itu mencengkram kuat lengan Delliecia.

Gadis itu tidak menangis, juga tidak meringis. Tetapi tak urung, mata gadis itu berkaca-kaca.

Kecewa? Sungguh. Delliecia mengira bahwa Rasean adalah lelaki lembut yang tidak akan bermain kasar dengannya.

Ia kira, Rasean akan memperlakukannya bak ratu seperti yang tertulis dalam sebuah buku.

Ternyata ia salah.

Lagi-lagi, ia kecewa akan ekspektasinya sendiri.

Seakan tersadar, Rasean segera melepaskan cengkeramannya.

Pria dewasa tersebut langsung beranjak meninggalkan Delliecia.

Air mata Delliecia meluruh. Gadis itu terduduk di lantai yang dingin.

Banyak hal berkecamuk dalam otaknya. Dan dengan segera, ia menghapus air matanya.

Gadis itu tersenyum lebar sembari berdiri dari duduknya.

Berjalan menuju balkon kamar lalu menghirup udara segar.

Ia dapat mendengar suara benda-benda berjatuhan. Dan ia tahu, bahwa itu ulah Rasean.

Ia sempat tidak menyangka, pria dewasa yang terkenal bijak itu memiliki temperamen yang buruk.

Malam ini cukup gelap, bulan pun bersembunyi di dibalik awan hitam.

Hujan turun secara perlahan.

Gadis itu sangat ingin melompat dari balkon, lalu berlarian di tengah hujan.

Gadis itu tidak membenci hujan, ia hanya tidak menyukai suara dari hujan tersebut.

Andai suara hujan mengalun seperti irama lagu balada, mungkin ia akan menyukainya.

*****

"Makanlah!" titah Rasean

Pria itu masih diselimuti emosi hingga pagi ini.

Delliecia hanya diam dan tidak menghiraukan Rasean.

"Makanlah Delliecia! Jangan membuatku marah." desis Rasean

DIA, DELLIECIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang