CHAPTER 12

11.4K 216 4
                                    

*******"Astaga! Bagaimana kau bisa masuk," teriak Venus menahan handuk yang menutupi tubuhnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*******
"Astaga! Bagaimana kau bisa masuk," teriak Venus menahan handuk yang menutupi tubuhnya.

"Mudah saja, aku menghapal kode aksesnya," jawab Ziever yang duduk dengan menyilangkan kedua tangan di depan dada.

"Kau masuk saat aku mandi?" tanya Venus kembali.

"Menurutmu? Kenapa lama sekali, kau tidak bermain solo kan di dalam sana?" tanya Ziever dengan satu alis yang terangkat.

"Solo?" imbuh Venus dengan wajah yang bingung, sampai akhirnya ia tau arah kemana ucapan Ziever.

"Shit! Jauh sekali pikiranmu! Keluar dari kamarku," usir Venus dengan lemparan batal ke arah Ziever.

Apa pun yang Venus lakukan. Tidak akan membuat tubuh besar Ziever bergerak meninggalkan sofa yang berada di dalam kamar Venus, matanya justru semakin tajam menatap ke arah tubuh Venus yang benar- benar membuat pikirannya terganggu.

"Ganti saja disini. Apa masalahnya? Dulu kau tidak malu padaku... Kenapa sekarang berubah," ujar Ziever dengan senyum tipisnya-satu tangannya melepaskan dua kancing kemeja yang mencekik lehernya.

"Dulu? Semua orang bisa saja berubah! Jangan samakan aku yang dulu dengan aku yang sekarang," balas Venus tak kalah sinis.

"Benarkah? Aku tak ingin kau berubah, aku tak bisa menerima perubahan itu... Cukup postur tubuhmu saja berubah menjadi lebih sexy selain dari itu aku menolak," sambung Ziever berdiri dari posisi duduknya, ia bergerak mendekati Venus yang berjalan mundur masih dengan tatapan tajamnya.

"Kau takut padaku?" ulang Ziever yang merasa semakin ingin meraih tubuh kecil-yang begitu hot sedang menarik perhatiannya.

"Tidak! Siapa yang mengatakan hal bodoh itu? Aku bukan takut padamu melainkan aku jijik padamu," imbuh Venus yang berusaha untuk tetap tenang.

Meskipun ia mengetahui bahwa ucapannya terdengar seperti kebohongan-Ziever benar! Dirinya sedang ketakutan sekarang, pesona Ziever sebagai pria matang begitu menggoda dan menghancurkan pertahanan yang Venus bangun setengah mati. Tak ada pria lain yang berhasil meruntuhkan pertahanannya selama ini, banyak pria sexy, pria kaya, pria yang jauh lebih hot dari pada Ziever tapi kenapa hanya Ziever yang membuatnya lemah? Kenapa dengan hanya di tatapan tajam Venus merasa hatinya ikut runtuh dan merasa kakinya lemas seperti jelly.

"Jijik? Kau phobia padaku... Kalau begitu mari lihat sekali lagi, bagaimana jika aku membantumu menghilangkannya," jawab Ziever yang menarik dengan cepat pinggang Venus, merapatkan tubuh mereka berdua-tidak ada lagi jarak, Ziever memiringkan kepalanya mengecup bibir Venus dengan perlahan.

Ziever tak perduli Venus jika ciumannya tidak mendapatkan balasan. Ziever hanya ingin menunjukan kepada Venus, bahwa hanya ia yang dapat memiliki seluruh hidup Venus. Tak akan ia biarkan Venus melupakan dirinya atau menemukan pria lain.

Ziever menahan dagu Venus, menyatukan lebih dalam ciuman mereka. Lidah Ziever membelit lidah Venus yang awalnya tak mau membuka mulut, pertahanan Venus runtuh ia menyerah. Ziever mengambil alih tubuhnya napasnya yang perlahan dan gemetar. Aroma tubuh yang mengairahkan, Venus kembali kecanduan dan tidak ada niat untuk menyingkirkan meskipun otaknya mencoba hidup di kewarasan.

"Ziever," desah Venus di sela- sela ciuman panas mereka.

Venus pikir Ziever akan melepaskan ciumannya. Tetapi ia salah, Ziever semakin merapatkan tubuh mereka tangannya menyusuri ke arah tengkuk Venus, mereka berdua benar- benar saling melepaskan perasaan rindu yang telah lama terpendam bersama emosi yang perlahan melebur menjadi satu.

Lebih buruk kah sekarang? Hubungan mereka tidak jelas, tapi tubuh mereka saling menginginkan satu sama lain.

"Lepaskan, Venus." batin Venus kembali memerintah tubuhnya untuk melakukan reaksi penolakan.

Ciuman terlepas seketika. Venus merasa kehilangan bahkan sebelum bibirnya berucap, ia membuka matanya kembali dan menatap wajah Ziever dalam jarak yang begitu dekat. Napas yang masih belum teratur, rambut yang awalnya tertata rapi kini beberapa helai jatuh dengan sexy tanpa mengurangi sedikitpun ketampanan Ziever. Seperti Ziever belum bercukur beberapa minggu ini, bulu halus yang menyapu wajah Venus saat mereka berciuman barusan- membuatnya merasakan terbakar gairah sebelum memulainya.

"Apa kau masih jijik padaku sekarang?" ujar Ziever yang masih menatap lekat mata Venus, ia kembali tersenyum setelah mendapatkan tatapan yang berbeda sekarang- Venusnya telah kembali.

"Tidak ada yang berubah," gumam Venus dengan pelan.

"Berhentilah untuk berbohong Venus, kau paling buruk dalam berakting. Kau tau apa yang terjadi jika kau terus mengatakan kebohongan?" ujar Ziever dengan ibu jarinya yang membelai bibir Venus.

"Aku akan menangkapmu dan membuatmu tak bisa melakukan apa pun dalam satu minggu," sambung Ziever dengan bisikan kecil pada cuping kanan Venus. Gigitan dan hisap kecil dengan sengaja Ziever lakukan pada celuk leher Venus.

"Ziever, sudah aku katakan bahwa aku___," jawab Venus yang langsung terhenti.

Ziever meletakan jari telunjuknya tepat pada bibir Venus, Ziever menggelengkan kepalanya. Ia tak perduli dengan keadaan Venus, ia hanya menginginkan tubuh dan hati Venus menjadi miliknya masalah anak. Bagi Ziever anak hanyalah bonus untuk hubungan mereka.

"Persetan dengan anak! Aku tak ingin membagi dirimu dengan siapa pun... untuk saat ini, biarkan hanya aku yang memiliki dirimu," tutur Ziever dengan lembut.

"Kenapa kau tidak berpikir kedepannya?" tanya Venus kembali, ia masih tak terima dengan jawaban Ziever. Ia harus memiliki alasan yang jelas, karena Venus tak ingin mendengar rasa penyesalan yang pastinya datang di akhir.

"Apa kau tuhan? Apa kau peramal? Siapa yang bisa melihat kehidupan di masa depan," imbuh Ziever dengan meletakan kedua tangannya di bahu Venus.

"Anak bukan hal wajib untukku. Kau yang memiliki tubuh, kau yang merasakan sakit, kau juga yang akan melahirkannya... Apa aku tega membiarkan semua itu terjadi hanya karena keegoisan ingin memilikinya?" sambung Ziever kembali.

Hening.

Venus tertegun saat mendengar penjelasan yang membuat pikiran dan hatinya terbuka lebar. Apa yang ia takuti dan pikiran negatif yang bertahun- tahun merantai pikirannya lenyap dalam sekejap hanya karena kalimat yang Ziever lontarkan.

"Memiliki anak saat kita berdua sudah siap menjadi orang tua. Anak bukan sebuah trend, jangan jadikan ia korban hanya kerena kita ingin memiliki tetapi tidak siap merawatnya," tutur Ziever yang masih mencoba membuat Venus tenang. Ia tau Venus sedang di landa pikiran dan perasaan yang rumit akan hal ini.

"Aku tau," jawab Venus pelan, ia hanya menundukan wajahnya. Air mata tak dapat lagi terbendung, ia tak ingin Ziever melihatnya menangis.

"Look at me Venus," ujar Ziever meraih dagu Venus untuk kembali menatapnya.

"Apa kau mengerti yang aku maksud? Aku hanya ingin hubungan kita kembali seperti dulu, aku ingin kau kembali padaku... Jika kau tak ingin berkomitmen, aku siap menjadi temanmu kembali," imbuh Ziever menghapus jejak air mata yang menetes di pelupuk mata indah wanitanya.

"Tidak ada kata teman untuk saat ini Ziever," jawab Venus mendorong tubuh Ziever untuk lepas darinya.

"Lalu? Apa," tanya Ziever yang mengikuti Venus yang berjalan meninggalkannya menuju walk in closed.

"Tunggu disana! Aku akan kembali," usir Venus sebelum menutup pintunya.

"Argh!!" teriak Ziever memutar tubuhnya menahan emosi.



*******

Spam komen sini. Absen siapa aja yang lagi gamon sama hubungan dua manusia labil ini. Jangan lupa vote dan follow author!

 𝐏𝐋𝐄𝐀𝐒𝐄 𝐌𝐀𝐊𝐄 𝐌𝐄 𝐏𝐑𝐄𝐆𝐍𝐀𝐍𝐓 ( Explicit ) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang