Hujan

361 43 8
                                    

Kata orang perjodohan adalah cara paling kuno untuk menyatukan dua orang agar saling mencintai. Meski tidak sedikit juga kisah perjodohan yang berhasil. Tapi dari banyak kisah perjodohan, Hujan memilih menolak opsi tersebut. Baginya tidak ada yang lebih baik dari membiarkan Tuhan yang memilih jalan cintanya.

Hujan & Kalil

Hujan adalah permata keluarganya, laki-laki dengan nama yang unik itu sudah menginjak usia 28 tahun bulan ini. Uniknya lagi setiap hari ulang tahunnya cuaca akan mendung dan turun hujan, seakan tau bahwa saudara mereka sedang berulang tahun.

Hari ini teman-teman kantornya memberikan perayaan kecil-kecilan untuk Hujan di kantor tempatnya bekerja. Hujan mendapat cukup banyak hadiah dan berbagai ucapan serta doa untuk kebaikan hidupnya, beberapa lainnya juga mendoakan Hujan agar cepat menikah mengingat usianya yang sudah hampir menyentuh kepala tiga.

Lelaki dengan rambut hitam legam itu sedang memperhatikan arus kemacetan yang menjebaknya serta sang supir sehingga tidak dapat cepat sampai di rumah. Macet adalah hal yang lumrah terjadi tapi entah kenapa macet kali ini membuatnya merasa tidak nyaman. Mungkin karena ia sudah lelah seharian berinteraksi dengan rekan kerja serta sempat mengadakan jamuan makan malam sebagai perayaan ulang tahunnya tadi, energinya terasa terkuras habis.

"Masih lama ya, Pak?" tanyanya pada supir pribadi yang sudah bekerja pada keluarganya sejak Hujan berusia belasan tahun.

"Kayaknya ada kecelakaan, Mas Hujan. Jadi agak lama" Hujan menghela nafas, bukan sekali dua kali ia terjebak macet saat hujan dikarenakan kecelakaan, miris memang tapi kadang membuat ia ingin merutuki siapa orang kurang hati-hati itu yang sampai mengancam nyawa orang lain.

Alasan ia sedikit tidak menyukai namanya, karena dimana ada hujan di situ ada air mata, luka dan kesedihan.

Setelah hampir satu jam di dalam rute macet, berangsur-angsur jalanan menjadi lancar kembali, ada sekitar tiga unit mobil ambulan yang datang di area kecelakaan tersebut, suasana tempat terjadinya kecelakaan memang menarik banyak orang yang dasar sikapnya sudah kepo dan ingin tau, beberapa juga merasa kasihan dan ingin mengabadikan momen tersebut. Entah untuk apa.

Hujan tidak suka darah, dia memilih mengacuhkan keramaian yang mobilnya lewati. Takut kalau-kalau ia tidak sengaja melihat darah yang berceceran di jalan atau hal lainnya.

"Kecelakaan tunggal sepertinya Mas, kurang hati-hati mungkin ya? Semoga diberikan keselamatan." Pak Purwa memang orang yang lembut dan penuh simpati. Hujan mengangguk mengamini dalam hatinya ikut berdoa, siapapun yang tertimpa kecelakaan tadi senantiasa diberi keselamatan oleh Tuhan.

Hujan & Kalil

"Loh, Kakek? Kapan datang? Apa kabar?" sapa Hujan pada pria yang ia panggil kakek tersebut, lisannya memang manis padahal dalam hati Hujan sudah ingin marah-marah. Kedatangan kakeknya kali ini tak lain dan tak bukan pasti akan membahas perjodohan atau paling tidak akan membombardir Hujan dengan pertanyaan soal menikah.

"Gak baik, kamu kenapa ga nikah-nikah? Kemarin kamu bilang usia 27, sekarang sudah ulang tahun ke-28. Mau membodohi saya?" beginilah kakeknya, Hujan melonggarkan dasi dan melepaskan jas yang membalut tubuhnya, agak gerah juga. Ini kalau bukan kakeknya saja, pasti sudah Hujan ajak adu tinju.

"Sabarlah, Kakek. Jodoh siapa yang tau? Memang belum waktunya aja" Hujan berjalan menuju sofa dan menuangkan air pada dua gelas yang tersedia disana untuk ia dan kakeknya minum. "Kakek gak mau mengucapkan Happy Birthday gitu ke cucu Kakek yang paling berbakat ini?" rencana mengubah topik bahasan.

Kakek memilih kembali duduk, "Kita cuma berdua saja di sini, Jan. Kakekmu ini sebentar lagi dipanggil Tuhan, ga mau gitu kamu kasih aku cucu? Sedih sekali nanti Kakek ketemu Mama Papamu trus mereka nanyain kabarmu, Kakek mau jawab apa?"

HUJAN & KALILTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang