Jeongwoo, Yoshi, dan Mashiho telah memasuki Loua di wilayah selatan sejak kemarin siang. Sebuah perjalanan yang panjang, ngomong-ngomong. Tiga omega muda yang berjalan tanpa pendamping menarik perhatian laki-laki mesum kurang belaian sekalipun mereka bertiga menggunakan jubah. Disinilah Mashiho menunjukkan kekuatannya. Pernah sekali dia hampir mematahkan tangan seorang lelaki mabuk yang mencekal tangannya erat kalau saja Yoshi tidak memaksakan sugesti kedalam pikiran si laki-laki untuk segera melepaskan tangan saudaranya yang ganas.
"Ada seseorang di sekitar sini," kata Yoshi tiba-tiba memecah keheningan di antara mereka. Saat ini malam telah mulai merangkak naik namun ketiga titisan dewa ini masih berjalan di jalanan kecil yang sepi, berusaha mencari penginapan kosong.
"Bagus. Kali ini jangan halangi aku," kata Mashiho datar.
"Bukan orang biasa. Maksudku seseorang seperti kita. Ada kekuatan yang kurasakan berasal dari sana," kata Yoshi menunjuk sebuah gang yang cukup jauh di sebelah kanan. "Ada orang lain yang mengikutinya. Dia tidak bermaksud baik."
Tepat setelah Yoshi menutup mulutnya, terdengar sebuah teriakan minta tolong seseorang yang berasal dari gang tersebut. Ketiganya bergegas menghampiri sumber suara. Amarah ketiganya tersulut ketika mereka melihat seorang laki-laki yang menguarkan aroma alkohol yang menyengat tengah mengacungkan pisau pada seseorang.
"Menjauh darinya!" teriak Jeongwoo sebelum mengikuti Mashiho yang telah lebih dulu berlari.
Merasa terganggu lelaki tersebut menolehkan kepalanya melihat kearah mereka.
"Atau apa? Apa yang bisa anak kecil seperti kalian lakukan kepadaku?" kata si lelaki angkuh, masih berdiri tegak dan lantang, tidak seperti laki-laki mabuk lain tempo hari. Well, badannya memang dua kali lebih besar daripada badan mereka dan berotot.
Tanpa aba-aba Mashiho yang telah sampai di hadapan lelaki tersebut segera melemparkannya ke samping. Karena yang melakukannya adalah titisan Dewa berkekuatan tanah efek yang dihasilkan adalah suara mengerikan tulang bahu yang patah. Mashiho lalu menarik kerah si lelaki hanya untuk melayangkan sebuah pukulan ke wajahnya dan membuat rahang bawah si lelaki bergeser.
"Berani sekali kau menyentuh saudaraku, kau makhluk menjijikkan tidak berguna. Bersyukurlah aku sedang lelah malam ini sehingga aku tidak menghancurkan wajahmu. Pergi sebelum aku benar-benar membuat bahkan ibumu tidak dapat mengenalimu lagi."
Si lelaki segera bangkit lalu lari terbirit-birit menjauh dari monster berwajah imut bernama Mashiho. Sang titisan dewa yang barusaja hampir mengurangi jumlah penduduk daratan itu menoleh ketika suara rintihan menyapa pendengarannya.
"Sudah berakhir. Kau sudah aman," kata Jeongwoo sambil menepuk-nepuk pelan bahu si pemuda yang memegangi lengan bawahnya. Yoshi tengah mengikatkan sobekan kain pada lengan tesebut.
"Dia sempat melukaimu?" tanya Mashiho.
"Dia ingin menusukku tapi aku menangkis senjatanya," jawabnya.
"Kau bisa saja menghindar. Kenapa malah menahannya?"
"Sudahlah, Mashi. Ayo kami antar kau pulang," kata Yoshi, membantu si pemuda untuk berdiri.
Mereka berempat berjalan dalam diam, hanya suara langkah kaki dan binatang malam yang terdengar. Beberapa menit berlalu sebelum kemudian si pemuda berbelok masuk ke halaman sebuah rumah berpagar kayu.
"Silakan masuk," kata si pemuda kepada mereka. Ketiganya mengikuti si pemuda masuk lalu mendudukkan diri di kursi di ruang tamu.
"Apakah kau baik-baik saja?" tanya Jeongwoo.
"Aku sudah tidak apa-apa, terimakasih telah mau menolongku."
"Sebenarnya apa yang kau lakukan malam-malam begini masih berada di luar?" giliran Yoshi bertanya.
"Aku barusaja pulang dari rumah temanku. Bagaimana dengan kalian? Kurasa kalian bukan dari daerah sini."
"Kami sebenarnya sedang dalam perjalanan namun kami tidak menemukan tempat penginapan," jawab Yoshi.
"Oh?" seru si pemuda. "Apa kalian butuh tempat bermalam? Kalian bisa menginap disini jika kalian mau."
"Apa tidak mengganggu?"
"Tentu saja tidak. Tunggu sebentar, akan kusiapkan kamar untuk kalian. Jika kalian ingin membersihkan diri kalian bisa menggunakan kamar mandi di sana," kata si pemuda bangkit berdiri sambil menunjuk sebuah pintu di ujung koridor.
"Dia cukup ramah," komentar Jeongwoo, "tidak seperti tempat terakhir kita menginap. Bukan begitu, hyung?" kata Jeongwoo.
"Kau mau mati?" Mashiho melirik sebal.
Jeongwoo hanya menjulurkan lidahnya.
"Ayo ikut aku," kata si pemuda beberapa menit kemudian. Mereka mengikutinya menuju ke sepasang pintu yang bersebelahan. "Kalian bisa menggunakan kamar ini. Di sebelahnya adalah kamarku. Jika butuh sesuatu panggil aku." Si pemuda menunjuk pintu yang berada di sisi kanannya lalu pergi ke tempat apa yang mereka pikir adalah dapur.
.
"Kita belum berkenalan," kata Yoshi memecah keheningan di meja makan.
"Kau benar," kata si pemuda setelah menelah kunyahannya. "Namaku Yedam. Bang Yedam."
"Aku Yoshi."
"Aku Jeongwoo. Dan orang bermata jahat di sebelahku adalah Mashiho. Kau lihat sendiri tadi apa yang bisa dilakukannya. Jadi berhati-hatilah," peringat Jeongwoo main-main.
"Yak! Kau benar-benar ingin mati?" kata Mashiho mengacungkan pisau makannya.
"Kau akan terbiasa nantinya," kata Yoshi pada Yedam yang tertawa.
"Jadi," kata Yedam setelah tawanya reda, "kalau boleh tahu, kalian sebenarnya mau kemana?"
"Apa kau yakin ingin tahu?" tanya Jeongwoo.
"Hanya jika kalian mau."
"Haruskah?" tanya Yoshi pada Jeongwoo yang dijawab dengan anggukan. Dia lalu melanjutkan, "Ini akan menjadi pembicaraan yang cukup berat. Dan mungkin sedikit sulit dipercaya. Apa kau yakin tidak mau menundanya hingga besok?" tanya Yoshi.
"Kurasa tidak."
"Baiklah," kata Jeongwoo, "Mashiho, kau bicaralah."
"Kenapa aku?"
"Karena aku telah melakukannya untuk Yoshi. Yoshi telah menjelaskannya untukmu. Sekarang giliranmu."
Mashiho memutar bola matanya malas. "Baik, Yang Mulia."
"Yedam," Mashiho memulai. "Kau telah melihat apa yang bisa kulakukan. Kau tahu tidak ada manusia biasa yang bisa menghasilkan cedera yang dialami laki-laki tadi dengan tangan kosong, bahkan master beladiri sekalipun. Tapi aku bisa. Seorang pemuda kecil sepertiku bisa melakukannya, karena aku bukan manusia biasa. Kita, kami bertiga dan kau, bukan manusia biasa. Kau tentunya pernah mendengar tentang legenda Dewa-Dewa Boseok yang ternyata bukanlah sekedar legenda. Mereka pernah ada, dan kita adalah perwujudan manusia dari Dewa-Dewa Boseok itu.
Setelah mati manusia akan bereinkarnasi. Kita juga akan terlahir kembali, ya, namun untuk kita sedikit berbeda. Sebuah pohon bernama ek menyimpan sebagian kekuatan kita. Kita harus menghubungkan kekuatan dalam diri kita dengan pohon ek agar kita tetap terikat di dunia, agar kita bisa berinkarnasi. Kau bertanya kami mau kemana, jawabannya adalah kami ingin mencarimu dan satu saudara kita yang lain. Kami ingin kita semua bisa terlahir kembali."
Yedam terdiam, lama.
"Ternyata memang berat," gumam Yedam.
"Ini sudah terlalu larut. Kita lanjutkan besok saja," kata Jeongwoo sambil mulai memberesi piring-piring kotor di atas meja. Tanpa kata Yedam mengikuti teladannya.
"Selamat malam," kata Yedam datar setelah semua alat makan telah dicuci dan di tata di tempatnya masing-masing.
"Kubilang juga apa," kata Yoshi.
"Jangan salahkan aku. Jeongwoo yang menyuruhku," kata Mashiho.
_._._
KAMU SEDANG MEMBACA
Eternity: You and Me (Jaesahi)
FanfictionJika memang ditakdirkan bersama, maka tidak akan ada yang dapat memisahkan kita.