Dua minggu yang dimaksud berlalu dalam satu kedipan mata.
Hyunsuk dan Yoshi telah sampai di Ameji kemarin siang dengan diantar langsung oleh Raja Seunghyun dan Ratu Chaerin. Rupanya raja Jinju itu tidak cukup mempercayai para pengawalnya untuk mengantar putra berharganya dengan selamat sampai tujuan.
"Aku berani bertaruh ayahmu itu akan tinggal disini menemanimu kalau saja dia bukan seseorang yang memiliki wilayah kekuasaan untuk diurus," kata Yoshi ketika para titisan Dewa Boseok minus Asahi sedang duduk berkumpul di halaman belakang istana Ameji, menunggu purnama muncul.
"Kau tidak perlu memberitahuku," kata Hyunsuk bosan.
"Apa kau tidak lelah diperlakukan seperti tahanan di rumahmu sendiri?" tanya Jeongwoo. Meski menjadi seorang pangeran dengan kekuatan istimewa, ayah dan ibunya tetap membiarkannya bermain dengan anak-anak penduduk tanpa menyembunyikan apapun tentang dirinya. Sebagai gantinya dia diharuskan untuk menguasai teknik pertahanan diri, dengan atau tanpa senjata. Memang benar jika Jeongwoo bukan dari utara, tapi tetap saja harus waspada, kan?
"Entahlah. Sering kali aku ingin melarikan diri untuk sekedar melihat sisi lain dari benteng kastil tanpa adanya pengawal yang mengekoriku, sesuatu yang mudah saja untuk kulakukan. Tapi aku tahu ayah tidak akan menyukainya. Ayah tahu aku bisa menjaga diri, namun dia tidak mau mengambil resiko. Ada alasan mengapa Jinju hanya memiliki satu pewaris," terang Hyunsuk sambil menggoyang pelan gelas di tangannya. Tatapannya terpaku pada air teh yang bergolak lalu menenangkannya dalam satu jentikan jari.
"Kau membuatku bersyukur terlahir sebagai orang biasa," kata Mashiho. Dia menikmati keterasingannya di rumah pohonnya, berinteraksi sesedikit mungkin dengan manusia lain. Membayangkan dirinya berada di posisi Hyunsuk? Mati saja, lah.
"Karena jika kau seorang pangeran, kau tidak bisa berkeliling memukuli orang yang membuatmu kesal," kata Yedam.
"Ya, termasuk kau," balas Mashiho memelototkan matanya.
"Aku penasaran apakah kalian akan saling merindukan nantinya," kata Yoshi.
"Kau mengingatkanku akan sesuatu," kata Jeongwoo. "Apa yang akan kalian lakukan setelah ini?"
"Kembali ke kehidupanku sebelum kau menemukanku," kata Mashiho.
"Entahlah. Kembali ke Loua, mungkin? Tidak ada yang mengikatku disana jadi aku bebas mau kemana saja. Ibuku menganggapku cukup besar untuk menghidupi diriku sendiri," jawab Yedam.
"Kalian bisa bekerja di istana Jinju jika kalian mau. Lagipula aku butuh seseorang yang tidak memperlakukanku seperti patung porselen," kata Hyunsuk.
"Kurasa aku akan mempertimbangkan tawaranmu," kata Yoshi.
"Sio, tinggallah disini bersamaku," pinta Jeongwoo kepada Mashiho.
"Tidak, terimakasih. Aku cukup puas dengan kehidupan lamaku," tolak Mashiho.
"Memangnya kau tidak kesepian? Aku tahu betapa bahagianya kau ketika kami menemukanmu," kata Yoshi, "kau tidak bisa membohongi Dewa telekinesis, Shiho," imbuhnya, seketika membungkam balasan apapun yang Mashiho ingin lontarkan.
Jeongwoo baru akan membuka suara ketika awan bergeser membiarkan bulan menyiramkan cahayanya. Bersamaan dengan itu pohon ek di sudut taman berpendar hijau menarik perhatian mereka.
_._._
Arthur memasang topengnya dan menarik tudung jubahnya menutupi kepalanya sebelum berjalan keluar kamar menuju ruang tamu. Disana Kevin tengah duduk menantinya bersama bibi Lee.
"Ayo," ajak Arthur, menarik perhatian dua manusia lain di ruangan itu. Kevin seketika bangkit begitu melihatnya datang.
"Bibi Lee, kami pergi dulu," kata Kevin pada bibi Lee.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eternity: You and Me (Jaesahi)
FanficJika memang ditakdirkan bersama, maka tidak akan ada yang dapat memisahkan kita.