Sasuke menatap langit malam.
Ia rasa ini adalah kehidupan barunya.
Menanti malam ketika pagi, terjaga setiap malam, mengharap hari kembali malam lagi saat matahari terbit untuk kembali di jam 9 malam.
Jantungnya selalu berdegup kencang, waswas, ketika alarm di ponselnya yang telah disetel jam 9 malam berbunyi, menandakan waktunya Naruto kembali ke wujud manusianya.
Matanya tak pernah berkedip di menit-menit awal jam 9 ke arah Naruto dari atas sampai bawah, tidak ingin melewatkan sedikit pun gerakan halus yang akan ditimbulkan Naruto nantinya.
30 menit tak henti meneliti dan menemukan hasil yang sama setiap malam. Nihil.
Sasuke menghela napas pelan saat cahaya matahari menerobos masuk ke jendela yang bergorden tipis semakin menerangi ruangan yang telah terang dari bohlam lampu.
Membawa Naruto dari ruang tengah menuju dapur untuk membuat dirinya sendiri sarapan dan kembali ke kamar tidur dan menidurkan dirinya di sebelah Naruto yang dibaringkannya.
Setiap pagi mengharap malam, setiap malam mengharap suatu keajaiban dari gerakan kecil, setiap bangun tidur mengharap menemukan Naruto juga terbangun sepertinya.
Sasuke berdiri di belakang jendela yang terbuka lebar di loteng, menatap ke luar halaman rumahnya yang sepi tanpa adanya aktivitas karena jauh dari warga. Ia berdiri di tengah dan di sisi kanannya ada sebuah meja yang berdiri sebuah bingkai foto ibunya, di sisi kirinya Naruto berdiri dalam wujud patungnya. Ketiganya menghadap luar.
Tangan Sasuke beralih merangkul bahu Naruto yang dibungkus selimutnya. Tangannya berada di belakang bingkai foto ibunya, seolah juga merangkul bahu ibunya. Keduanya adalah orang yang sangat dicintainya. Bukan berarti Sasuke tidak mencintai dan menyayangi keluarganya yang lain, hanya saja, kedua orang yang ada di sisinya adalah orang yang mampu membuatnya mengeluarkan sisi lembut dan rapuhnya.
Cahaya matahari menerpa ruangan temaram itu. Memperjelas apa dan siapa saja yang tidak terhalang dari sinar matahari.
Sasuke akhirnya berbalik, kembali ke kamarnya yang membawa bingkai foto ibunya ke tempat semula di atas nakas dan membawa Naruto tidur di sisi ranjangnya yang kosong.
“Pasti tidak akan sia-sia apa yang telah kita korbankan dan apa yang kita usahakan.” Bisiknya, mengelus pipi Naruto lalu menaikkan selimut hingga ke dada mereka.
Sasuke selalu percaya akan ada hasil untuk setiap usaha dan pengorbanan.
Hari-hari yang ia lalui menunggu Naruto kembali akan menghasilkan rasa manis dari pahitnya penantiannya di mana ia akan melihat Naruto tersadar dan kembali padanya.
Entah hari itu terjadi kapan, entah kala itu terjadi di tahun berapa usianya, ia harap ia masih mampu membawa Naruto ke mana pun ia melangkah di hari tuanya.
Sasuke memilih untuk langsung tidur kali ini dan melewatkan sarapannya, melanjutkan aktivitas sehari-harinya setelah bangun tidur.
Beberapa jam tertidur, dahi Sasuke berkerut samar, seperti terganggu di dalam tidurnya.
Semakin lama kerutan terganggu itu mendalam saat napasnya yang teratur normal menjadi tersengal saat sesuatu terasa menekan dadanya juga perutnya.
Masih dengan mata terpejam, Sasuke mencoba bergerak untuk mengubah posisi tetapi bagian dada sampai ke bawah tidak bisa bergerak bebas, seperti ada yang menahannya. Dahi Sasuke berkerut makin dalam namun tidak membuka matanya karena masih sangat mengantuk.
Namun sayup-sayup suara isak tangis masuk ke telinganya menjadi terdengar jelas saat memfokuskan suara yang didengarnya itu.
Sasuke ingat dirinya hanya tinggal berdua dengan Naruto di sana tetapi dikondisi di mana Naruto belum bisa kembali jadi bisa dibilang bahwa hanya suara miliknya satu-satunya manusia di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'M AT 9 PM [ SasuNaru ] ✓
Fiksi PenggemarSasuke patah hati untuk pertama kalinya ketika ibunya, Uchiha Mikoto, meninggal dunia akibat kecelakaan tunggal. Sasuke stres berat karena duka yang mendalam. Ibunya adalah segalanya baginya, dunianya, hidupnya, napasnya. Maka ayahnya, Uchiha Fugak...