Bab 9 - Bertengkar dengan Omy -

11 6 2
                                    

Tepat pukul delapan malam, Hana pulang ke rumahnya. Wanita itu kemudian berjalan dengan suara langkah kaki yang cukup nyaring, suara tersebut nyaris memenuhi rumahnya. Kini, rumah tersebut layaknya kuburan. Sunyi dan sangat menyeramkan.

Sesampai di kamar, wanita itu langsung menjatuhkan dirinya ke atas kasur. Tatapannya kemudian terfokus pada langit-langit kamarnya yang berwarna putih bersih.

Penat dan lapar adalah hal yang dia rasakan kini. Dia sangat lapar. Namun juga, kelelahan.

Hari ini, hanya ada beberapa pegawai di rumahnya. Beberapa di antaranya kembali dipecat oleh sang ibu, tanpa alasan yang jelas. Begitulah, ibu Hana terkadang apa yang dia lakukan tak dapat diprediksi.

Tanpa sadar, Hana sudah masuk ke dalam alam mimpi. Wanita itu melupakan pakaiannya yang belum diganti, dia sangat lelah sekarang.

Beberapa jam kemudian, ibu Hana yang bernama Maya itu pun datang. Wanita paruh bayah itu kemudian masuk ke dalam kamar putrinya. Pintu kamar tersebut tidak tertutup rapat dan wanita itu sedikit penasaran dengan kondisi anaknya sekarang.

Dengan pelan, Maya masuk ke dalam kamar putrinya itu. Matanya kemudian berkaca-kaca setelah melihat sang putri yang tengah tidur dengan pulas.

Bayangan tentang beberapa surat panggilan yang berada di kantornya begitu membuatnya bersalah. Sekolah Hana ternyata sudah berulang kali mengirimi surat untuk Maya. Namun, surat itu tak satupun dia baca.

Bukan tanpa alasan, hal itu terjadi. Maya terlampau sibuk karena pekerjaan dan juga perceraiannya dengan sang mantan suami.

Salahnya dia juga, karena lupa memberikan nomor barunya pada pihak sekolah Hana sehingga mereka harusnya dapat menghubungi wanita paruh bayah itu melalui telepon.

Tangan Maya mendekat ke arah sang putri. Disisihkannya beberapa helai rambut Hana yang menutupi wajah cantik wanita itu. Dia sudah lupa, kapan melihat putrinya tertidur pulas seperti sekarang.

Ada rasa penuh penyesalan di benaknya karena dia tidak memperdulikan anaknya itu hingga akhirnya hubungan mereka hancur seperti sekarang.

Maya lantas pergi dari kamar putrinya itu. Dia takut Hana akan bangun dan memakinya lagi. Perlahan, dia ingin memperbaiki hubungan mereka seperti dulu lagi.

Pagi harinya, Hana terkejut saat menyadari bahwa dia masih menggunakan pakaiannya kemarin. Wajah baru bangun tidurnya itu terlihat begitu menggemaskan.

Untungnya, pagi ini dia tidak telat lagi sehingga akhirnya dia memutuskan untuk mandi dan bersiap untuk pergi ke sekolah.

Setelah rapi, Hana segera turun dari kamarnya yang berada di lantai dua. Senyumnya kemudian terlukis karena melihat ada banyak makanan di meja makan.

Tidak butuh waktu lama, Hana sudah berada di meja makan. Tatapan wanita itu kemudian terfokus pada ayam masak kecap, kesukaannya.

Dengan lahap, Hana menghabiskan sepiring nasi dengan dua bagian ayam kecap yang tersajikan.

Enak. Namun, di hatinya ada perasaan yang cukup aneh.

Siapa yang memasak, makanan ini ya?.

Rasa penasaran Hana itu, ternyata tidak terlalu kuat dibanding dengan keinginannya untuk turun sekolah lebih cepat.

Dia akhirnya meninggalkan piring kotor tersebut dan kemudian meminta supirnya untuk mengantarkannya ke sekolah.

Di sisi lain, Maya tersenyum manis saat mendapati piring kosong bekas Hana makan.

Wanita paruh bayah itu khusus memasakkan makanan kesukaan Hana, tanpa putrinya tau.

Hana melangkah dengan penuh percaya diri saat masuk ke dalam sekolah. Satpam sekolah yang dulu nyaris membantunya itu, terlihat cukup kaget karena Hana tidak telat hari ini bahkan wanita itu turun setengah jam sebelum masuk sekolah.

Double Benefit (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang