Bab 18 - Kepegian Roa -

22 4 0
                                    

Setelah nyaris satu jam perjalanan. Evan dan Hana sampai di rumah sakit, tempat Roa di rawat. Rumah sakit yang sama seperti sebelumnya. Jalanan cukup macet dan hal itu membuat perjalanan mereka menjadi lebih lama dari sebelumnya.

Evan membuka pintu mobil Hana dengan sedikit kasar dan segera berlari menuju ke dalam rumah sakit.

"Van, tunggu!" pekik Hana yang ketinggalan cukup jauh di belakang Evan.

Wanita itu ikut berlari walaupun jelas tertinggal jauh, setelah sampai di lantai dua. Evan berhenti tepat di depan ruang rawat Roa.

Hana yang akhirnya dapat mengejar Evan itu pun cukup merasa lega. Namun, dia terkejut saat melihat Evan yang tengah terdiam.

"Lo kenapa?" tanya Hana yang langsung membuat Evan sadar.

Evan menggeleng pelan, "Nggak papa kok."

Setelah masuk, Hana langsung mendapati Ibu Evan yang menangis di sisi ranjang Roa. Wanita itu memegang tangan Roa dengan erat dan hal itu membuat Evan juga Hana bingung.

Evan mendekat ke arah Ibunya dan menepuk bahu wanita tua itu. Tepukannya terasa begitu pelan. Tetapi, hal itu berhasil membuat Sari, Ibu Evan segera menoleh dan langsung memeluk Evan dengan Erat.

"Roa, Van. Roa. Roa, udah nggak ada," jelas Sari dengan terbatah karena tangisannya.

Evan yang mendengar penjelasan ibunya pun langsung menangis sejadi-jadinya dan Hana juga ikut menangis, merasakan kehilangan yang juga di rasakan oleh Evan dan ibunya.

"Roa!" teriak Evan dengan serak.

Pria itu bahkan sampai terduduk di lantai dan Hana segera membantunya untuk berdiri. Dibawanya pria itu untuk duduk di kursi.

"Van, lo nggak boleh gitu, Van," ucap Hana menguatkan. Padahal dia sendiri juga lemah.

Hana sesekali melirik wajah Roa yang sudah pucat, entah sejak kapan gadis kecil itu meninggal. Sari belum menceritakan apapun dan Hana merasa tidak enak untuk bertanya.

"Tapi, Han... ."

Hana menaruh jarinya di depan bibir Evan, "Sstt, lo nggak boleh cengeng gini. Nanti Roa di sana sedih. Lo harus inget kalau sekarang, Roa sudah tenang di sana dan udah nggak ngerasain sakit lagi."

Entah kenapa Hana menjadi bijak seperti ini, rasa sesak di dadanya masih terasa. Tetapi, dia malah mencoba untuk menenangkan Evan.

"Kalau lo belum kuat, kita ke sofa aja ya."

Hana segera membawa Evan untuk duduk di sofa yang berada tepat setelah pintu masuk, jaraknya cukup jauh dari kasur Roa.

Evan masih terisak dan sesekali menutupi wajahnya, pria itu sangat sedih sekarang dan belum bisa menerima kenyataan bahwa adik kecilnya meninggal.

Hana yang iba pun segera memeluk Evan dengan erat. Wanita itu juga mengelus punggung Evan yang bergetar hebat karena tangisannya.

"Lo kuat, Van. Gue yakin," ucap Hana dengan penuh penekanan.

Tak lama kemudian, datang dua orang anak yang Hana tidak kenali. Sepertinya mereka adalah kedua adik Evan yang lain. Evan sempat bercerita dengan Hana mengenai adik-adiknya itu, yang wanita bernama Lea dan yang laki-laki bernama Alvin.

Setelah masuk, mereka langsung memeluk Sari dengan erat. Hana yang melihat hal itu pun ikutan sedih. Namun, dia tidak menyadari bahwa Evan tengah pingsan di pelukannya.

"Van, lo kenapa Van?" tanya Hana sembari menepuk wajah pria itu.

Pantas saja semakin lama, tubuh Evan semakin berat. Hana segera membaringkan tubuh Evan dan memberi minyak kayu putih di hidung pria tersebut. Minyak kayu putih yang ada di meja tepat di depan sofa. Hana sendiri kurang tau siapa yang memiliki minyak tersebut.

Double Benefit (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang