5. UKS

62 43 4
                                    

Hari berikutnya tidak jauh berbeda, rumor tentang Alin masih santer dibicarakan.

Untuk kaum kelas menengah ke bawah sepertinya, mengatasi rumor semacam itu bukanlah perkara mudah. Alin tidak punya cukup uang untuk menyewa pengacara dan mengusut kasus pencemaran nama baik semacam ini, hal yang mungkin akan dilakukan teman-temannya yang lain jika saja berada di posisinya sekarang. Maka yang bisa Alin lakukan hanya diam, membiarkan rumor itu terus dibicarakan hingga perlahan menghilang dengan sendirinya saat orang sudah mulai bosan.

Hanya saja semua itu perlu waktu, dan tentu saja bukan waktu yang sebentar.

BRUK

Alin kontan terjerembab ke lantai saat seseorang menjegal kakinya dengan sengaja, tak lama kemudian disusul tawa puas dari si pelaku. Alin hanya bisa meringis kesakitan sebab bagian lututnya menghantam keras dasar lantai, sementara buku-buku yang tadinya ingin ia bawa ke ruang guru justru jatuh berceceran di sekitarnya.

Rani, si pelaku penjegalan barusan merunduk menatapnya dengan tawa mengejek. Sementara kedua temannya yang lain, Jessie dan Shinta juga ikut menertawakannya.

"Kenapa, Lin? Sakit? Itu balasan karena lo udah bikin gue dimarahin sama Bian kemarin, juga pelajaran buat lo biar nggak keseringan caper ke dia!" ucap Rani sembari mendorong kasar kepala Alin dengan jari telunjuknya.

Maraka Albian, Alin tau kalau Rani memang menyukai pemuda itu sejak dua tahun lalu. Dan karena alasan itulah mengapa Rani begitu membenci dirinya, bahkan sampai membully-nya seperti ini. Hanya karena Bian kerap kali menolongnya saat sedang diganggu, itu saja.

Padahal aslinya Alin tidak merasa sedekat itu dengan Bian. Lalu tindakan Bian yang kerap kali menolongnya ya karena dia adalah ketua osis, dia merasa bertanggung jawab atas apa yang menimpa murid-murid seperti Alin. Ditambah lagi Bian memang baik. Bukan hanya pada Alin, bahkan ke murid yang lain pun Bian selalu baik. Itulah mengapa pemuda itu jadi kesayangan guru-guru di sekolah, bahkan dipilih oleh mayoritas siswa saat pemilihan osis semester lalu.

Tapi ya namanya juga Rani, gadis itu malah berpikir sebaliknya. Rani menganggap kalau Alin sengaja cari perhatian ke Bian dengan pura-pura jadi gadis lemah supaya bisa ditolong sama Bian, meskipun aslinya tidak begitu.

Alin tidak pura-pura lemah, melainkan dia sadar diri. Dengan dia diam begini saja orang-orang termasuk Rani sudah sangat membencinya, bahkan sampai membully-nya. Apalagi jika Alin bertingkah sok pemberani? Dia tidak punya uang maupun koneksi yang cukup untuk membantunya membela diri, dia juga tidak mau mencari masalah di sekolah yang berujung akan merepotkan Om David dan Tante Rahayu. Maka ia pikir, dengan hanya diam dan tidak melawan adalah cara yang benar agar bisa bertahan di tempat ini setidaknya sampai lulus sekolah nanti.

"AKH...!"

Alin kontan menjerit saat lututnya yang baru saja ia sadari terluka, ditendang dengan kasar oleh Rani. Hal itu yang lantas membuatnya batal berdiri dan berujung terduduk kembali ke lantai koridor yang dingin. Akibat dari ulah Rani tersebut, luka di lutut Alin jadi semakin parah bahkan sampai mengeluarkan darah.

"Ups, luka ya?" Jessie, pura-pura terkejut sembari menutup mulutnya dengan wajah mengejek.

Shinta yang berdiri di sebelahnya hanya tertawa menyaksikan permandangan tersebut.

"Ewh, sepatu gue jadi kotor kan kena darah lo. Bersihin!" Rani mengangkat kakinya ke depan wajah Alin yang mengernyit kebingungan. "Pakai mulut lo, kalau perlu."

Jessie tertawa puas, begitupula dengan Shinta yang langsung inisiatif mengeluarkan ponsel dari saku kemejanya untuk merekam momen tersebut.

Tanpa ketiganya sadari, Alin sudah meremas bagian roknya dengan kuat. Menahan sekuat tenaga untuk tidak kelepasan menyingkirkan kaki itu dengan kasar dan balik mendorong Rani hingga terjatuh. Alin tidak selugu itu, dia juga tidak selemah itu. Meskipun terkenal pendiam, aslinya dia juga punya sisi jahat kok. Dia selalu punya keinginan untuk membalas perbuatan Rani juga orang-orang yang kerap kali mengganggunya, hanya saja ia tidak pernah mampu melakukan itu.

Two WorldsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang