Dua hari berlalu setelah kejadian Alin menguping pembicaraan Rion di telpon, pemuda itu tidak menunjukkan perubahan yang berarti. Rion kelihatan santai saja mengajak Alin mengobrol, yang kemudian ia asumsikan kalau pemuda itu tidak mengetahui saat dirinya menguping waktu itu.
Syukurlah, setidaknya Alin aman kali ini.
"Yang mau es krim ambil sendiri di kulkas ya!" seru Rion, selaku pemilik rumah sembari mengambil tempat bersebelahan dengan Alin yang duduk di kursi depan kolam renang.
Mereka berlima memang sedang duduk bersantai di sana, hanya Lail dan Noah saja yang menceburkan diri ke kolam. Kavi tampak sibuk dengan MacBook di pangkuan, duduk menyandar pada kursi sembari melipat kaki. Sementara Rion sendiri mulai menikmati es krim di tangannya.
"Ada yang mau nitip es krim nggak?" tawar Alin sambil berdiri, dua pasang mata menatap ke arahnya nyaris bersamaan.
Lail langsung mengangkat tangannya tinggi-tinggi setelah mengusap wajahnya yang basah, "Gue, gue!"
"Gue juga ya, apa aja terserah yang penting bukan rasa stroberi." Kavi ikut menimpali, matanya kembali fokus pada layar MacBook.
Alin mengangguk mengerti. Perhatiannya kemudian tertuju pada sosok Noah yang baru saja memunculkan kepalanya dari permukaan air, rambutnya yang basah dan menutupi mata diusap ke belakang hingga pandangan mereka seketika bertemu. Pipi Alin merona, perpaduan antara salah tingkah sekaligus malu karena ketahuan memandangi pemuda itu tanpa mengedip.
Gadis itu buru-buru berdehem, "Mau es krim nggak, No?" tawarnya kemudian.
"Mau, tolong ambilin ya."
"Eum, oke."
Tanpa banyak berkata-kata lagi, Alin buru-buru ngacir masuk ke rumah Rion dan berjalan menuju dapur. Kebetulan di sana sepi, jadi Alin mengambil waktu untuk menetralkan detak jantungnya dulu selama beberapa saat.
Pesona Noah memang tidak bisa dibantah ya. Pantas saja banyak gadis yang jatuh hati padanya, Alin jadi mengerti sekarang. Sekaligus meruntuki tindakan bodohnya beberapa saat lalu.
'Astaga, jangan sampai gue naksir sama si Noah juga!' batinnya bersuara, tak terima.
Berusaha mengusir pikiran-pikiran tak masuk akal itu dari kepalanya, Alin buru-buru mengambil empat bungkus es krim secara random dan membawanya kembali ke area kolam. Teman-temannya pasti sudah menunggu di sana, Alin menghabiskan terlalu banyak waktunya di dapur untuk melamun.
Sesampainya di pinggiran kolam, ia segera memberikan satu persatu es krim yang dibawanya tadi pada Kavi, Lail, dan Noah. Kavi tersenyum seraya mengucapkan terima kasih. Lail duduk di pinggiran kolam dengan handuk di bahu, menerima pemberian Alin dengan ucapan 'thanks'. Sisa es krim terakhir ia serahkan pada Noah yang duduk di sebelah Lail, sebuah handuk juga tersampir di bahu pemuda itu.
Hanya saja es krim tadi tak juga disambut oleh Noah. Sebaliknya, pemuda itu justru memandangi bungkus es krim dan wajah Alin secara bergantian. Keningnya berkerut bingung.
"Kenapa? Lo nggak suka rasa coklat kacang?" tanya Alin dengan wajah polos.
Rion yang semula setengah rebahan di kursi sembari menutup mata, mendadak bangun saat mendengar kata 'kacang'. Tak jauh berbeda, Kavi yang semula sibuk dengan MacBook-nya pun ikutan menoleh. Hanya Lail yang buru-buru ambil tindakan dengan merebut es krim di tangan Alin yang semula ingin diberikan pada Noah.
"Amara, Noah kan alergi kacang. Lo lupa apa gimana sih?" Kening Lail berkerut disertai dengusan sebal. Kemudian ia menyerahkan es krim miliknya yang belum sempat dimakannya itu pada Noah, "makan punya gue aja nih." Yang kemudian langsung diterima Noah tanpa pikir panjang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Two Worlds
Teen FictionApakah kamu percaya tentang adanya dunia paralel? Alin awalnya tidak percaya. Namun kejadian saat ia tenggelam dan diselamatkan oleh seorang gadis yang memiliki wajah begitu mirip dengannya, Alin mengubah pemikirannya tersebut. Karena begitu ia terb...