"Apa jangan-jangan Kak Amara bukan berasal dari dunia ini ya?"
"Maksud lo?"
"Dunia paralel, tau nggak?"
"Ah, here we go again."
Ale menghela napas sembari merotasikan bola matanya jengah. Sekarang mereka bertiga sedang berkumpul di meja makan setelah selesai menikmati makan malam hasil delivery, karena ternyata Amara ini tidak bisa masak dan Ale terlalu malas untuk memasak. Alhasil lebih mudah bagi mereka untuk pesan di luar saja. Bahkan piring bekas makan malam itu masih berserakan di atas meja hingga saat ini.
Ngomong-ngomong, Jiwa itu memang suka sekali segala hal yang berkaitan tentang alam semesta beserta konspirasinya. Termasuk alien, juga dunia paralel yang tadi disebutnya. Ale paling malas jika mendengar Jiwa mengoceh tentang hal di luar nalar begitu, hanya Alin biasanya yang tahan sampai mau repot menanggapi ocehan adiknya tersebut.
"Dunia paralel itu apa?" tanya Amara yang tentu saja dijawab Jiwa dengan senang hati.
"Berdasarkan teorinya, dunia paralel itu adalah tentang adanya alam semesta lain yang mirip sama alam semesta kita. Bisa dibilang, dunia paralel itu dunia yang ada di universe lain."
Amara sempat terdiam karena belum sepenuhnya mengerti apa yang dimaksud Jiwa. Dia memang pernah mendengar istilah itu sebelumnya, tapi baru kali ini ia benar-benar penasaran akan hal tersebut.
"Jadi maksud lo ada dua dunia, gitu? Dan kita berasal dari dunia yang berbeda?"
"Nggak, aku yakin aslinya pasti ada lebih dari dua. Galaksi aja nggak cuma satu kan? Terus masa iya sih di galaksi bima sakti ini cuma ada satu planet yang bisa ditinggali? Mungkin aja kan tempat tinggalnya Kak Amara, tepatnya di universe lain itu ada planet semacam bumi yang bisa ditinggali dan keadaannya mirip kayak kita di sini termasuk manusia-manusianya juga?"
"Semacam diri kita yang lain?"
"Bukan diri kita yang lain, tapi seseorang dengan penampilan yang mungkin mirip sama kita yang sekarang. Misalnya aja nih, di dunia Kak Amara mengenal yang namanya Ale itu sebagai murid cupu yang pernah kakak pukul sampai babak belur di sekolah. Sementara di dunia ini kakak ketemu lagi sama yang namanya Ale, dengan wajah yang sama, namun sifat dan kehidupan yang berbanding terbalik dengan yang ada di sana. Tapi sudah pasti Ale yang ini bukan murid cupu miskin yang kakak bully itu. Terus kalau di dunia yang lain lagi, bisa jadi Ale itu malah udah meninggal bertahun-tahun yang lalu. Sampai sini paham nggak?"
Oke, ini terdengar menarik. Bahkan Ale yang semula tak tertarik sama sekali mulai pasang telinga untuk ikut mendengarkan obrolan Amara dan Jiwa tersebut.
Setelah mendapati anggukan tanda mengerti dari Amara, Jiwa kembali menjelaskan.
"Nah, yang mirip di sana bukan cuma manusianya aja. Bisa jadi tempat tinggalnya, sekolahnya, kantor-kantor, gedung pencakar langit, dan lainnya pun terlihat sama. Termasuk danau yang kita datangi tadi."
"Terus kalau semisal danaunya aja ada, bahkan sama persis kayak di dunia gue. Kenapa villanya Rion malah nggak ada?"
"Mungkin aja villa itu ada, tapi bukan di sana letaknya, dan bisa jadi yang punya bukan Rion namanya. Kalaupun bernama Rion, belum tentu Rion yang di sini kenal sama Kak Amara. Sama halnya kayak kak Amara yang nggak kenal sama aku, karena bisa jadi di dunia sana kak Amara belum pernah ketemu aku. Sementara di dunia ini aku dan kakak adalah saudara."
"Ah, itu masuk akal sih."
Saking asiknya mendengarkan, Ale sampai tidak sadar menopang dagunya di atas meja hingga kelepasan bertanya, "Kalau gitu mungkin nggak sih diri kita yang ini saling terhubung sama diri kita yang ada di dunia lain?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Two Worlds
Teen FictionApakah kamu percaya tentang adanya dunia paralel? Alin awalnya tidak percaya. Namun kejadian saat ia tenggelam dan diselamatkan oleh seorang gadis yang memiliki wajah begitu mirip dengannya, Alin mengubah pemikirannya tersebut. Karena begitu ia terb...