16

49 46 96
                                    

Cahaya matahari masuk melewati celah-celah gorden. Burung terdengar berkicau di kejauhan. Baghiz membuka matanya dan melihat jam di nafas samping tempat tidurnya. Sudah pukul 6, batinnya.

Baghiz beranjak ke bar dan menuangkan segelas air putih untuk diminumnya. Saat ini keadaan apartemennya bersih dan rapi jadi Baghiz tidak perlu beres-beres.

Karena hari ini tidak ada jadwal latihan dan tidak ada janji bertemu dengan siapapun, Baghiz memutuskan untuk duduk menonton tv dibandingkan mandi. Baghiz juga tidak bekerja paruh waktu seperti temannya yang lain, dikarenakan dia memang terlahir dari keluarga yang berada.

Dingdong!...dingdong!...

Keasyikannya menonton tv terganggu oleh suara bel apartemennya. Ada yang datang tanpa memberitahu Baghiz terlebih dahulu. "Siapa ya?" Baghiz berbicara kepada dirinya sendiri.

"Eh Raveena!" Setelah membuka pintu, Baghiz terkejut mendapati Raveena berdiri di depan apartemennya sambil membawa paperbag yang entah apa isinya.

"Hai Baghiz. Kamu kaget ya," Sebaliknya, Raveena malah terlihat senang mendapati Baghiz ada di apartemennya, bukan di rumahnya. "Aku bawain sarapan buat kamu," lanjutnya sambil mengacungkan paperbag yang dia bawa.

Baghiz mempersilakan Raveena masuk dan duduk di sofa depan tv. "Bukannya sekarang lo ada shift di cafe?"

Sama seperti Aletta, Raveena juga bekerja paruh waktu. Bedanya dia bekerja di cafe, bukan mengajar les badminton.

"Nanti jam delapan. Sekarang kan baru jam setengah tujuh,"

Baghiz mengangguk mengiyakan. Dia membuka kotak makanan dari Raveena. Disana tersaji nasi goreng beserta acarnya. "Lo udah sarapan?"

"Udah,"

"Kalo gitu gue makan ya," Sedikit demi sedikit nasi goreng yang dibawa Raveena habis dimakan Baghiz.

"Gimana rasanya? Enak gak?" Tanya Raveena antusias.

"Enak banget,"

Selagi Baghiz menghabiskan sarapannya, Raveena asyik menonton tv yang menayangkan reality show pagi. "Eh iya, Ghiz. Kamu mau tau cerita tentang Aletta gak?"

"Cerita apa?"

"Cerita kalo dia pernah masuk Tim nasional tapi diusir," Raveena berbicara semenarik mungkin agar Baghiz tertarik mendengar topik yang akan dibicarakannya.

"Nggak ah. Itu masalah Letta, gue gak harus tau,"

"Tapi kamu harus tau. Yaudah kami dengerin aku aja. Jangan ngelawan" Raveena menarik napas panjang sebelum memulai bercerita. "Jadi gini, sebenarnya dia itu anggota Tim nasional, dia juga pernah mengikuti turnamen Thomas Cup dan menang. Nah karena dia menang, dia jadi ngerasa paling jago. Jadilah dia suka ngebully anggota yang lebih junior. Terus ada yang ngelaporin Aletta ke pelatih, akhirnya dia dikeluarkan dari Tim nasional dan bekerja menjadi pelatih les. Sekian,"

Kedua alis Baghiz tertaut mendengar cerita dari Raveena. "Kok gue gak percaya sih? Setau gue dia itu orangnya baik dan gak sombong,"

"Dia ngambil pelajaran dari masalahnya dulu. Jadi sekarang dia baik,"

"Bentar. Kenapa lo tau kisah Aletta? Lo tau dari mana?" Baghiz semakin curiga dengan cerita Raveena.

"Setelah Aletta keluar, aku masuk ke Tim nasional. Semua orang cerita masalah itu ke aku. Tapi Aletta sendiri gak mai ceritain itu. Mungkin dia malu," Tidak kehabisan akal, Raveena melanjutkan ceritanya lagi. "Yaudah aku mau berangkat kerja. Bye, Baghiz,"

Baghiz tidak menanggapi cerita akhir dari Raveena, dia memilih diam dan mengantarkan Raveena sampai ke depan pintu apartemennya. "Makasih sarapannya," ucapnya singkat.

My Letta (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang