Jean memarkirkan mobilnya di parkiran taman, membuka pintu penumpang depan dan penumpang belakang. Gio semangat banget, kinara apalagi. Mereka sekarang lagi di taman deket rumah haikal, bareng nazel. Tu anak pengen ikut karena mau beli seblak katanya.
Nazel mengedarkan pengelihatannya, mencari cari gerobak seblak yang akan di belinya. Gio mendekat ke arah kanan nazel dan mengandeng tangan pemuda itu. Sedangkan kinara yang sedang menggandeng tangan kanan ayahnya menjulurkan tangan kanannya untuk menggandeng tangan kiri nazel.
"Ayah, kina mau beli ice cream". Kinara menunjuk stand ice cream yang tak jauh di tempatnya berdiri.
"Lest go!". Gio menarik tangan nazel yang mau tak mau menarik juga tangan yang ada di genggaman yang lain.
"Mau rasa apa kak?". Si penjual bartanya sambil membuka wadah ice cream nya.
"Kina mau stroberi!".
"Gio juga!".
"Stroberinya dua, coklatnya satu. Oh iya na kamu mau rasa apa?". Jean melirik nazel yang lagi melihat lihat sekeliling.
"Ya?, eum vanila aja". Si penjual memberikan ice cream yang di pesan oleh mereka.
"Ini kak, selamat menikmati. Anw keluarganya harmonis banget kak, jadi iri". Nazel membelalakan matanya. Menatap mba mba penjual yang lagi tersipu. Jean terkekeh, menjauh dari stand itu ke salah satu kursi yang ada di taman itu.
"Kakak manis, cobain ice crem kina deh enak loh".
"Jangan, mending yang gio aja, yang gio lebih enak". Dua anak itu menyodorkan sendok yang berisi ice cream stroberinya. Bertengkar mulut untuk membujuk nazel memakan ice cream yang mereka punya. Padahal rasanya sama sama stroberi.
"Kalian makan aja, kakak ga suka stroberi". Nazel menghentikan pertingkaian itu. Menyuapi mereka dengan ice cream yang ada di tanganya.
Jean melirik nazel yang lagi fokus memakan ice cream nya. Berkata dalam hati bahkan sama sama ga suka stroberi.
Ⓐⓑⓒ
"Ada na?". Haikal menyambut kedatangan nazel dengan berbinar.
Nazel ngangkat plastik berisikan seblak itu, membawanya ke ruang tengah untuk dimakan bersama haikal.
"Wih apa tuh". Mahen bergabung duduk di dekat haikal yang udah mulai sibuk dengan seblaknya.
"Mau dong aaa". Mahen membuka mulutnya, meminta suapan dari haikal. Haikal menatap mahen sengit. Ia bawa si seblaknya memunggungi sang suami.
"Ih pelit, na mau dong aaa". Mahen pindah ke sebelah nazel yang masih bergulat dengan plastik dari seblak itu.
"Bentar". Setelah terbuka, nazel menyuapi mahen yang dari tadi menganga minta suapan dari dia.
" pedes banget gila!". Mahen berlari menuju dapur, mengambil minum.
"Kak ikal, eum pengen minta anterin ke makam ka nana boleh?". Jean yang sedang memakan cilornya berhenti, menatap nazel yang sedang sibuk dengan tulang ayamnya.
"Boleh, entar ya sorean biar ga panas". Nazel ngangguk.
"Mau kemana?". Tanya mahen
"Mangkal". Mahen mendelik, menyentuh dahi istrinya.
"Apaan sih!". Haikal menjauhkan tangan itu dari wajahnya.
-
-
-
Nazel bersimpuh di sebelah nisan yang paling ia rindukan, mengusap batu nisan itu sebelum menunduk menumpahkan air mata yang susah untuk ditahan.
Haikal yang ga jauh dari sana melihat dengan jelas bagaimana nazel memukul dadanya sendiri dan menunduk dengan tangan kiri yang terkepal.
Jean yang rasanya ingin memeluk tubuh bergetar nazel yang semakin terisak disana. Melihat bagaimana mata madu itu tak berhenti mengeluarkan laharnya membuat hati jean yang sudah tergores semakin tergores.
Nazel berdiri, mengusap kedua matanya dan berbalik menjauh dari sana. Jean yang melihat itu mendekat ke makam navon. Haikal dan mahen menyirit melihat jean yang sudah berjongkok disana dengan tangan yang mengelus nisan navon.
Nazel berbalik mendekati jean yang sepertinya sedang berdoa.
"Yang tenang ya kamu di sana, biar aku juga tenang disini". Jean mengecup nisan navon.
Nazel memasukan kedua tangannya di saku celananya. Merunduk untuk memudahkan ia berbisik ke jean.
"Ketenangan seperti apa yang kamu inginkan?
Bahkan orang mati pun masih didoakan untuk tenang"."Na...".
'Kata kata itu persis seperti kamu yang berbicara saat kakek udah ga ada, maaf na maaf'
Flashback
16 juni tahun 20xx adalah tahun yang terberat untuk jean, ditengah sibuknya ujian akhir dia di berikan ujian hidup yang mengharuskan kakek tercintanya merenggut nyawa.
3 tahun tidak bertemu dengan kakek nya membuat jean sangat sangat terpuruk.
Selama 6 bulan berturut turut jean dan sahabatnya navon suka sekali berkunjung ke makam kakeknya itu. Navon sampai jengah selama 6 bulan itu melihat kelakuan sahabatnya itu seperti mayat hidup yang mencari uang.
"Kakek yang tenang ya disana, biar jean tenang disini".
Navon menghela nafas jengah, menatap jean dengan tatapan yang sulit di artikan.
"Ketenangan seperti apa yang kamu inginkan?
Bahkan orang mati pun masih didoakan untuk tenang". Jean mendongkak, menatap navon yang sedang berdecih sembari menggelengkan kepalanya.Sejak saat itu jean mencoba untuk mulai mengikhlas kan kepergian kakek nya. Kata kata navon benar, ketenangan apa yang dia inginkan. Kalo bisa makan dengan enak juga udah tenang.