"Anthony, menjadi pewaris takhta adalah takdir kita," ujar Prince Joseph, "Ayah, dirimu, Kakek, dan Raja-Raja terdahulu adalah orang-orang terpilih yang dipercaya untuk bertanggung jawab atas takhta itu," jelasnya.
"Uhm," Anthony tidak berani menatap Ayahnya, "jika suatu hari Ayah wafat, aku tidak ingin melakukan upacara apapun selain upacara doa dan pemakaman," ujarnya, "aku hanya ingin bersedih dan berkabung tanpa melakukan hal lain,"
Deg. Prince Joseph merasa jantungnya terhenti sedetik. Prince Joseph jadi merasa seperti seorang anak yang antipati karena tidak pernah berpikiran seperti itu tentang Ayahnya.
Prince Joseph berdeham, "ahem, Anthony, bukankah kau adalah anak yang pemberani? Kenapa takut menjadi Raja?" tanyanya, "kau harus kuat, nak. Kau adalah satu-satunya putra Ayah," ujar Prince Joseph lirih.
Anthony hanya diam saja. Ia memandang Ayahnya sebentar, kemudian mengalihkan pandangan. Apakah menjadi Raja artinya ia pemberani, dan tidak menjadi Raja artinya ia pengecut?
Ayahnya jelas ingin Anthony menjadi Raja kelak. Mungkin ia akan sangat kecewa jika Anthony tidak dapat melakukannya. Entahlah, mungkin Anthony memang pengecut. Ia takut tidak mampu menanggung kesedihan semacam itu.
---{{•••}}---
London, November 2005
"Ibu, kami berangkat sekolah dulu," ujar Anthony dan Anneliese bersamaan.
Sudah dua bulan berlalu sejak wafatnya King Albert III. Seluruh Great Britain telah menjalankan aktivitas seperti biasa, termasuk Anthony dan Anneliese. Sebentar lagi musim gugur akan berakhir dan libur musim dingin akan segera tiba. Ini adalah hari-hari favorit mereka karena berturut-turut, hari ulang tahun, hari natal, dan tahun baru akan segera tiba.
Hari ini adalah pekan seni di Belgravia School. Sekolah itu mengadakan Pesta Seni di halamannya yang hijau. Semua murid dari tahun ketiga hingga tahun kedelapan, dapat melakukan kegiatan seni yang mereka sukai, tidak dikelompokkan dengan kelas, maupun angkatan. Hanya berkumpul sesuai kegiatan yang ingin mereka lakukan.
Anthony memilih untuk berada di kelompok keramik. Ia suka membentuk tanah liat menjadi macam-macam cangkir dan vas yang bergelombang. Sementara Anneliese memilih untuk berada di kelompok melukis. Ia ingin melukis pemandangan indah halaman sekolahnya dengan langit biru yang cerah hari ini.
"Ah!" seseorang menumpahkan cat ke seragam Anneliese, bukan hanya satu, tapi dua botol cat berwarna kuning dan hijau.
"Oh, tidak," ujar gadis kecil yang menumpahkannya, "Your Highness, aku minta maaf," ujarnya menyesal dengan wajah yang terlihat panik.
Anneliese tampak bingung dan terkejut. Dari wajah paniknya, ia tahu gadis itu tidak sengaja. Tapi tentu saja ia sedikit kesal, "ambilkan saja lap basah," ujarnya.
Gadis itu pun mengeluarkan sapu tangan dari dalam saku dan membasahinya dengan sebotol air. Ia lalu mengusap-usapkan sapu tangan itu, mencoba membersihkan tumpahan cat yang cukup pekat mewarnai rompi dan rok Anneliese.
"Maafkan aku, aku sungguh tidak sengaja," Margaret meminta maaf lagi.
"Oh, Margaret! Kau sungguh ceroboh," ujar gadis lain yang berkuncir kuda, "semoga Anda mengerti, Your Highness," imbuhnya, "Margaret tidak mendapat pelajaran etika di rumahnya, Ibuku bilang dia agak berbeda dari kita,"
Margaret melempar lirikan sinis kepada gadis itu, tapi ia sedang sibuk membantu Anneliese membersihkan seragamnya. Ia tidak punya waktu untuk meladeni gadis sombong yang suka bicara itu.
"Oh, Your Highness! Apa yang terjadi pada seragam Anda?" tanya Ms. Florence, guru mereka.
"Margaret, dengan ceroboh, menumpahkan dua botol cat pada Princess Anneliese," gadis berkuncir kuda yang berbicara.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Thorny Throne [Selesai]
Historical FictionPrince Anthony tidak ingin menjadi Raja. Ia tidak pernah menginginkan hak waris, yang disebut istimewa, itu. *** Terlahir sebagai cicit laki-laki pertama Sang Raja, Anthony dipaksa menerima masa depan yang bukan pilihannya. Sejak kecil, ia sudah men...