The Prince's Promises

42 12 0
                                    

Knock knock.

"Ayah, boleh aku masuk?"

Anthony baru saja mengetuk pintu ruang kerja Ayahnya. Dua orang penjaga berdiri tegap di kiri dan kanan pintu. Sementara seorang asisten sedang menggunakan telepon istana untuk menghubungi seseorang.

Area selatan adalah area yang jarang sekali dikunjungi Anthony karena yang ada di sana hanyalah ruang kerja, ruang pertemuan, dan ruang rapat pribadi Ayahnya. Area tersebut hanya digunakan untuk kebutuhan kerja.

Berbeda dengan sayap timur yang berisi ruang minum teh, ruang makan, ruang keluarga, dan ruang rekreasi. Sayap timur adalah favorit Anthony.

"Masuklah, Nak," Anthony bisa mendengar suara Ayahnya dari balik pintu.

Anthony segera masuk setelah dipersilakan. Ia bisa melihat Ayahnya sedang fokus membaca beberapa halaman berkas. Sebuah kotak yang dilapisi berudu berwarna biru tua, tergeletak di atas meja kerja Ayahnya. Isinya adalah ratusan atau bahkan ribuan lembar berkas lainnya.

"Ada apa Anthony?" tanya Prince Joseph setelah meletakkan berkasnya.

"Oh, uhm, itu," Anthony ragu harus memulai darimana, "tentang kunjungan The Duke,"

"Hm, ya?" Prince Joseph melirik jam tangannya, "mungkin satu setengah jam lagi mereka tiba," ujarnya.

"Uhm, apa aku boleh absen?" tanyanya pelan.

Prince Joseph mencondongkan tubuhnya, "kenapa? Kau merasa tidak sehat?" ia tampak khawatir.

"Uhm," Anthony bisa saja berbohong, tapi ia tidak terbiasa, "tidak juga," ucapnya ragu.

"Oh? Lalu?"

Anthony menggaruk-garuk tengkuknya, "uhm, tadi pagi Abby, kura-kura peliharaanku mati," jelasnya perlahan, "suasana hatiku jadi tidak enak, aku ingin menghabiskan waktu sendirian saja seharian, sambil bermain gim,"

"Oh," Prince Joseph diam sebentar, pandangan matanya tampak seperti sedang berpikir, "sebenarnya, tidak masalah jika kau tidak ikut," ujarnya, "tapi Ayah rasa ikut makan siang dan mengobrol akan memperbaiki suasana hatimu,"

"Begitukah?" Anthony bingung mau menjawab apa, Ayahnya punya cara lain untuk membujuk dan biasanya itu ampuh.

"Ya," Prince Joseph mengangguk, "Sir Wilton punya anak yang seumuran denganmu, kau dan Anneliese bisa bermain bersamanya,"

"Err, tapi aku tidak yakin," ujarnya pelan.

"Your Highness, bolehkah aku masuk?" terdengar suara Princess Patricia dari luar ruangan. Jantung Anthony berdegup kencang lagi.

"Ya, Patrice, masuklah," sahut Prince Joseph.

Anthony melihat Ibunya masuk, masih dengan wajah yang cukup menyeramkan. Ia bahkan tidak melirik Anthony sedikitpun. Anthony jadi ragu, apa ia sudah bertindak terlalu jauh?

"Patrice, kau terlihat kesal," ujar Prince Joseph.

Princess Patricia menghela napas, "tidak apa, hanya sedikit kesal," sahutnya.

"Ibu, tolong jangan terlalu marah," pinta Anthony akhirnya, "aku hanya ingin menghabiskan waktu dengan caraku sendiri,"

Princess Patricia hanya diam, tidak menggubris Anthony.

Prince Joseph melirik anak dan istrinya secara bergantian, "kalian bertengkar?" tanyanya, "karena Anthony tidak mau ikut menjamu tamu?"

"Tanyakan saja pada putramu, bagaimana dia menaikkan nada bicara pada Ibunya," tukas Princess Patricia.

Mata Prince Joseph membesar, "kau membentak Ibumu?" tanyanya pada Anthony.

Anthony menghela napas panjang, "aku tidak sengaja, Yah,"

The Thorny Throne [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang