"Lalu, apa rencanamu setelah lulus universitas?" Margaret bertanya pada Anthony.
"Uhm," Anthony menghadapkan tubuhnya pada Margaret, "ada satu rencana, tapi aku belum yakin," ia menatap serius pada Margaret.
Margaret menatap wajah Anthony yang ada di hadapannya. Tiba-tiba wajahnya memanas dan jantungnya berdebar dengan sangat kencang sampai rasanya gemetar.
"R-rencana apa?" gadis itu bersusah payah menyembunyikan getaran dalam suaranya.
Anthony mengembuskan napas pelan, "aku ingin berlayar keliling dunia," matanya berkilauan penuh semangat dan antusias.
Sedangkan mata Margaret membesar, "berlayar? Keliling dunia?" hatinya mencelos, entah apa yang diharapkannya barusan, tapi ia kecewa.
"Ya," Anthony mengangguk cepat, "bagaimana menurutmu?" ia memiringkan kepalanya, "mungkin butuh tiga sampai empat tahun untuk melakukannya," ujarnya ragu.
Margaret terdiam, matanya yang tadi menatap Anthony turun menuju rerumputan, "lama sekali," gumamnya sangat-sangat pelan.
Tapi Anthony mendengarnya, "itu baru rencana, belum ada yang aku persiapkan," ia segera menjelaskan. Dilihat dari wajahnya, sepertinya Margaret tidak senang.
Tiba-tiba Margaret mengangkat kepalanya lagi, tatapan matanya juga sudah kembali terisi semangat, "selama belasan tahun kau tidak bisa melakukan hal yang kau sukai," ujarnya, ia menatap ke arah langit, "tahun depan, akhirnya usiamu sudah dua puluh satu, kau sudah bebas dari janji itu," ia membuang napas lega, "selamat," Margaret memberi senyum tertulusnya.
Anthony mengangguk-angguk, "butuh dua belas tahun untuk lepas dari janji bodoh itu," ia tersenyum sendiri.
"Tidak bodoh sama sekali, itu adalah caramu menunjukkan prinsip," ujar Margaret, "aku bangga padamu, meski kau menyebalkan," guraunya.
"Aku menyebalkan?" Anthony tidak terima.
"Ya, sifat keras kepalamu itu sangat menyebalkan,"
Anthony memicingkan mata, "jika kau perhatikan sedikit, aku hanya keras kepala untuk hal-hal kecil," ia membela diri, "tapi saranmu selalu aku turuti jika menyangkut hal penting,"
Satu alis Margaret terangkat, "contohnya,"
Anthony memiringkan kepala, "tentang berlayar keliling dunia," ia memasukkan kedua tangan ke dalam saku, lalu mencondongkan kepalanya agar sejajar dengan Margaret, "jika kau punya pendapat, saran, dan kritik, aku akan menurutinya,"
Ugh. Jantung Margaret berdegup kencang lagi. Apa-apaan sahabatnya ini?
"Uhm, uh, aku," Margaret linglung seketika, sementara Anthony masih di sana, 5 inci di hadapan Margaret, menunggu jawaban, "pergilah, gapai impianmu," ucap Margaret akhirnya.
Anthony memundurkan wajahnya. Ia harusnya senang, tapi ada rasa kecewa karena sedikitpun Margaret tidak menahannya.
"Apa tidak masalah?" Anthony masih ingin memastikan.
"Mm-hmm," Margaret mengangguk, "tapi berjanjilah, setelah kembali ke London, aku orang kelima yang akan kau temui,"
"Orang kelima? Siapa yang pertama hingga keempat?" tanya Anthony bingung.
"The King, The Queen Consort, The Queen Mother, lalu Princess Anneliese,"
Margaret dan Anthony tertawa bersama, "kalau begitu kau orang keenam,"
Margaret mengernyit, "siapa lagi?"
"dr. Aaron!" jawab Anthony, "mereka akan menikah, aku pasti bertemu dengannya jika menemui Anneliese,"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Thorny Throne [Selesai]
Ficción históricaPrince Anthony tidak ingin menjadi Raja. Ia tidak pernah menginginkan hak waris, yang disebut istimewa, itu. *** Terlahir sebagai cicit laki-laki pertama Sang Raja, Anthony dipaksa menerima masa depan yang bukan pilihannya. Sejak kecil, ia sudah men...