"Kau yakin?"
"Aku sangat yakin,"
Lagi-lagi, pagi ini David yang membangunkan Anthony. Walaupun wajahnya sendiri pucat dan matanya memerah karena belum tidur semalaman, David tetap semangat menemui Anthony dan memberi laporan.
"Jadi menurutmu aku harus apa? Aku tidak mungkin memojokkan pihakku sendiri, kan? Jaksa dan pengacara akan merasa dipermainkan jika aku melakukannya," ujar Anthony.
David menggeleng, "entahlah, aku tidak tahu, aku hanya ingin memberitahu kebenaran padamu, sisanya terserah padamu, jika kau ingin diam pun tidak masalah,"
"Bagaimana aku bisa diam melihat hal yang salah?" gumam Anthony.
"Ya, aku tahu posisimu, di satu sisi nama baik Aaron terpulihkan, hukuman Isabelle juga dikurangi, dan kau tidak perlu memaksakan diri menjadi The Prince,"
David menepuk bahu Anthony, "tapi di sisi lain hati nuranimu memberontak karena ternyata pamanmu itu hanya kambing hitam,"
Anthony mengangguk, "jujur saja fakta ini sangat menggangguku, aku bahkan sudah mencoba mengorek informasi dari Chris, tapi ia tetap pada pengakuan awalnya, tidak goyah sedikit pun,"
"Mungkin kau harus berdiskusi dengan ayahmu," ujar David, "Beliau adalah pemimpin negeri ini, meski kau tidak terbiasa berdiskusi dengannya, tapi cobalah,"
Anthony menunduk, "ya, aku baru saja berpikir begitu semalam, mungkin ada kalanya kami harus berdiskusi dan menyelesaikan masalah bersama,"
"Mm-hmm, cobalah,"
"Baiklah, aku akan ke Lundenburg, kau tidurlah dulu di sini,"
"Ya, ide bagus, aku mengantuk sekali,"
Anthony meninggalkan David di kamarnya. Ia akan segera pergi menemui Raja. Tampaknya Anneliese ada urusan sendiri, Anthony hendak mengajaknya tapi ia tidak ada di Hammersmith. Aaron pun sedang melakukan tugas kunjungan pertamanya ke St. Peter Hospital. Baiklah, Anthony akan menemui Raja sendirian saja.
"Kau bermalam di Hammersmith lagi?" ujar Raja setelah menerima kunjungan Anthony.
"Ya, di sana lebih nyaman, aku merasa lebih nyaman di kamar lamaku,"
Raja tertawa kecil, "sepuluh tahun yang lalu kau juga berkata seperti itu," ia menerawang, mengingat masa dimana Anthony masih anak-anak, "kau mengeluh tidak bisa tidur dan merindukan kamar lamamu di Wadsworth Cottage,"
Anthony tersenyum sedikit, "ya, kurasa aku memang terlalu setia pada setiap hal,"
Raja mengangkat alis, "itukah sebabnya kau tidak pernah punya kekasih? Karena setia pada Ms. Spencer?"
Wajah Anthony memerah sedikit, "kenapa jadi membicarakan ini?"
Raja tertawa lagi, "wanita membutuhkan kepastian, nak, jangan sampai wanitamu direbut seseorang yang memberinya kepastian,"
Anthony mengangguk, "aku mengerti,"
"Jadi, apa yang ingin kau bicarakan? Kau tidak mungkin mengunjungi ayahmu untuk berbincang seperti ini, kan?"
"Uhm, ya, memang tidak mungkin," gumamnya, "aku ingin meminta pendapat, bagaimana jika Paman Jeremy hanya kambing hitam dari dalang sesungguhnya?"
King Joseph memiringkan kepala, "maka polisi akan melepaskannya dan menyelidiki dalang sesungguhnya,"
"Bagaimana jika polisi tidak tahu? Bagaimana jika saksi dan bukti dimanipulasi untuk mengelabui polisi dan pengadilan?"
Raja diam sebentar dan berpikir, "memangnya siapa dalang sesungguhnya? Apa ada yang sehebat itu, mengelabui polisi dan pengadilan?"
Anthony menggeleng, "entahlah, aku hanya punya firasat jika Paman dijebak, aku ingin tahu pendapat seorang Raja tentang ini,"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Thorny Throne [Selesai]
Ficção HistóricaPrince Anthony tidak ingin menjadi Raja. Ia tidak pernah menginginkan hak waris, yang disebut istimewa, itu. *** Terlahir sebagai cicit laki-laki pertama Sang Raja, Anthony dipaksa menerima masa depan yang bukan pilihannya. Sejak kecil, ia sudah men...