Bab 4

5.3K 297 2
                                    


"Diam." Bentak pak Joko menggelegar.

Pak Joko menatap istrinya, baru menatap Alana dan Axel secara bergantian. "Kamu benar-benar bisa memberikan uang lima ratus juta, itu?" Pak Joko bertanya dengan suara sanksi. Wajahnya terlihat tak percaya jika pria berpakaian gembel bisa memberikan uang sangat banyak padanya.

Axel mengangguk tegas. Meski wajahnya masih terlihat kaku tidak bersahabat.

"Jika bisa, kamu bisa membawa Alana kapan pun. Asalkan..."

Mata Alana membeliak, menatap ayahnya tidak percaya. "Ayah." Protesnya tidak terima.

Pak Joko seakan tuli dengan protessan putrinya, dia tetap melanjutkan ucapannya. "... Asalkan kamu bisa memberikan uang itu pada kami sekarang, kamu bisa memiliki Alana seutuhnya."

Alana merosot jatuh terduduk dengan wajah pias. Pandangannya mendadak berembun seiring Axel yang kini meraih ponsel dari saku celana jinsnya. Ponsel butut yang sama sekali tidak menarik di mata pak Joko dan Tika.

"Jemput saya, Sekarang!" Ucap Axel dengan nada bossy yang ketara. Mengabaikan tatapan penasaran dari kedua orang di depannya.

Tanpa mengatakan apa pun lagi, Axel melenggang pergi. Membaringkan tubuhnya di atas sofa panjang. Kepalanya mendongak dengan mata terpejam. Dia benar-benar tidak peduli dengan keadaan sekitar.

Dia merasa lelah luar biasa. Hingga dia butuh istirahat sejenak.

Sedang Alana hanya bisa menangis terduduk di atas lantai. Matanya terus mengeluarkan air mata seiring dengan tangannya yang meremas dadanya kuat. Rasa kecewa, marah dan sakit hati terasa mencekiknya. Membuat dia kehilangan tenaga juga perasaannya.

"Yah?" Bisik Tika menarik ujung lengan kaos pak Joko. "Kamu yakin gembel itu punya uang sebanyak itu, untuk kita?"

Pak Joko mengikuti arah tunjuk dagu istrinya. Baru kemudian mengangkat bahu, acuh.

"Lima ratus juta itu bukan uang yang sedikit, yah.." Lanjutnya lagi. Yang diangguki setuju oleh suaminya.

"Terus kamu kira, mandor Bejo masih mau dengan Alana yang sekarang sudah tidak perawan?" Tanya pak Joko membungkam Tika. "Masih syukur dia mau. Lagi pula masih banyak perempuan di kampung ini yang perawan dan cantik. Bukan hanya Alana. Bahkan Mey juga lebih cantik... Mana mau mandor Bejo dapat Alana yang sudah bekas orang."

"Jangan macam-macam dengan, Mey." Marah Tika.

"Mangkanya itu, selama gembel itu bisa dapat uang untuk kita. Biar saja Alana jadi miliknya." Ucap pak Joko lagi.

Setelahnya dia pun melenggang pergi diikuti istrinya di belakangnya. Meninggalkan Alana yang masih menangis terduduk di atas lantai seorang diri.

Alana jelas mendengar ucapan ayah dan ibu tirinya. Dia hanya diam dengan kepala menunduk dalam. Hingga suara ketukan dari arah pintu. Dan juga langkah kaki Tika yang berjalan tergesa-gesa untuk membuka pintu menarik perhatiannya.

Alana segera bangun begitu langkah kaki segerombolan pria berjas masuk ke dalam rumahnya. Disusul Tika di belakangnya dengan tatapan bingung.
Pria-pria bertubuh tegap dengan pakaian super rapi dan juga wajah-wajah tampan masuk. Berbaris rapi di depan Alana.

"Ka---kalian, sia-pa?" Tanya Alana bingung. Mengusap kasar air mata dipipinya.

"Kami kesini ingin menjemput tuan muda Harison."

"Tu--an muda Harison?" Tanya Tika yang berdiri di belakang. Berjalan ke arah pria-pria berjas dengan susah payah dia berusaha melewati tubuh-tubuh tinggi pria di depannya.

"Harison? Harison perusahaan terbesar itu?" Tiba-tiba suara seorang wanita menyahut dari belakang Alana.

Wanita dengan dress sebatas lutut, dan rambut sebahu berjalan mendekat. "Kamu mengenalnya, Mey?" Tika bertanya pada putrinya yang kini berdiri di sampingnya.

Alana; Wanted; Be Mine! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang