Bab 11

3.9K 209 1
                                    

Melihat darah yang mulai keluar dari leher Alana, Axel menjadi sedikit panik. "Alana, letakkan kaca itu!" Serunya panik.

Alana seolah tidak mendengar, dia tetap menekan kaca ditangannya. Semakin tajam hingga Axel terbelalak kaget.

Darah segar semakin banyak karna kaca yang Alana pegang benar-benar memiliki ujung yang runcing.

Alana tidak tau apa yang dia pikirkan. Tapi yang jelas, bayang-bayang Cika dengan semua kebaikannya berputar di kepalanya. Membuat Alana tidak punya pilihan lain saat ini.

Lebih baik dia yang mati dari pada Axel menyakiti orang-orang baik seperti Cika dan pak Angga.

Mereka sudah sangat berjasa pada Alana, dan karna masalahnya ini membuat mereka ikut terseret. Alana semakin merasa bersalah karna semua itu.

"Ok baiklah. Aku tidak akan menyentuh cafe bos mu, juga sahabat kamu. Kamu puas? Sekarang letakkan kaca itu!" Sambung Axel akhirnya menyerah.

"Kamu yakin bisa menepati janji mu itu, Axel? " Tanya Alana memastikan.

"Ya." Axel menjawab cepat tanpa ragu. "Sekarang letakan kaca itu! Aku jamin akan menepati semua kata-kata ku, sekarang letakkan kaca itu!"

Melihat wajah Axel yang terlihat serius akhirnya, Alana menyerah. Kaca ditangannya terlepas begitu rasa perih dari lehernya terasa menyengat. Bahkan Alana merasa darahnya terus mengalir dilehernya.

Padahal tadi dia berharap Axel membiarkannya mati. Setidaknya dengan dia mati,dia tidak akan menyusahkan orang-orang seperti Cika dan pak Angga.

Axel mendekati Alana dengan wajah panik. Menatap cemas pada leher Alana yang mengeluarkan darah. 

"Sial." Rutuknya kesal.

Darah dari leher Alana semakin banyak seiring nafas Alana yang semakin berat.
Tanpa membuang waktu, Axel meraih tubuh Alana, mengangkatnya dengan gerakan cepat.

"Axel--" kaget Alana.

Dia tidak sepenuhnya sadar ketika Axel mengangkat tubuhnya, karna fokus Alana hanya pada rasa perih di lehernya.

Padahal tadi ketika dia menusukkan kaca kelehernya, Alana tidak merasakan apa pun. Lalu kenapa saat ini begitu terasa perih juga kebas?

"Diam! Atau aku akan menghukum mu lagi."

Alan bungkam, dia tau jika Axel tidak pernah main-main dengan ucapanya. Apa lagi ketika melihat wajah cemas Axel. Alana sama sekali tidak berani mendebat.

Axel bisa berubah menyeramkan seperti monster jika sedang marah.
Setelah meletakkan Alana di atas ranjang, Axel menekan tombol merah di atas tempat tidur. Mengundang beberapa pria berjas masuk dengan tergesa-gesa.

"Panggil dokter, sekarang! Cepat!" Perintah Axel yang langsung di angguk-ki oleh beberapa pria berjas termaksud pak Lim.

Mereka keluar dari kamar dengan cepat, apa lagi ketika melihat Axel sudah memerintahnya dengan suara tajam.

Alana tidak tau jika anak buah Axel itu berada didekat pintu kamarnya. Hingga ketika Axel menekan tombol merah. Mereka langsung masuk dengan cepat tanpa menunggu lebih lama.

"Aku baik-baik saja." Ucap Alana begitu Axel meraih sapu tangan dari saku celananya.

Berniat mengusap darah di lehernya. Tapi dengan cepat, Alana menepisnya.

Axel melirik Alana penuh peringatan. Baru kemudian menekan luka Alana pelan guna menghentikan darah yang keluar dari lehernya.

"Apa yang kamu pikirkan, hah?" Geram Axel tertahan. "Apa kamu ingin mati? Sampai kamu melakukan hal sebodoh ini? Apa yang sebenarnya ada dalam otak kecil mu itu, Alana?" Axel berbicara dengan nada pelan tapi begitu terasa dingin di telinga Alana.

Alana; Wanted; Be Mine! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang