🍓

442 14 1
                                    

Cerita baru. Hanya cerita santai tanpa konflik berat. Lebih banyak manisnya daripada pahitnya.

Selamat membaca🫶🏻

"Pertengahan bulan depan, Papa akan reuni SMA dengan teman-teman Papa di Samosir Danau Toba. Ikut?"

"Ikut, Papa!" jawab serempak kedua anak gadisnya Darren Lie, ayah dari Queenaia Lie dan Mikhaila Lie.

"Yang tanggal 17 kan, Pa?" tanya Sabella, istrinya Darren memastikan karena dia juga ada di dalam grup reuni nanti.

Darren mengangguk membenarkan. "Nanti Papa bilang ke mereka kalau bawa anak, biar dipesanan 1 kamar untuk kalian."

"Okay~"

***

"Sepertinya kita tidak jadi pergi," kata Darren 3 hari kemudian.

"Kenapa, Pa?" tanya Quin bingung.

Reuni yang akan dihadiri nanti itu sudah dipersiapkan dan direncanakan sejak 3 bulan lalu. Jadi tidak mungkin untuk mengcancel hanya dalam waktu singkat begitu.

Wajah Darren tampak kecewa, menggeleng pelan. "Payah. Teman-teman Papa yang SMA ini punya banyak macam. Tidak salah bukan kalau Papa bawa keluarga. Reuni ini bisa membawa keluarga menandakan kita sudah berkeluarga. Lagian juga Papa membayar sendiri kamar yang akan kalian pakai, bukan dari iuran kas reuni ini. Mereka semua jadi menceritai karena Papa bawa keluarga. Ya sudah. Lebih bagus Papa tidak usah ikut sekalian."

Quin dan Mikhaila yang mendengar curhatan ayah mereka pun hanya bisa mengangguk paham tidak tahu harus menjawab apa.

"Papa sudah bilang di grup kalau Papa tidak jadi ikut. Mikirin itu saja, tensi Papa naik. Biar mereka pergi sendiri saja."

"Gak usah dipikirin lagi, Pa. Kita gak pergi juga gak papa. Nanti gara-gara itu Papa jadi sakit," kata Quin tidak masalah tidak jadi pergi liburan.

"Iya, Pa. Biarin aja mereka pergi. Orang sirik memang begitu. Jangan gara-gara itu Papa jadi sakit. Mereka tidak sepenting itu. Kita gak jalan-jalan juga gapapa, biasa saja," lanjut Mikhaila yang cukup cerewet.

"Iya. Papa juga sudah bilang sama teman Papa yang di Jakarta sana kalau Papa tidak jadi ikut."

***

"Darren! Di grup itu apa? Kenapa tidak jadi ikut reuni?" tanya Aldrian, salah 1 dari 4 sahabatnya Darren yang tinggal di Jakarta.

"Iya. Aku dari awal sudah mengatakan kalau aku akan ikut reuni, tapi membawa keluarga. Tapi setelah kupastikan lagi ke mereka dan meminta tolong sekretaris untuk membantuku memesan kamar untuk keluargaku, teman-teman kita yang perempuan itu tampak tidak senang. Padahal keluargaku nantinya juga gak gabung sama kita. Mereka akan cari makan sendiri, bisa jalan sendiri dan tidak akan gabung kita. Kamar hotelnya juga aku bayar sendiri, bukan dari iuran. Mereka sewot sekali sampai tensiku naik dan akhirnya memilih untuk tidak ikut lagi. Ya sudah, aku tidak ikut campur reuni lagi," jelas Darren lengkap yang bisa didengar Quin dan Mikhaila.

"Jangan dipikirin, Darren. Kau tau mereka itu hanya ngomong-ngomong begitu sebentar saja. Besok-besok juga mereka tidak akan berbicara gitu lagi. Kau bisa membawa keluargamu, tidak masalah. Sangat tidak masalah. Ikutlah. Bagaimana bisa kau tidak ikut saat kami jauh-jauh datang untuk bertemu liburan bersama lagi!" Aldrian di seberang sana bersuara.

"Sudahlah. Tidak masalah. Kalian pergilah ikut reuni, liburan sekalian. Aku akan menemui kalian saat tiba di sini," putus Darren tidak mau lagi memikirkan reuni itu.

"Tidak. Kau harus ikut. Kau tenang saja. Aku akan mengurus mereka. Pokoknya kau harus ikut." Aldrian tidak mau lagi mendengar Darren selanjutnya. Yang penting Darren, sahabatnya itu harus ikut reuni mereka.

Darren tidak lagi memikirkan hal itu saat Aldrian mematikan telepon mereka sepihak. Dia tahu sahabatnya itu marah dan kesal, namun bukan padanya.

***

Setelah Aldrian menghubungi, sahabatnya yang lain pun jadi turut menghubungi Darren yang isi percakapannya sama seperti Aldrian, memaksa Darren untuk tetap ikut reuni dan sama sekali tidak masalah kalau Darren turut membawa keluarganya.

Selain Aldrian, sahabatnya yang lain ada Daniel, Ethan dan Leo. Termasuk Darren, kelima orang ini sudah bersahabat sejak masih SD sampai mereka SMA. Persahabatan yang sudah terjalan sejak lama sekali, sampai mereka sudah tua dan berkeluarga, kecuali Aldrian.

Dari kelima bersahabat ini, Aldrian Jourell Xue adalah pria paling tampan, paling kaya, paling berkuasa yang masih lajang sampai sekarang usianya 40 tahun. Dia bukan duda dan bukan tidak laku. Aldrian terlalu pemilih dan sangat suka untuk bekerja. Aldrian bahagia dalam kesendiriannya dan fokus bekerja, memiliki sebuah kapal pesiar yang disewakan untuk mengelilingi samudra, memiliki bisnis properti, pabrik produksi rokok dan memiliki saham di beberapa perusahaan ternama termasuk di bidang perbankan. Tidak heran. Aldrian termasuk di dalam jejeran 5 orang terkaya di Indonesia.

Tapi begitupun, Aldrian luar biasa rendah hati dan baik. Sombongnya itu tidak ada. Karena jauh lebih mampu dari yang lain, iuran yang dibayar oleh Aldrian juga selalu melebihi jumlah biaya yang disepakati untuk membantu teman mereka yang lain yang tidak mampu membayar iuran tiap bulan.

***

Seperti yang sudah dikatakan. Aldrian itu memiliki kekuasaan yang besar. Hanya dalam sekali telepon singkat tanpa bicara panjang lebar pada para panitian reuni termasuk ketua, sekretaris dan bendahara, tidak ada lagi yang berani berbicara tentang Darren.

Para panitia serempak langsung menghubungi Darren, membujuk Darren sampai meminta maaf atas kelakuan buruk mereka yang tidak seharusnya dilakukan saat usia sudah tua ini. Mereka bahkan langsung memesankan kamar untuk keluarga Darren tanpa memungut biaya dari Darren. Aldrian sudah membayar lebih harga kamar khusus untuk keluarga Darren. Bukan Darren tak mampu bayar, tapi itulah cara Aldrian menunjukkan perhatiannya untuk pada sahabatnya.

Darren dan keluarganya sendiri termasuk orang berada, berkecukupan, namun tentu saja jauh di bawah Aldrian.

Darren yang mendapat kabar itu pun hanya bisa tertawa.

"Kita jadi ke Samosir tanggal 17 nanti," kabar Darren pada istri dan kedua anaknya.

Quin dan Mikhaila kaget bercampur lucu. Mereka tertawa karena kelabilan teman sekolah ayahnya ini. Sedangkan Sabella, dia turut tertawa namun tidak kaget karena sudah mendapat pemberitahuan dari grup.

"Loh? Jadinya, jadi?" Mikhaila terkekeh mendengarnya.

Darren mengangguk. "Mereka semua memaksa Papa pergi dan sudah memesankan kamar untuk kalian."

"Kok bisa, Pa?" tanya Quin.

"Teman Papa di Jakarta yang mengurusnya. Dia yang mengaturnya dengan para panitia yang suruh Papa harus datang dan membawa kalian juga. Dia juga yang bayar kamar kita. Ya sudah."

"Wow! Baik sekali!" kata Quin kaget.

"Ya sudah. Gas lah kita. Apalagi?" Mikhaila tertawa senang akhirnya jadi pergi jalan-jalan.

(not) A Sugar B. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang