「Bab 15」

4.3K 410 31
                                    

Happy Reading...

Dokter Theo dan Dokter Dirga keluar bersamaan dari ruangan setelah setengah jam lebih menangani Hazel. Semuanya langsung berdiri, menatap dengan penuh harap pada kedua dokter muda tersebut.

"Dokter Dirga, Hazel gapapa kan, Dok?" tanya Jerrel.

Dokter Dirga diam, ia tidak sanggup untuk sekedar mengatakan satu kata saja. Jerrel beralih pada Dokter Theo yang juga sama diamnya.

"Dokter Theo, kembaran Jerrel gapapa kan? Kalian bawa kabar baik kan?" tanya Jerrel lagi.

"Tolong persiapkan proses pemakaman Hazel, jenazahnya akan kami antar ke rumah duka setelah melakukan otopsi" jelas Dokter Theo.

Deg..

Bagaikan sambaran petir saat badai hujan datang, dunia seakan berhenti seketika, nafas tercekat, dan pandangan tak percaya. Jerrel menggelengkan kepalanya, tanda bahwa ia tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.

"D-dokter ga lagi bercanda kan? H-hazel baik-baik aja kan, dok?" Jerrel berusaha untuk mencari sebuah kebohongan.

"Maaf, nak" jawab Dokter Theo.

"Ngga.. Ga mungkin, Dokter Dirga tolong bilang kalo ini cuma akal-akalan Hazel, H-hazel orangnya suka bercanda, ini kalian lagi nge prank kan? Kalian disuruh Hazel buat ngeprank kita kan? JAWAB DOKTER DIRGA, INI BOHONGAN KAN?!" teriak Jerrel, air matanya mengalir dengan deras.

Dokter Dirga menggelengkan kepalanya, menyiratkan bahwa ia tidak sedang bercanda pada takdir yang ada.

Hancur.

Bagaikan kaca yang dilempar batu besar, hancur berkeping-keping, dan berserakan dimana-mana. Hatinya, raganya, jiwanya hancur tak bersisa. Dunia nya seakan runtuh begitu saja.

"Ngga.. Ga mungkin.. H-hazel masih hidup.. Hazel.. HAZEL!!"

Jerrel langsung berlari menerobos masuk, melihat tubuh saudara kembarnya yang sudah tertutup kain putih. Jerrel membuka kain tersebut dengan perlahan, tangannya bergetar saat menarik kain tersebut. Terlihat wajah pucat dari Hazel, mata yang terpejam, dan tak ada deruan nafas yang keluar.

"Hazel.. Lo ga beneran ninggalin gue kan? Hazel denger gue kan? L-lo cuma tidur kan, zel? A-ayo bangun, kita pergi makan satenya Kang Agus, n-nanti gue yang bayar, tapi lo harus bangun dulu" ucap Jerrel dengan suara yang serak dan bergetar.

"Lo kenapa pejamin mata, zel? Ayo buka mata lo, liat gue. Gue mau ngasih tau lo kabar gembira, zel, gue menang Olimpiade" Jerrel terus berbicara.

Disisi lain, mereka yang ikut kerumah sakit, hanya bisa menangis dalam diam. Mereka sama sakitnya seperti Jerrel.

"Gue bodoh.. Gue bodoh, zel.. Gue ga bisa jadi semesta yang baik hati buat lo.. G-gue hancur, zel, gue hancur" Jerrel tak mampu berdiri lagi, ia bersimpuh dengan tangan yang masih menggenggam tangan dingin Hazel.

Bastian mendekat, ia berdiri disisi lain tubuh Hazel, menatap dari ujung kepala sampai kaki, melihat betapa menyedihkannya sosok tak bernyawa dihadapan nya ini.

"Lo pernah bilang kalo gue masih pantas buat hidup, terus lo apa? Lo masih pantes hidup, Zel. Ayo bangun, Jerrel nunggu lo, yang lain juga nunggu lo. Ayo, Zel, bangun, kasih gue kesempatan buat memperbaiki kesalahan gue sama lo.." Bastian meraung, perasaan bersalah semakin memenuhi hatinya. Ia tidak sempat untuk memperbaiki kesalahannya, ia tidak sempat untuk sekedar mengatakan 'mari berteman' pada Hazel.

Klek...

Pintu kembali terbuka, menampilkan sosok Dokter Dirga yang sedang mendorong kursi roda yang di tempati Crystina. Ya, keajaiban tidak datang pada Hazel, melainkan pada Crystina.

"Mama.." bisik Jerrel.

"Kemari, nak" panggil Crystina dengan merentangkan tangannya.

Jerrel berlari dan langsung memeluk tubuh sang ibu, ia menangis kencang dalam dekapan ibunya. Sosok yang ia harapkan kembali, akhirnya datang, tapi sayang, sosok yang ia harapkan untuk bertahan memilih pergi.

"Hazel.. Ma.. Hazel pergi ninggalin Jerrel..hikss.." lirih Jerrel.

Crystina sama hancur nya dengan Jerrel, ia mengusap punggung putranya, mengecup pucuk kepala Jerrel sebagai cara untuk menenangkan Jerrel.

"Hazel ga pergi, nak.. Hazel masih ada.. Hazel akan selalu ada di hati kita.. Udah ya, nak.." mencoba untuk tegar disaat kehilangan orang yang sangat kita sayangi adalah hal tersulit yang harus Crystina lakukan supaya putranya yang tersisa tidak semakin hancur.

Crystina hancur? Sangat, dia jauh lebih hancur dari Jerrel. Kehilangan anak adalah mimpi buruk bagi seorang ibu.

"Pelan-pelan ikhlas ya, nak.. Mama disini buat kamu"

Suasana didalam ruangan semakin berduka, sosok ibu yang kehilangan anaknya, dan sosok saudara kembar yang kehilangan salah satunya.

.

.

.

Beberapa hari setelah dilakukan proses otopsi, jasad Hazel dibawa kembali ke rumah. Tubuh kaku itu terbaring didalam peti, tidur dengan balutan tuxedo hitam yang indah. Jerrel tak sedikitpun berpindah dari posisinya, ia duduk dihadapan peti Hazel sambil memeluk saudara terkasih nya.

Satu hari setelah kejadian tersebut, Liandra benar-benar menuntut sekolah atas tindakan lalai yang di lakukan sekolah, Rama menjalani masa percobaan selama dua tahun sebelum sidang pidana dilakukan saat usia nya mencapai usia legal, Juna menjalani masa percobaan selama enam bulan, dan Bastian menjalani masa percobaan selama tiga bulan, hukumannya berkurang karena ia berani menyerahkan diri sekaligus menjadi saksi.

"Jerrel" panggil Harun, tapi Jerrel tak menggubris.

"Pelan-pelan ikhlaskan Hazel, ya?" ucap Harun.

"Jerrel belum bisa jadi semesta yang baik hati buat Hazel, kek" lirih Jerrel. Harun memeluk cucunya dari samping, hatinya sakit melihat cucunya terlihat pucat, tidak ada binar cerah dari matanya.

"Kamu sudah jadi semesta yang baik hati untuk saudara kembar mu, jangan salahkan diri kamu. Kakek tau ini berat buat kamu dan mama kamu, tapi pelan-pelan ikhlas ya, kasihan Hazel kalau kamu tahan terus kepergian nya" jelas Harun.

"Kakek ke depan dulu ya" setelahnya Harun pergi meninggalkan Jerrel.

Jauh di dalam hatinya, Jerrel masih tidak terima atas kematian Hazel. Perlahan-lahan rasa dendam terkumpul dalam hatinya, ia menaruh dendam pada sang ayah, terutama dendamnya pada Rama. Karena Rama, Jerrel harus kehilangan separuh jiwanya, karena Rama, Jerrel kehilangan semestanya.

Jerrel meremat bingkai foto Hazel yang ia peluk, kepalanya tertunduk, emosi mulai memenuhi jiwa Jerrel. Ia kembali mengangkat kepalanya, menatap peti kayu tempat Hazel berbaring dalam tidur panjangnya. Matanya yang memerah dan sembab, menatap penuh kebencian.

"Hazel menderita karna Rama, Hazel sakit karna Rama, dan Hazel mati juga karna Rama. Ini semua salah Rama" gumam Jerrel, tangannya semakin erat meremat bingkai foto Hazel.

"Dia udah buat lo menderita sampe meregang nyawa" gumamnya lagi.

"Hazel.. Tolong ijinin gue buat bales semua perbuatan Rama, dia harus dapat hukuman yang lebih menyakitkan dari rasa sakit hati gue"

'Gue bersumpah bakal bunuh Rama dengan tangan gue sendiri'

Tbc...

Yahooo!!! Ihiy update lagi nih

Sumpah ini bnran otw end, smg ngga bosen yaa, dan smg kalian sukaa

Btw pas aku nulis adegan Jerrel yg ngobrol sama jasad Hazel, aku nangis lho :' aku yg nulis aku jga yang nangis ಥ_ಥ

Sampe sini dulu yaa, nanti kalo mood aku update lagi ehe :>

Jgn lupa vote, komen dan share owkiee..

See you next time...

Kembar 「NoHyuck」✔️✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang