50. Makan Malam

1.2K 261 19
                                    

Larut malam Maximilano mendatangi kamar Quinn. Pria itu baru berpisah dari Quinn beberapa jam saja, tapi dia sudah merindukan Quinn.

Sebelum ke kamar Quinn, Maximilano lebih dahulu mengunjungi kamar putranya, membenarkan selimut yang ditendang oleh Lucerne. Setelah itu ia baru pergi ke kamar Quinn.

Pria itu berjongkok memperhatikan wajah Quinn yang tidur menghadap ke samping.

Quinn terjaga karena merasa diperhatikan oleh seseorang, matanya membesar ketika dia melihat Maximilano yang hanya tiga puluh senti dari wajahnya.

"Maximilano, apa yang kau lakukan di sini tengah malam?" seru Quinn yang langsung mengubah posisinya menjadi duduk.

"Aku merindukanmu, jadi aku pergi ke sini untuk melihatmu." Maximilano berkata sembari tersenyum manis.

Quinn terpana sejenak melihat senyum Maximilano, di masa lalu dia tidak pernah melihat senyum Maximilano sama sekali, tapi setelah lima tahun berlalu dia telah melihat senyum itu beberapa kali.

Ia pikir Maximilano tidak tahu caranya tersenyum seperti apa, tapi pria itu memperlihatkannya dengan baik ketika senyum mengembang di wajahnya.

Mungkin dahulu Maximilano tidak memiliki alasan untuk tersenyum, dia hanya hidup untuk membalas dendam. Dan sekarang semua dendamnya sudah terbalaskan, dia bisa melepaskannya dan mulai benar-benar menjalani hidup.

Quinn hanya tidak tahu bahwa Maximilano telah menemukan alasannya untuk tersenyum setelah lima tahun kehilangan Quinn di sisinya. Ya, alasan Maximilano tersenyum adalah Quinn.

"Kau sudah melihatku sekarang, kembalilah ke kediamanmu."

"Aku ingin berada di sini lebih lama lagi." Maximilano enggan pulang. "Kau bisa melanjutkan tidurmu kembali."

"Baiklah, lakukan apapun yang kau inginkan." Quinn memilih untuk tidak berdebat. Wanita itu kembali berbaring. Dia masih mengantuk dan ingin melanjutkan tidurnya lagi.

Beberapa saat kemudian Quinn merasakan Maximilano memeluk tubuhnya, entah kapan pria itu naik ke atas ranjang.

"Maximilano lepaskan aku." Quinn meraih tangan Maximilano, mencoba untuk melepaskan pelukan pria itu dari tubuhnya.

"Bukankah tadi kau mengatakan aku bisa melakukan apa yang aku inginkan?"

"Maximilano, jangan bercanda!"

"Hanya pelukan. Aku hanya ingin memelukmu. Aku tidak akan melakukan lebih dari ini." Maximilano bersuara lembut.

Quinn diam sejenak, wanita itu akhirnya membiarkan Maximilano begitu saja. Ia merasa tidak nyaman dengan posisinya dan Maximilano saat ini, karena yang Quinn tahu dia dan Maximilano memang berbagi kehangatan bersama, tapi mereka tidak pernah tidur bersama dengan intim seperti ini.

Quinn menunggu kapan Maximilano akan melepaskannya, tapi sampai dia terlelap pria itu tidak kunjung melepaskannya.

Keesokan paginya ketika Quinn terjaga, Maximilano sudah tidak ada lagi di sampingnya. Namun, ia merasakan sisi di sebelahnya masih hangat, sepertinya Maximilano belum lama meninggalkan kamarnya.

Seperti tidak terjadi apapun sebelumnya, Quinn pergi ke kamar tidur putranya. Ia melihat Lucerne baru saja terjaga ketika dia datang.

"Selamat pagi, Sayang." Quinn mendekati Lucerne, ia mengecup puncak kepala putranya.

"Selamat pagi, Bu." Lucerne mengangkat wajahnya, anak laki-laki itu memeluk ibunya dengan manja.

"Apakah Lucerne tidur dengan nyenyak?" tanya Quinn.

"Ya, Bu. Sangat nyenyak."

Quinn tersenyum lembut. "Ibu senang mendengarnya kalau begitu. Baiklah, sekarang ayo turun dari ranjang dan rapikan tempat tidurmu."

Falling Into DarknessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang