48. Satu-satunya

1.2K 297 21
                                    

"Bagaimana perasaanmu sekarang?" Maximilano telah kembali dari mengantar Lucerne. Ia melihat Quinn telah mengganti pakaian, wanita itu juga tampak lebih segar.

"Siapa yang mengganti pakaianku semalam?" Quinn bertanya dengan kilatan amarah di matanya.

"Aku."

Raut tidak senang tampak kentara di wajah Quinn. Maximilano benar-benar lancang, pria itu bahkan menggantikan pakaiannya.

"Ada apa dengan ekspresimu itu, Quinn? Semalam bukan pertama kalinya aku melihat tubuhmu."

"Maximilano, kau benar-benar bajingan! Berani sekali kau menyentuh tubuhku tanpa izin dariku!" Quinn menatap Maximilano tajam.

"Quinn, jangan berlebihan. Aku hanya menggantikan pakaianmu saja. Aku tidak mengambil keuntungan darimu, jika itu yang kau pikirkan," seru Maximilano. Dia pikir mungkin Quinn salah paham terhadapnya.

"Itu bagus jika kau tidak mengambil keuntungan dariku ketika sedang mabuk seperti yang kau lakukan di masa lalu," balas Quinn. Dia tidak meragukan kata-kata Maximilano, karena di masa lalu jika Maximilano memanfaatkannya dia pasti akan merasa tubuhnya pegal, tapi tadi dia bangun hanya dengan sakit kepala saja.

"Baiklah, sekarang turunlah untuk sarapan."

"Tidak, terima kasih." Quinn kemudian melewati Maximilano.

Maximilano meraih tangan Quinn. "Aku tidak akan membiarkanmu meninggalkan kediaman ini sebelum kau sarapan."

"Maximilano, tidak perlu melakukan hal-hal seperti ini. Aku tidak tergerak sama sekali dengan perhatianmu!" seru Quinn tajam.

Semalam Maximilano tidak mengambil keuntungan selain memeluk Quinn saja, tapi pagi ini dia benar-benar ingin mencium bibir Quinn yang selalu membantahnya. Pria itu menarik tangan Quinn lalu mencium bibir Quinn dengan paksa.

Quinn mendorong dada Maximilano kuat, tapi dia tidak bisa melepaskan diri dari Maximilano. Ia menggigit bibir Maximilano, tapi pria itu masih tidak berhenti.

Maximilano tersenyum kecil karena dia menang dari Quinn. Ia terus menjarah bibir Quinn, rasa darahnya bercampur dengan saliva di dalam sana.

Maximilano baru melepaskan Quinn setelah dia merasa puas. Namun, detik selanjutnya sebuah tamparan keras mendarat di wajahnya.

"Bajingan!" Quinn berbalik lalu pergi.

Tangan Maximilano meraih pipinya yang seperti terbakar. Pria itu tersenyum kecil. Tidak apa-apa, dia memang pantas mendapatkannya dari Quinn.

Bahkan jika wanita itu menyerangnya dan melukainya, dia memang pantas mendapatkannya karena apa yang telah dia lakukan pada Quinn di masa lalu.

Pria itu melangkah menuju ke ruang makan. Dia melihat Quinn sudah duduk di sana dan mulai menyantap sarapannya.

"Makan secara perlahan, Quinn. Kau akan tersedak." Maximilano berkata dengan lembut.

Quinn sangat tidak nyaman dengan perlakukan Maximilano yang seperti ini. Pria itu seharusnya marah karena dia telah menamparnya bukan malah memberi perhatian terhadapnya.

"Makan lah ini, ini baik untukmu setelah mabuk." Maximilano mendekatkan mangkuk sup ke dekat Quinn.

Tidak ingin banyak berdebat dengan Maximilano, Quinn memakan apa yang disiapkan untuknya. Setelah selesai dia berdiri dan hendak meninggalkan tempat itu.

"Berhati-hatilah di masa depan. Jangan terlalu percaya pada orang lain." Maximilano mengingatkan Quinn. Jika semalam dia tidak datang maka Quinn pasti akan mengalami hal buruk.

Falling Into DarknessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang