6. Makhluk Tak Berperasaan

1.9K 331 9
                                    

Satu minggu telah berlalu, Quinn terus mengalami mimpi buruk, entah itu kematian orangtuanya atau ketika dia dikejar-kejar oleh berbagai makhluk abadi yang mengerikan.

Ketika dia terjaga, keringat akan membasahi tubuhnya. Ia gemetaran dan rasa teror langsung melandanya.

Selama satu minggu ini Quinn terpuruk dan tidak tahu apa tujuan hidupnya saat ini. Kata-kata tajam Maximilano menggema di benaknya. Dia adalah penyebab kematian orangtuanya dan juga ibu kandungnya. Dia bukanlah seorang manusia melainkan keturunan penyihir dan iblis.

Ia menghabiskan waktunya dengan menangis dan merenung seperti seseorang yang telah kehilangan hidupnya.

Andai saja dia tidak kehilangan kalungnya hari itu, saat ini orangtuanya pasti tidak akan pernah terbunuh. Ini semua salahnya, ini semua salahnya.

"Ayah, Ibu, maafkan Quinn." Quinn bersuara parau, air mata mengalir lagi dari matanya yang indah.

Kesedihan, rasa kehilangan serta rasa bersalah membuat Quinn tidak memiliki semangat untuk hidup lagi. Dia bahkan telah melewatkan jadwal makannya selama beberapa hari. Jika saja Noela tidak memasangkan infus maka mungkin saat ini dia sudah sekarat karena kelaparan.

Pintu kamar Quinn terbuka, sosok Noela terlihat di pintu dan mendekati Quinn yang tidak memedulikan sekitarnya.

"Nona Quinn, Yang Mulia menunggu Anda di ruang makan. Sudah waktunya untuk sarapan." Noela memberitahu Quinn.

Quinn memeluk lututnya sendiri. "Aku tidak memiliki nafsu makan." Ia berkata tanpa mengalihkan pandangannya ke Noela.

"Nona, Yang Mulia berkata bahwa Anda harus turun meski Anda tidak memiliki nafsu makan." Noela berkata lagi. Pagi ini majikannya menunggu Quinn untuk sarapan bersama, biasanya pria itu tidak akan menun

ggu Quinn dan sarapan seperti biasanya. "Ayo turun dan jangan membuat Yang Mulia menunggu terlalu lama."

Quinn tidak memiliki pilihan lain selain pergi menuju ke ruang makan meski dia enggan. Dia tidak tahu kenapa Maximilano begitu ingin menyuruhnya untuk datang, pria itu mungkin memiliki kata-kata beracun lain yang ingin diucapkan olehnya.

Di ruang makan, Maximilano dengan setelan berwarna hitam duduk dengan tenang, di depannya tersaji sarapan bergizi. Meski pria itu seorang vampir, dia tetap memakan makanan yang sama dengan manusia, dia juga tidak menghisap darah manusia karena Assegaf telah membuatkan pil darah untuknya setiap kali dia menginginkan darah.

"Sepertinya kau masih belum puas menyiksa dirimu sendiri, Nona Quinn." Suara dingin Maximilano langsung menyapa Quinn. Tatapan tajam pria itu menyapu tubuh Quinn yang telah mengurus.

Tidak ada jawaban yang luar dari muluat Quinn. Wanita itu hanya berdiri beberapa langkah dari tempat duduk Maximilano.

"Apakah menurutmu dengan bertingkah menyedihkan seperti ini orangtuamu akan hidup kembali? Kau benar-benar menyia-nyiakan kematian ibu kandung dan orangtuamu sendiri."

"Kenapa kau menyelamatkanku? Kenapa kau tidak membiarkan aku mati bersama orangtuaku." Quinn berkata hampa.

Maximlano menatap Quinn mengejek. "Makhluk lemah."

"Kau benar, aku memang makhluk lemah. Kau mungkin tidak akan meneteskan air matamu ketika melihat orangtuamu tewas karena kau makhluk tidak berperasaan!" Quinn berkata tajam.

Kata-kata Quinn memicu kemarahan Maximilano lagi. Dia tidak hanya melihat orangtuanya tewas di depan matanya sendiri, tapi seluruh klannya yang setia juga ikut terbunuh, dan dia tidak bisa menyelamatkan mereka semua.

Jangan tanya lagi seperti apa luka yang ada dalam hidupnya. Setiap malam dia mengalami gangguan tidur karena terus bermimpi buruk. Setiap kali dia terpejam, bayangan kematian orangtuanya akan datang.

Falling Into DarknessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang