Derap langkah kaki menggema di sebuah ruangan. Terdengar memburu atau bahkan terkesan buru-buru.Tampak seorang gadis dan lelaki berada di ruangan tersebut. Saling berkejaran.Sang lelaki menatap miris pada sang gadis. Tatapan tajam dan sinis dipandangkannya pada sang gadis. Sang gadis hanya mampu memandang dengan tatapan memelas. Sang gadis seolah-olah ialah mangsa yang empuk yang siap santap. Sedari tadi sang gadis hanya bisa berteriak, berlarian memutari ruangan. Buntu. Dinding keras yang kokoh menutup akses jalannya.
"Aku mohon, Gan. Aku nggak mau," ucap sang gadis sembari menggeleng-gelengkan kepalanya.
[DELETED of SCENEs]
***
Sebulan semenjak insiden pemaksaan tersebut, sang lelaki memutuskan hubungannya dengan sang gadis secara sepihak. Sang gadis masih menjalani harinya. Meskipun ia masih amat sangat menyesali perbuatan yang tak diinginkannya kala itu. Namun, ia masih terus bersemangat dengan hari-hari yang ia jalani.
Efranda Stefanus. Ialah yang menjadi pelaku sang gadis dalam insiden tersebut. Insiden ketidakmauannya. Ia menjadi karyawan biasa di salah satu perusahaan ternama, Karisma Corporation.Ia sebatang kara. Orangtuanya sudah meninggal sejak ia masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama. Kehidupannya yang seperti ini yang memaksanya untuktetap bertahan hidup. Mencari nafkah untuk dirinya sendiri. Membiayai pendidikannya hingga menjadi sarjana. Ia tinggal di kontrakan kecil, tempat pemukiman warga yang sempit namun bersih.
Franda melangkahkan kakinya menuju kantor. Berjalan kaki menikmati sisa-sisa embun akibat hujan semalam. Ia suka hujan dan bintang. Tapi lebih menyukai suasana mendung seperti ini,menurutnya mendung ialah tempat curahan hati termanjur. Ia berjalan kaki sepanjang jalan trotoar. Menurutnya jalan kaki lebih menyehatkan ketimbang harus naik angkutan umum. Sekitar duapuluh menit, Franda telah sampai dikantornya. Memasuki lobi kantor yang lumayan besar. Menekan tombol lift, buru-buru masuk ke dalam lift setelahnya menekan angka tiga.
Sapaan hangat mengalundi telinga gadis cantik ini. Franda memang termasuk orang yang mudah bergauldengan siapapun. Jadi tak heran jika ia memiliki banyak teman di kerjanya.
"Fran, loe dicari samaPak Andre tuh. Katanya mau ngomongin masalah rapat kemaren," ucap salah seorang teman kerjanya, Sandra.
"Thanks ya, San. Ntargue ke sana deh," balas Franda diiringi dengan senyumnya.
***
Mengetuk pintu secara perlahan. Membuka knopnya setelah sang empunya ruangan mempersilahkan ia masuk. "Duduk, Fran," perintah sang empunya ruangan yang dibalas dengan anggukan kepala Franda.
"Ada masalah dengan rapat kemarin, Pak?" tanya Franda tanpa basa-basi.
"Oh, sebenarnya tidak ada apa-apa. Saya memanggil kamu ke sini karena ada hal penting yang ingin saya bicarakan dengan kamu," jawab Andre.
"Ada apa ya, Pak? Adayang salah dengan kinerja saya?" tanya Franda kembali.
"Tidak ada apa-apa. Justru selama kerja di sini, kinerja kamu selalu baik," ucap Andre yang diiringi helaan napas lega dari Franda.
"Saya hanya ingin menyampaikan sesuatu ke kamu, Nda. Saya ingin mengajakmu makan malam, apa kamu bisa?" Franda mengerutkan kening. Bingung dengan apa yang diucapkan oleh bosnyaini.
"Maksud Bapak apa? Sayakurang mengerti," sahut Franda.
***
Franda menatap ke atas langit. Bintang bersinar dengan terang. Padahal tadi pagi, ia baru saja menikmati mendung. Franda menengadahkan kepalanya, memikirkan kejadian tadi pagi. Ia menolak mentah-mentah tawaran si Bos. Apalagi Andre, si Bos, menyatakan cintanya pada Franda. Bukan maksudnya untuk menolak, hanya saja ia belum siap menerima kehadiran laki-laki lain dihidupnya. Kejadian sebulan lalu membuatnya sedikit trauma dengan ikatan hubungan yang lebih dari teman. Ia bingung. Sebenarnya ia tak tega menolaknya, tapi hatinya belum mampu menyembuhkan lukanya. Franda hanya berharap jika ia nantinya tidak akan ada masalah setelah menolak Bosnya.