Part 5

1 0 0
                                    


Pemuda tampan dengan mata elang yang tertutupi kacamata hitam mendaratkan kakinya di bandara Sydney, melambaikan tangannya pada wanita paruh baya yang juga melambaikan tangan ke arahnya. Terjadi adegan pelukan diantara pemuda tampan dan wanita paruh baya. Mempersempit jarak yang terjadi di antara mereka. Pandangan pemuda tampan teralihkan. Menatap sosok perempuan yang cantik di belakang wanita paruh baya. Menerka-nerka siapa perempuan cantik tersebut. Melepaskan pelukan yang terjadi diantara mereka.

"Gan, dia Maya. Kamaya Anastasya. Dia yang Mama maksud waktu itu," ucap sang wanita paruh baya yang ternyata ialah Mama dari pemuda tersebut. Mata elangnya memandang sinis ke arah perempuan. Sang perempuan hanya menundukkan kepalanya seolah ia tahu bahwa Morgan tidak suka dengan kehadirannya.

Sang Mama yang mengetahui gelagat tidak suka dari puteranya pun hanya bisa menghela napasnya. Susah memang jika berurusan dengan Morgan. Keras kepala dan dingin. "Ayo, kenalan dulu." Sang Mama mencoba mencairkan suasana.

Sang perempuan terlebih dahulu mengulurkan tangannya, jemarinya gemetar, "aku Maya," katanya sopan.

"Morgan," singkatnya tanpa membalas uluran tangan Maya.

Maya menahan napas. Ingin menangis tapi enggan. Ia mengurungkan niatnya untuk menangis. Akan menjadi masalah jika ia mengeluarkan airmatanya.

"Ya sudah, ayo kita pulang. Mama sudah tidak sabar untuk merayakan kepulanganmu," ajak sang Mama.

Mereka melangkahkan kakinya keluar bandara. Memasuki mobil, menuju rumah yang selama ini ditempati oleh kedua orangtua Morgan. Maya sedari tadi hanya bungkam. Meski ia sangat ingin menyuarakan suaranya. Morgan pun bungkam. Ia merasa muak di sini. Satu masalah yang mengganggu pikirannya saat ini. Hanya dia. Sang Mama hanya menghembuskan napas beratnya melihat keduanya saling diam. Membungkam suaranya. Enggan mengeluarkan suara sedikit pun.

***

Bisma dan Franda kini sudah berada di depan nisan Kinar. Franda yang tadinya tidak tahu mau dibawa kemana oleh Bisma pun kini hanya bisa bertanya-tanya dilubuk hatinya. Bisma menggenggam beberapa tangkai mawar putih yang masih terlihat segar. Berjongkok di depan nisan Kinar dan menaruh bunganya.

"Hai, ini yang namanya Franda. Aku ke sini buat ngenalin kamu ke dia. Gimana? Aku boleh kan nikahin dia?" tanya Bisma.

Tanpa disuruh, Franda melakukan hal yang sama dengan Bisma. Berjongkok di depan nisan Kinar. "Hai, aku Franda. Salam kenal," ucap Franda agak kaku.

"Nggak usah takut kali, Nda. Ini kan hanya makam doang. Kamu lucu ah,"

"Ish, Bisma mah bisanya ngeledek doang,"

"Sssttt... Kinar, dia cantik kan? Walaupun nggak secantik kamu sih," ucap Bisma.

"Iya, kamu lebih cantik dibanding aku. Lebih suci juga dibandingin aku. Aku harusnya ketemu kamu sebelum ini ya? Kali aja kita bisa jadi sahabat," kata Franda.

"Hei, kamu kok ngomong gitu sih? Kinar pasti nggak suka deh," sahut Bisma. "Semua orang nggak ada yang sempurna, gitu pun dengan Kinar. Dia cuma Kinar bukan malaikat. Dia cantik tapi belum tentu juga dia suci, ya, kan? Jangan ngomong kayak gitu lagi, aku nggak suka!" tegas Bisma.

"Aku cuma bicara fakta Bisma," balas Franda.

"Fakta tentang apa? Hamil di luar nikah? Hhh... itu memang fakta, tapi bukan berarti kamu terus-terusan merasa bersalah," ucap Bisma dengan nada suara yang lebih tinggi dari sebelumnya.

"Iya, maaf. Aku salah. Aku nggak akan bahas hal ini lagi," Franda menundukkan kepalanya. Menahan tangisnya agar tidak pecah.

Merasa bersalah dengan yang diucapkannya, Bisma mendekap Franda. Hangat dan lembut. Seakan-akan mereka menikmati kebersamaan diantara mereka yang dulunya menghilang.

True LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang