Part 11

1 0 0
                                    


Usia kandungan Franda sudah mencapai usia tujuh bulan. Sebuah acara yang wajib dilakukan untuk anak pertama bagi setiap pasangan pun sudah dilakukan. Hanya sebuah acara sederhana yang sakral. Franda menikmati setiap prosesi dalam acara tersebut. Bisma memotret setiap prosesinya. Bukan hanya memotret tetapi merekam setiap prosesinya karena prosesi seperti ini hanya bisa dilakukan sekali.

(Mengingat authornya masih muda dan belum menikah dan belum hamil dan you know-lah, jadinya kejadian ini diskip karena authornya merasa bahwa tidak tau secara rinci bagaimana acara tujuh bulanan orang Sunda. Taunya adat Jawa, itupun pasti aneh kalo diketik. So, nggak perlu ada penjelasannya ya!)

Setelah acara tujuh bulanan tersebut, pada sore harinya Bisma dan Franda pergi ke dokter kandungan. Memeriksa kandungan Franda yang selalu rutin dilakukannya setiap bulan. Mereka hanya melakukan pemeriksaan mengenai kondisi bayi dan Ibunya. Sengaja untuk tidak mau mengetahui jenis kelamin sang bayi. Bisma dan Franda hanya ingin diberi kejutan oleh Tuhan.

***

Franda terburu-buru. Seperti sedang diburu waktu. Napasnya berderu. Ia gusar. Pikirannya melayang, menyalahkan waktu yang begitu cepat berputar. Ia tadi ketiduran. Kelelahan karena prosesi kemarin. Matanya menyalang, memerhatikan mobil yang berlalu lalang. Taksi, ia mencari taksi kosong. Tetapi tidak ada taksi kosong. Berkali-kali ia melirik arloji ditangan kirinya. Ia menghembuskan napas pasrah. Ponselnya bordering.

"Hallo," sapanya terlebih dahulu.

"Hallo, kamu kemana aja?" sang penelepon membalas.

"Taksinya nggak ada yang kosong dari tadi. Jadinya ya aku masih nunggu taksi," jawab Franda.

"Aku jemput aja deh. Kasian kamunya nanti,"

"Nggak usah dijemput, aku naik angkot aja kali ya,"

"Jangan ah, Nda."

"Loh kenapa? Atau aku jalan kaki aja?"

"Naik angkot aja nggak aku ijinin apalagi jalan kaki. Udah ah, aku jemput aja. Nggak ada penolakan!"

"Iya, aku tunggu deh."

Percakapannya Franda dengan telepon yang diseberang segera terputus. Ia masih menunggu. Bukan menunggu taksi. Hanya menunggu seseorang yang akan menjemputnya. Franda menolehkan kepalanya ke belakang. Duduk di kursi yang tersedia di pos satpam.

***

Bisma masih melakukan presentasi di depan klien. Sudah jam makan siang memang, namun si klien masih belum puas dengan apa yang dipresentasikan oleh Bisma. Seandainya saja ia bukan klien yang penting, mungkin Bisma akan membiarkan Alan yang mempresentasikannya. Tetapi klien ini berbeda dengan klien-klien Bisma lainnya. Klien ini sangat berpengaruh di dalam perusahaan Bisma. Untuk itu sebisa mungkin Bisma melakukan presentasi dengan baik sehingga hasilnya bisa memuaskan untuk si klien.

Bisma menghembuskan napas berat setelah berhasil membuat sang kliennya menandatangani kontrak dengan perusahaannya. Seusai berjabat tangan dengan sang klien, Bisma gusar. Melirik arloji di tangan kirinya. Sial! Batinnya mendesis. Ia mengambil ponselnya. Menekan panggilan cepat. Sial! Lagi, batinnya mendesis. Berkecamuk. Nomor yang ingin ditujunya tidak dapat dihubungi. Ini aneh. Ia khawatir. Semakin mengkhawairkannya.

Buru-buru Bisma melangkahkan kakinya menjauhi ruang rapat. Merogoh kantongnya dan menemukan kunci mobilnya. setelahnya ia memasuki mobilnya. pelan tapi pasti ia berhasil melajukan mobilnya menjauhi area perusahaannya. Sesekali ia masih meneleponnya. Berharap ada jawaban yang membuat hatinya lega. Ia mencoba untuk berpikir positif meskipun hatinya sama sekali tidak bisa tenang.

True LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang