Seperti yang sering dilakukannya, Bisma berada di ayunan. Menengadahkan kepalanya ke langit. Hanya langit malam dengan warnanya yang pekat. Tanpa sinar rembulan. Tanpa cahaya bintang. Kosong. Hampa. Seperti hatinya saat ini. Bagaimana bisa Franda melupakannya? Melupakan kenangan yang mereka lewati selama beberapa tahun ini? Bagaimana bisa Franda melupakan kebaikan hati Bisma? Melupakan pengorbanannya? Bisma menghela napas sejenak. Ia memang bukan orang yang pamrih. Tapi apakah salah jika ia pamrih terhadap Franda? Pamrih terhadap cintanya? Sekali saja rasanya Bisma ingin egois hanya demi cinta Franda, bisakah?
Bisma memikirkan kalimat cinta Franda pada Morgan. Memikirkannya dengan hati yang sakit sekaligus nyeri. Kebersamaan selama bertahun-tahun pada Franda ternyata tidak cukup membuktikan bahwa Franda merasakan hal yang sama yang dirasakan olehnya. Kebersamaan yang tercipta antara Bisma dan Franda seolah semu. Tidak nyata. Bisma seolah menyimpulkan bahwa ternyata Franda tidak benar-benar mencintainya seperti ia mencintai Franda. Bisma berusaha menyingkirkan hal-hal negatif yang kini telah bersarang diotaknya. Bisma menghembuskan napasnya lelah dan panjang.
Suara nyaring terdengar lirih namun memekakan telinga. Besi berkarat saling beradu akibat gesekan yang ditimbulkan. Bisma mengayunkan kakinya ke depan dan ke belakang. Menyenandungkan irama lagu yang membuat hatinya sedikit lega. Tidak ada kata menyerah lagi yang akan dikatakan oleh Bisma pada nuraninya. Bisma akan mempertahankan Franda. Memaksa Franda untuk bertahan dengannya. Hanya kali ini, Bisma ingin menjadi orang yang egois. Hanya kali ini, Bisma tidak ingin melepaskan seorang Franda yang terlalu penting dihatinya. Menduduki posisi yang teramat penting pada hati dan pikirannya. Bisma membutuhkan Franda. Bisma tidak ingin kehilangan Franda. Dan Bisma tidak ingin kesempatan yang sudah Tuhan atur untuk jalannya menguap begitu saja. Hanya kali ini.
I won't give up on us (Takkan kuberhenti berusaha)
Even if the skies get rough (Meskipun langit mulai menghitam)
I'm giving you all my love (Kuberi kau seluruh cintaku)
I'm still looking up (Aku masih tetap melangkah)
***
Franda terdiam di kamar Rara setelah ia berhasil menidurkannya. Rara, satu nama yang entah kenapa membuat dadanya sedikit nyeri. Franda berusaha mengingat tentang siapa dirinya yang sebenarnya. Ucapan pria yang menyebutnya sebagai suaminya, ia singkirkan begitu saja dari pikirannya. Walau mau tak mau, sebagian besar dari hatinya memberontak. Berusaha meyakinkan dirinya, pikirannya bahwa Bisma benar. Bahwa Bisma memang suaminya. Namun, pikiran logisnya mengenyahkan prasangka hatinya.
Perlahan ia bangkit dari ranjang Rara. Pikirannya kalut. Memasuki kamar yang menurut Bisma ialah kamar mereka berdua. Alisnya mengernyit. Tidak ada seorang pun di sana. Tidak ada Bisma. Sebagian dari dirinya mengatakan bahwa sudah seharusnya Bisma tidak berada di sini, Bisma bukanlah siapa-siapa baginya. Namun, sebagian dari dirinya yang lain kecewa, hatinya nyeri saat tidak menemukan Bisma.
Lama ia bertempur dengan pikirannya, Franda memutuskan untuk ke luar dari kamar. Kaki telanjangnya menuruni banyaknya anak tangga. Franda memekakan telinganya ketika mendengar suara decitan. Menelusuri jejak-jejak suara yang terdengar oleh telinganya. Langkahnya terhenti dibalik pilar kokoh ketika ia menatap Bisma yang tengah memandangi pekatnya malam. Tak lama setelahnya ia tersadar akan tatapannya pada Bisma saat mendengarkan Bisma menyenandungkan lagu dengan sendu. Ia mendengarkannya dengan haru. Tanpa disadarinya ia meneteskan airmatanya.
Dengan sedikit terisak ia membalikkan badannya. Memasuki kamarnya dalam diam. Menelungkupkan wajahnya yang penuh airmata ke bantal. Hatinya terasa sakit ketika Bisma menyenandungkan lagu itu. Entah apa yang terjadi padanya, satu hal yang pasti ia merasakan getaran di dadanya. Satu hal yang diyakininya, pria yang bernama Bisma itu tidak berbohong.