Franda berjalan pelan menuju kamar mandi setelah ia mengambil kantong belanja yang terdapat di sofa. Bergegas mandi. Mendinginkan kepalanya melalui guyuran demi guyuran air yang membasahi tubuhnya. Ia memikirkan Bisma. Bagaimana mungkin Bisma masih mau menerimanya padahal jelas-jelas Bisma mengetahui mengenai perihal kehamilannya. Mungkinkah Bisma berpikir kalau Franda sudah mempunyai suami? Pasalnya si Bisma sama sekali tidak menyinggung masalah kehamilannya semalam. Franda merasa bersalah pada Bisma. Seharusnya ia menjelaskannya pada Bisma tentang semuanya. Mungkin saja Bisma salah paham jika menganggapnya telah bersuami. Franda memejamkan matanya sejenak. Air masih mengguyur tubuhnya. Tak ingin berlama-lama, Franda bergegas ke luar dari kamar mandi setelah ia selesai mengenakan baju di sana.
Franda melangkahkan kakinya ke ranjang. Melirik nampan yang berisi makanan dan minuman yang menjadi sarapannya pagi ini. Terdapat nasi goreng sosis yang di atasnya diberi telur mata sapi. Dengan segelas susu yang diketahuinya sebagai susu ibu hamil. Sejenak ia merasakan haru dihatinya. Ia mengambil nasi gorengnya. Memakan sesuap demi sesuap. "Enak," gumamnya.
***
Franda bingung. Apa yang harus ia lakukan sekarang? Seharusnya dijam seperti ini, ia sudah mengerjakan tugas kantornya yang menumpuk. Pada akhirnya Franda menjatuhkan dirinya ke sofa. Menyalakan tivi. Memilah channel yang menarik untuk ia tonton. Awalnya ia ingin membersihkan apartemen Bisma. Sayangnya apartemen Bisma sudah bersih. Tidak ada debu disepanjang lantainya. Tidak ada pakaian kotor. Dan yang mengejutkan, kulkasnya penuh oleh makanan. Mana ada lelaki yang begitu memperhatikan apartemennya seperti ini. Biasanya lelaki cenderung jorok dan berantakan. Tapi, si Bisma berbeda.
Merasa bosan Franda ke luar dari kamar. Menjelajahi seisi apartemen Bisma. Apartemennya terbilang sederhana. Hanya ada dua ruangan yang sejauh ini ia ketahui. Satu ruangan yang ia jadikan tempat tidur semalam. Dan sebuah ruangan yang kini berada dihadapan Franda. Dengan ragu Franda membuka pintunya, masuk ke dalam ruangan, yang ternyata ruang kerja Bisma. Ada banyak sekali piala dan medali di sini. Dan cukup mengherankan. Piala dan medali tersebut kebanyakan didapatkan dari lomba-lomba bernyanyi. Puas melihatnya satu per satu. Franda melihat foto Bisma yang dipigura. Kebanyakan diambil dari majalah dan koran. Terdapat satu meja kecil, kursi dan juga lemari. Banyak buku-buku yang masih tersampul rapi dilemari. Ada beberapa foto dimeja kerja Bisma. Franda mengambil salah satunya. Tersenyum haru kala ia melihat foto Bisma dan keluarganya. Hanya Bisma dan kedua orangtuanya. Terasa harmonis dan bahagia. Seakan pose senyum tersirat tanpa beban. Kemudian menaruhnya kembali, dan mengambil salah satunya lagi. Terlihat Bisma dengan seorang perempuan yang terlihat cantik. Franda berpikir bahwa perempuan ini adalah kekasihnya. Atau mungkin tunangannya.
"Ekhem...," Franda menolehkan kepalanya ke sumber suara. Ia terkejut.
"Ada pepatah yang mengatakan, jika masuk ke ruangan orang tanpa ijin, itu pertanda kalau dia lancang, dan itu tanda ketidaksopanan," ucap seseorang di belakang Franda.
"Eh, maaf... aku nggak sengaja masuk," kata Franda sembari meletakkan piguranya ke tempat semula.
"Nggak pa-pa. Rasa penasaran seseorang memang sulit buat dicegah, ya kan?" ucap seseorang yang ternyata ialah Bisma.
"Maaf ya, Bis. Aku cuma... cuma bosen aja," ucap Franda dengan rasa takut.
"Ayo kita makan, aku tadi udah beliin makanan. Nanti keburu dingin." Franda menurut.
***
"Gimana rasanya? Enak nggak?" tanya Bisma.
"Enak," jawab Franda yang mengunyah makanannya dengan lahap. Padahal Bisma hanya membawa dua porsi nasi Padang.
"Makannya pelan-pelan, kalau kamu masih laper, nanti malem aku bawain makanan yang banyak. Itupun kalau kamu nggak dicariin sama suami kamu,"
Franda menghentikan aktivitas makannya. Ia terkejut. Benar dugaannya. Bisma salah paham padanya. Apakah ia harus jujur sekarang? Ia bingung.