Bab 15: Pil Pahit

824 77 25
                                    

TW: Death character

Taufan tiba dengan nafas putus-putus, tangannya bertumpu pada kedua lutut. Saat nafasnya sudah mulai beraturan, dia menarik kerah baju Halilintar, dan berteriak, "Kenapa dibiarin pergi?!"

"Ada yang salah."

Taufan mengerutkan alis, "Apanya yang salah?!"

Menurut Taufan, semuanya sudah sesuai rencana, dan setelah semua hal yang mereka lakukan beberapa hari ini, Halilintar malah membiarkan orang itu pergi begitu saja, menghilangkan kesempatan emas yang seharusnya mereka dapatkan. Taufan tidak bisa menerima hal itu. Namun, Halilintar hanya diam seperti orang bingung, bahkan saat Taufan bertanya untuk kedua kalinya.

"Coba telepon Solar atau Gempa sekarang!"

Halilintar baru merespon setelah Taufan berkata seperti itu. Lalu Taufan merintih saat telapak tangan Halilintar menyentuh tangannya. Itu adalah sengatan kedua yang pernah dia rasakan. Di tengah kebingungannya, Halilintar mengeluarkan ponsel. Tak lama kemudian anak itu malah lari kembali ke arah sebaliknya, tak peduli Taufan memanggilnya berulang kali.

Taufan ikut berlari di belakang Halilintar, meskipun tak bisa mengimbangi kecepatan larinya. Untunglah dia sempat melihat Halilintar masuk ke gedung dua. Namun, saat ingin memasuki gedung dua, tangannya yang akan meraih gagang pintu lebih dulu ditarik oleh seseorang.

Dua orang petugas keamanan berdiri di depannya dengan wajah garang. Kedua orang itu juga menariknya menjauh dari gedung dua.

"Tunggu, Pak. Ada teman saya di gedung dua," ucap Taufan sembari berusaha melepaskan diri. Sayangnya, tenaganya sudah terkuras habis saat berlari-lari tadi.

"Jangan banyak alasan. Tadi saya lihat kamu malah lari kesana kemari, bukannya pulang. Kamu nggak dengar pengumuman tadi pagi?"

"Tapi teman saya masih di dalam, Pak!"

Mereka tak mendengarkan apapun alasan darinya, sampai akhirnya sayup-sayup mereka mendengar suara Solar yang meneriakkan nama Gempa, dan saat itu juga Taufan melihat tubuh Gempa meluncur bagai daun yang gugur diterpa angin.

~o0o~

"Gitu ceritanya, Pak." ucap Taufan kemudian. Kaizo yang duduk di sampingnya hanya diam tanpa suara, tidak sekalipun dia menyela sampai Taufan selesai bercerita.

"Kenapa kalian mengajak Gempa?"

"Nggak ada yang ngajak Gempa, dia sendiri yang mau ikut. Awalnya Solar nggak setuju, tapi besoknya dia malah ngebiarin gitu aja. Harusnya kita nanya ke Solar, Pak. Dia juga yang ada di atap bareng Gempa."

"Percuma."

"Percuma gimana maksudnya?"

Namun Kaizo tak menjawab, dia malah meninggalkan Taufan dalam keadaan bingung. Taufan tak mengerti, bagaimana Kaizo bisa menyimpulkan bahwa mendengar penjelasan Solar adalah hal yang sia-sia, sementara Solar adalah orang yang paling tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Dibanding menyusul Kaizo yang menemui Halilintar, Taufan memutuskan menemui Solar di IGD, mungkin saja Solar sudah siuman, dan dia akan bertanya sendiri apa yang terjadi sebenarnya, agar semua ini menjadi jelas. Namun, begitu sampai, dia tidak menemukan Solar di tempat itu.

"Pasien atas nama Solar sudah dipindahkan oleh keluarganya ke bangsal VIP," kata seorang perawat yang Taufan tanyai. Taufan mengernyit, seingatnya dia belum menghubungi keluarga Solar. Apa mungkin Kaizo yang melakukannya?

Dan begitu sampai di bangsal VIP, Taufan tak bisa masuk sama sekali. Bangsal VIP Rumah Sakit Silika membutuhkan akses khusus lewat pemindai kartu. Melalui pintu kaca yang membedakan bangsal VIP dan bangsal biasa, Taufan hanya bisa melihat koridor yang tampak kosong.

E ClassTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang