Selama ditahan di tempat ini, petugas polisi yang ada di depannya adalah orang yang paling getol menuduh Halilintar sebagai pelaku pembunuhan. Menjejalkan berbagai bukti yang entah dari mana dia dapatkan, tetapi sekarang orang itu berubah pikiran. Tiba-tiba saja hari ini dia berkata, Halilintar sudah dinyatakan bebas.
Halilintar hanya bisa terdiam mendengar perkatannya. Apakah dia salah dengar? Akhirnya pria itu menariknya keluar dari ruang tahanan. Barulah saat itu dia tersadar, semua itu sungguhan.
Butuh waktu bagi Halilintar memahami situasinya. Jadi, dia meminta petugas polisi itu untuk menceritakan apa yang terjadi. Dengan malas, pria itu menceritakan garis besarnya sembari mereka berjalan menuju bagian terluar dari LPAS.
Terjadi hal besar di SMA Budi Asih selama Halilintar terkurung dalam bangunan itu. Kepala SMA Budi Asih ditemukan tewas saat jam istirahat sedang berlangsung. Setelah dilakukan penyelidikan selama beberapa hari, polisi mengungkapkan bahwa kematiannya murni sebuah kasus bunuh diri. Ini diperkuat saat ditemukan surat bunuh diri yang tergeletak dalam laci meja kerjanya. Hasil investigasi mengatakan, tulisan tangan dalam surat itu adalah milik mendiang.
Surat itu berisi permintaan maaf atas perbuatan mendiang yang telah menghilangkan nyawa siswanya sendiri, motifnya didasari oleh masalah pribadi. Selain itu, surat tersebut juga mengungkapkan bukti-bukti pembunuhan yang dia sembunyikan dari penyidik, salah satunya berkas CCTV yang sempat dihapus dari komputer pengawas, semua bukti itu terangkum dalam sebuah flashdisk.
Kasus kematian Gempa sepenuhnya tertutupi oleh berita yang lebih besar dan menggemparkan. Kepala Sekolah SMA Budi Asih adalah pelaku sebenarnya. Berdasarkan fakta tersebut mereka memutuskan untuk membebaskan Halilintar.
"Kalau gitu, yang mendorong Gempa dari atap?"
"Bisa dipastikan dia kaki tangannya." Dengan adanya bukti-bukti baru, pria itu yakin Kepala Sekolah tidak bekerja sendirian. Pria itu juga berjanji akan menangkap orang-orang yang terlibat, tetapi Halilintar tak yakin.
Tiba di depan pintu keluar, Halilintar mulai menunjukkan gelagat anehnya. Dia hanya berdiri saja memandang pagar pembatas sambil kakinya memainkan kerikil di bawah sol sepatunya. Melihat pemandangan itu si petugas polisi mengernyit.
"Nggak mau pulang?" tanyanya.
"Bukan."
Halilintar menghela nafas. Bagaimana mengatakannya?
Satu minggu Halilintar hanya bisa menyimpan semua kegelisahannya sendirian dalam ruangan berukuran 3x4 meter, dengan dinding-dinding yang mengurung tanpa ada celah bersembunyi ataupun melarikan diri. Kepalanya berusaha keras memikirkan siapa sosok yang ada di atap di waktu kejadian, yang berpenampilan menyerupai dirinya, juga yang mengantarkan adiknya pada kematian. Andai saja saat itu Halilintar bisa lebih cepat sampai ke atap, andai saja saat itu dia mengabaikan panggilan Taufan, andai saja saat itu dia tidak membiarkan Gempa berkeliaran bersama Solar, andai saat itu dia tak mengizinkan Gempa ikut dalam pencarian.
Di hari pertama berada di LPAS Halilintar tak bisa tidur sama sekali. Semua pengandaian itu seolah menelan akal sehatnya pelan-pelan, tak membiarkan pikirannya beristirahat barang sebentar. Malam terasa semakin panjang disaat kegelisahan benar-benar memeluk Halilintar erat, menenggelamkan, membuat hatinya terasa sesak. Halilintar tak sabar menanti hari esok bertemu keluarganya. Dia ingin menjelaskan semua yang terjadi apa adanya dan meminta bantuan mereka. Hanya mereka yang bisa Halilintar percaya untuk saat ini. Namun, orang tuanya tak pernah datang berkunjung di hari kedua, ketiga, dan seterusnya. Bahkan para manula tak pernah munculkan batang hidungnya.
Halilintar terpaksa menelan kekecewaan bulat-bulat. Dia telah ditinggalkan. Tak ada satupun yang memberikan dukungan moral, atau sekedar berusaha menguatkan. Belum pernah Halilintar merasa kalah dengan keadaan yang mengenaskan seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
E Class
FanfictionSelamat datang di kelas E, kelas yang menempati ruangan dengan banyak lukisan dan topeng-topeng, letaknya paling pojok dan jauh dari jangkauan siswa lain. Mau tahu yang lebih aneh? Kelas E hanya berisi lima orang dan Halilintar menjadi salah satunya...