Andai saja Hangkasa dan Gaharum tahu. Mobil yang membawa Halilintar tak pernah melaju ke kantor polisi. Alih-alih dibawa ke sana, mereka justru membawa Halilintar langsung ke Lembaga Penempatan Anak Sementara (LPAS) di kota ini, tempat dimana para remaja yang melakukan tindakan kriminal menunggu proses peradilan mereka.
Di sana dia digiring masuk menuju ruangan temaram. Dalam ruangan itu tak ada apapun selain sebuah meja dan dua kursi. CCTV terpasang di setiap sudut. Salah satu kursinya telah diisi seorang pria yang sedang mengoperasikan laptop. Tanpa sepatah kata pun, ruangan itu sudah terasa sedang mendorongnya ke sisi jurang. Kemudian mereka duduk saling berhadapan. Pria itu sempat menatapnya sekilas sebelum kembali sibuk dengan laptop di depannya.
Sama seperti ucapan petugas kepolisian di depan rumahnya, Halilintar kembali dituduh sebagai pembunuh Gempa. Tidak tinggal diam, Halilintar menjawab semua tuduhan itu dengan sangkalan, bahwa dia bukan pembunuhnya. Namun, pria di depannya juga punya berbagai hal untuk menangkis argumennya. Hingga akhirnya pria itu membalikkan laptop di atas meja menghadap Halilintar.
"Coba lihat ini baik-baik," ucapnya.
Petugas itu memutar sebuah video di laptopnya. Video itu memperlihatkan seseorang berjaket merah yang berkelahi dengan seseorang berseragam SMA. Wajah keduanya tidak begitu jelas terlihat lantaran video itu diambil dari kejauhan, tetapi saat si murid SMA didorong sampai melewati pagar pembatas hingga tubuhnya melayang jatuh, siapapun yang melihat pasti akan menyimpulkan murid SMA itu adalah Gempa. Namun, sampai akhir video itu tidak sedikit pun memperlihatkan tanda-tanda keberadaan orang lain di sana.
Halilintar kehilangan kata-katanya. Bagaimana video itu bisa ada? Siapa yang merekam? Belum selesai dengan keterkejutannya, pria itu menunjukkan setumpuk kertas berisi fakta lain yang tak bisa dibantah.
"Hasil visum Gempa sudah keluar. Dalam tubuhnya ada banyak luka memar, kami menduga ini bekas perkelahian, dan video itu membuktikan dugaan kami. Kesimpulannya, kamu berkelahi dengan dia, lalu mendorongnya sampai jatuh, lalu keluar dari gedung dua seolah tidak pernah terjadi apa-apa."
"Ini nggak benar! Gempa sudah jatuh waktu saya masih ada di lantai dua."
"Kamu pakai jaket merah, kan?"
Halilintar mengepalkan jari-jarinya. Kunci dari bukti yang dimiliki pria itu adalah jaket merah. Semua orang bisa memilikinya, tetapi kebetulan Halilintar memakainya di saat yang tidak tepat. Ini tidak menguntungkan. "Saya memang pakai jaket merah, tapi orang di video itu bukan saya."
"Banyak saksi yang melihat kamu keluar dari gedung dua setelah Gempa jatuh. Kami juga mendapat keterangan dari beberapa pihak bahwa kamu adalah anggota aktif ekstrakurikuler pencak silat, dan sebelumnya kamu juga pernah ingin direkrut ekstrakurikuler atletik, tapi kamu menolak. Melihat semua keterangan itu, mudah bagimu untuk menghajar seseorang dan berlari keluar gedung setelah melakukan hal itu, bukan?"
Tidak. Semua ini tidak benar. Dia memang mengikuti ekstrakurikuler pencak silat dan dia juga menolak tawaran ekstrakurikuler atletik, tetapi demi apapun, orang dalam video itu bukanlah dirinya, bahkan saat itu kakinya saja belum menapaki atap, bagaimana mungkin dia berada di dua tempat dalam satu waktu? Hanya ada satu kemungkinan bahwa ada orang selain Gempa dan Solar saat itu di gedung dua. Saat mengutarakan apa yang diyakininya itu, si petugas polisi langsung tertawa, seolah apa yang Halilintar ucapkan adalah lelucon yang sangat lucu.
"Menarik. Kalau pelakunya orang lain, pertama, pelakunya harus tau kegiatan kalian hari itu. Kedua, pelakunya harus tau kalau kalian akan berpencar. Ketiga, pelakunya harus tau kalau Solar dan Gempa akan naik sampai ke atap gedung dua. Terakhir, pelakunya harus tau kamu akan pakai jaket merah. Pelakunya harus tau semua itu. Menurutmu ini semua masuk akal?"
KAMU SEDANG MEMBACA
E Class
Fiksi PenggemarSelamat datang di kelas E, kelas yang menempati ruangan dengan banyak lukisan dan topeng-topeng, letaknya paling pojok dan jauh dari jangkauan siswa lain. Mau tahu yang lebih aneh? Kelas E hanya berisi lima orang dan Halilintar menjadi salah satunya...