Prolog

7.8K 294 17
                                    

Ini hidupku.

Tak semua cerita itu indah dan tak semua cerita itu berakhir bahagia.

Terkadang sebuah cerita akan lebih menantang jika tokoh utamanya harus melalui berbagai rintangan dalam menjalani hidupnya.

Melakukan apapun untuk bertahan hidup dan mencari cara agar dapat menjalani semua cobaan adalah salah satu lika-liku sebuah kehidupan.

Dan inilah aku, sang pemeran utama di kisah ini.

Aku Sanji. Hanya Sanji.

Orangtuaku memberikanku nama itu, karena artinya adalah "pujian"

Yang mereka tak tau adalah selain "Pujian" Namaku juga memiliki arti "Bencana" Seperti hidupku.

Aku terlahir dari keluarga yang cukup mapan. Ayahku memiliki sebuah usaha yang sedang berkembang, sementara ibuku seorang ibu rumah tangga yang sangat baik.

Bisa dibilang kehidupanku sangat baik waktu itu.

Aku mempunyai seorang adik perempuan bernama Reiju dan selisih usia kami 10 tahun. Cukup jauh sih karena ibuku sempat keguguran sebanyak 2 kali.

Saat kelahiran adikku, aku merasa menjadi orang yang paling senang didunia. Aku melihat malaikat kecil di tangan ibuku dengan kagum.

Menggenggam tangan kecilnya dan mengelus pipi tembamnya adalah sesuatu yang sangat aku sukai.

Namun keluarga bahagia kami hanya sampai disitu saja.

Semenjak melahirkan Reiju, ibu menjadi Sakit-sakitan dan ayah berusaha mencari lebih banyak uang untuk pengobatan ibuku.

Namun sayangnya semua itu percuma, tepat saat Reiju berusia satu tahun, ibu menghembuskan nafas terakhirnya.

Tapi tak hanya disitu saja cerita sedihnya.

Berapa bulan setelah ibu meninggal, ayah menjadi orang yang berbeda.

Ayah yang penuh kasih sayang dan selalu kuhormati telah menghilang. Semua itu telah digantikan oleh sosok ayah yang kejam dan suka mabuk-mabukan.

Perusahaan ayah bangkrut dan meninggalkan banyak hutang.

Saat ibu sakit dulu, ayah meminjam kesana-kemari untuk biaya pengobatan. dan atas dasar itulah yang membuat perusahaannya bangkrut.

Setelah beberapa bulan bersikap kasar dan menelantarkan kami, akhirnya ayah yang tak sanggup menghadapi dunia, akhirnya pergi menyusul ibu dengan cara gantung diri.

Saat itu aku baru berusia 12 tahun dan Reiju 2 tahun.

Kedua orang tua kami yatim piatu sehingga tak ada satu orang keluargapun yang bisa menjadi pengasuh kami.

Dan pada akhirnya kami dikirim ke panti asuhan.

Kalau mendengar kata panti asuhan mungkin kalian akan merasa bahwa hidup kami terjamin, karena mungkin banyak donatur yang akan menyumbang kesana.

Namun semua itu bohong.

Uang dari donatur sama sekali tak pernah kami nikmati. Semua uang itu hanya untuk mengisi perut para pengurus yayasan.

Kami di perlakukan sewenang-wenang. Kadang tak diberi makan dan harus melakukan pekerjaan-pekerjaan yang berat.

Reiju yang masih kecil sampai di suruh mengamen di teriknya matahari sehingga dia jatuh sakit.

Karena sudah tak tahan, saat berusia 14 tahun aku memutuskan untuk pergi darisana.

Aku membawa adikku pergi hanya bermodalkan nekat saja. Aku yang masih kecil tak tau bagaimana bertahan hidup di dunia yang kejam ini.

Hari pertama kami kabur. Kami tidur di emperan toko hanya beralaskan selembar sarung yang kami bawa.

Reiju kedinginan namun aku tak bisa malakukan apapun. Sakit sekali hatiku melihatnya.

Seharian kami kelaparan dan tak punya apapun untuk dimakan.

Pada akhirnya aku mencuri sebuah roti di toko kue dan itulah yang menjadi tindakan kriminal pertamaku.

Aku melakukan apa saja agar kami bisa makan dan tidur tanpa memikirkan hari esok.

Menjadi kuli panggul, mengamen, mencuci mobil, bahkan memulung barang bekas sudah pernah aku lakukan.

Tapi hanya satu pekerjaan yang tak mau aku lakukan yaitu meminta-minta. Selagi aku masih sehat dan kuat bekerja, hal itu sangat aku hindari.

Kami hidup seperti itu selama setahun sampai seorang pria parubaya mendekati adikku.

Pria itu tampak seperti om om mesum yang pernah aku liat di sebuah drama televisi. Orang yang melakukan plecehan kepada orang lain.

Aku menjauhkan adikku darinya dan menghadapinya. Aku tak peduli dengan tubuh kecil dan kurusku. Yang aku tau, aku tak akan membiarkannya menyentuh Reiju sehelai rambutpun.

Melihat aku yang melawannya secara langsung membuat bibirnya tambah tersenyum lebar.

5 lembar uang dengan nominal besar dia sodorkan agar aku ikut bersamanya.

Tentu saja aku menolak. Tapi saat melihat Reiju yang memegangi perutnya karena menahan rasa lapar membuatku berpikir lagi.

Pria itu menunggu.

Dan saat aku berkata iya, dirinya langsung menarikku ke lorong yang sangat gelap dan melucuti semua pakaianku.

Disitulah aku kehilangan keperawananku. Dan inilah dasar jungkir baliknya kehidupanku sekarang.

Saat aku masih syok dengan keadaanku, seorang wanita menghampiriku dan Menawarkan sesuatu yang tak bisa aku tolak.

Sebuah tempat bernaung dan makanan untuk pengisi perut.

Aku berjanji akan bekerja padanya asal dirinya sama sekali tak menyentuh Reiju.

Dia setuju dan akhirnya sebuah kontrak aku tandatangani.

Usiaku 15 tahun dan aku adalah seorang pelacur di club malam.

Kalian sudah mendengar kisahku, apa kalian masih ingin mengetahui kelanjutannya?

Ini mungkin bukan kisah yang bagus untuk di dengar. Aku hanya ingin berbagi apa yang aku rasakan.

Dan satu hal.

Aku masih mencari akhir yang bahagia dalam kisah ini.

Bitch Perfect Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang