Sanji pov
"Kau!!! " Teriak pria itu tepat di wajahku.
Kemudian ia mendekatkan wajahnya dan menatapku dengan lekat "Belum 24 jam kita berpisah tapi keadaanmu semakin menggenaskan"
Aku tak tau apa maksud dari perkataannya, yang aku tau adalah ia mulai menarikku keluar dari kerumunan orang-orang dan menjauh dari kereta yang sekarang sudah tepat berhenti di depan kami.
"Ke-keretanya sudah datang" Aku berujar berharap ia tau maksudku.
Tubuhku sudah sangat lemas, yang ingin ku lakukan sekarang adalah istirahat sebentar sebelum melanjutkan pekerjaan keduaku di restoran.
"Tidak, kita tidak akan naik kereta" Jawabnya dan masih menarik tanganku.
Aku tak menjawab dan hanya diam mengikutinya. Jujur aku sangat mual dan kepalaku mulai kembali berdenyut.
Sepertinya ia sadar dengan kondisiku dan mulai memelankan langkahnya agar aku bisa mengikutinya dengan baik di belakang.
Namun belum sampai gerbang depan stasiun dia berhenti dan berbalik.
Ia melepaskan tanganku dan mulai berjongkok di depanku."Mau apa dia" Batinku yang tak mengerti.
"Naiklah" Ujarnya singkat.
"Naik kemana? " Tanyaku dengan polosnya. Karena sungguh aku tak tau apa yang ia coba lakukan.
"Naik ke punggungku" Nada bicara sedikit meninggi dan tak sabaran.
"Ah tidak, itu memalukan" Jawabku dan mulai berjalan mundur. Tapi baru satu langkah aku sudah oleng dan hampir menabrak orang.
"Cepatlah, kakiku mulai pegal atau kau mau aku membawamu saat kau pingsan Lagi?!" Pria itu menekankan kata lagi dan dengan terpaksa aku menuruti perintahnya.
Aku maju dan sedikit menunduk untuk mengaitkan tanganku di lehernya. Kemudian setelah merasa nyaman, ia mulai berdiri dan memegang pahaku sebagai penompang.
"Kau tidak makan? " Tanyanya ntah dari mana.
"Hah?"
"Kau ringan sekali, cobalah makan yang banyak" Ia melanjutkan kalimatnya, namun aku tak menjawab dan hanya menyembunyikan wajahku di ceruk lehernya.
Orang-orang yang berlalu lalang memandangi kami dengan heran, dan hal itu membuat aku malu.
Kami sampai di luar stasiun dan dia mulai mengambil handphonenya lalu memberikannya padaku
"Cari kontak bernama robin" Ujarnya memerintah.
Aku masih menurutinya dan mencari Nomor bernama Robin untuk dihubungi.
Nada tunggu berbunyi dan aku melekatkan handphone itu di telinganya.
Kedua tangannya sedang sibuk mengatur keseimbangan di pahaku. Sehingga akulah yang bertugas menjadi pengganti tangannya.
Sepertinya nada sambung berbunyi dan ia mulai berbicara " Jemput aku di stasiun" Setelah itu dia memalingkan wajahnya untuk menyuruhku menutup telponnya.
"Hanya itu? " Tanyaku pelan.
"Iya, aku menyuruh temanku datang menjemput. Ia orang yang sama yang mengantarkan kita semalam"
"Kita?! Semalam?! " Aku bertanya bingung.
Mendengar nada kebingunganku dia terkejut dan menatapku aneh.
"Kau tak ingat? "
"Ingat a-??? Ahhh kau pria di sofa? " Tanyaku saat samar-samar mengingat kejadian tadi malam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bitch Perfect
FanfictionSanji is a bitch. Dia adalah seorang yatim piatu yang ditinggalkan oleh orang tuanya saat masih berumur 12 tahun. mempunyai seorang adik perempuan yang umurnya berbeda 10 tahun dengannya, membuatnya harus banting tulang untuk bertahan hidup. semu...