Hidup ini tidak adil.
Itu adalah apa yang Ahra pikirkan saat dia melipat apron yang baru saja dilepasnya. Tatapannya terpatri pada teman-temannya yang lain—bukan, bukan teman, lebih tepatnya, rekan kerja.
Menghela nafas kembali, Ahra akhirnya menerima nasib. Sebagai satu-satunya part-time di kafe ini, memang ini sudah konsekuensi yang harus dia terima. Posisinya yang diganti begitu saja karena keponakan pemilik kafe ingin bekerja disini? Yeah, adil sekali.
Bahkan di saat hari terakhirnya pun, tidak ada satupun karyawan lain yang sekedar mengajaknya bicara atau mengucapkan salam perpisahan. Tidak, tidak ada. Seperti Ahra tidak pernah bekerja disana, seperti mereka tidak mengenal satu sama lain.
Ahra menggeleng pelan saat melangkah keluar dari kafe bekas tempatnya bekerja itu. Menunduk sesaat dan akhirnya mulai melangkah menjauh dari tempat itu, menyatu dengan para pekerja lain yang baru saja pulang sore ini. Jalanan terasa begitu ramai dengan mobil yang berlalu lalang, tetapi pikiran Ahra sama sekali tidak bersamanya, melayang membayangkan dia harus mulai mencari pekerjaan part-time baru lagi setelah ini.
Tanpa terasa, kedua kaki Ahra melangkah menuju salah satu supermarket, bermaksud untuk mencari makanan ringan yang bisa mengganjal perutnya malam ini. Dia harus mulai berhemat dan mengurangi pengeluaran hariannya lagi. Jangan sampai bibi kerepotan lagi mengirim uang untuknya. Dia mengerti penghasilan bibi akhir-akhir ini sedang sulit karena Haejin, adik sepupunya, akan masuk universitas tahun ini.
Ahra harus tahu diri.
Gadis itu memperhatikan supermarket yang cukup lengang, hanya ada beberapa orang dengan troli yang sepertinya sedang berbelanja kebutuhan sehari-hari mereka.
Gadis itu segera melangkahkan kakinya menuju salah satu deretan rak berisi makanan ringan, menatap mereka selama beberapa saat dan mulai berpikir kembali. Dia harus membeli yang paling murah..
"Oh!"
Perhatian Ahra segera teralihkan, menoleh ke samping, dia melihat pemandangan seorang wanita yang sedang menggendong bayinya—di bawah kakinya, Ahra melihat botol susu yang menggelinding menjauh.
Oh, itu adalah nyonya Park Sooyoung, istri Tuan Oh yang baru saja pindah di sekitar sini. Dan juga Arthur, anak sematawayang mereka yang kelihatannya kini sedang sedikit rewel di gendongan Mamanya.
Refleks, Ahra segera menangkap benda itu di bawah kakinya, bangun kembali dan dengan segera mendekati wanita itu. Tersenyum, dengan sopan dia menyodorkan kembali botol susunya pada Sooyoung yang rupanya juga sudah melangkah mendekati dirinya.
"Oh, Ahra. Astaga. Terimakasih, maaf merepotkan."
Mereka beberapa kali bertemu disini, dan karena itulah, Ahra dan Sooyoung sudah sebenarnya sudah saling mengenal satu sama lain. Kalau Sooyoung bilang, secara teknis mereka ini masih bisa disebut tetangga meski jarak tempat tinggal yang cukup jauh.
Ahra segera tersenyum dan menggeleng, "Ah, tidak apa-apa nyonya Oh, bukan hal besar." Dia kemudian mengalihkan perhatiannya pada bayi di gendongan Sooyoung, Arthur, sepertinya dia sedang dalam keadaan hati yang buruk karena terus merengek sedari tadi.
"Ah, ini benar-benar merepotkan, tapi aku tidak memiliki pilihan lain." perempuan itu kembali berucap, mengalihkan perhatian Ahra sepenuhnya kembali.
"Kenapa, nyonya Oh?" Ahra bertanya, membuat Sooyoung menatapnya kembali dan tersenyum kecil.
"Kebetulan sekali bertemu denganmu disini, Ahra. Sebenarnya.. aku dan Sehun saat ini sedang mencari seseorang untuk bekerja part-time menjadi babysitter Arthur," Sooyoung kembali berucap, menunjukkan gesture pada bayi yang berada di gendongannya. Kedua mata besarnya kini menatap Ahra, mulutnya masih mengocehkan kalimat yang hanya dia sendiri mengerti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Babysitter • osh [ R/18+ ]✔
Fanfiction[ mature contents ]🔞 Menjadi seorang babysitter untuk keluarga Oh benar-benar membantu Ahra untuk biaya pendidikannya. Tapi benarkah Tuan dan Nyonya Oh baik hati tanpa pamrih sedikitpun kepada Ahra? stories tag : short story, chaptered written on 2...