🍼Two🍼

18.5K 2K 86
                                    

.
.
.
.

“Njun, hari ini jadwalmu kan?”

“Iya.”

“Lantainya disapu dengan bersih, terus jangan lupa dipel juga.”

“Oke.”

“Kertas kertas yg berserakkan ini tolong dibuang ya. Papan tulis juga tidak boleh terlewat. Kelas harus bersih, kau tahu kan besok kita belajar Bahasa jepang dengan siapa?” Pemuda bernama Renjun memberi anggukan paham.

Tidak ada yg lupa kapan jadwal mengajar si guru killer disekolahannya ini masuk. Pak tua itu suka dengan sesuatu yg bersih dan rapi, maka jangan salahkan dirinya jika satu kelas melewatkan jam pelajaran demi mendengar ocehan sang guru mengenai pentingnya menjaga kebersihan. Para siswa dan siswi bahkan sudah muak dan hapal diluar kepala apa yg akan disampaikan Si guru.

Gadis bernama Ningning menyodorkan tangkai sapu pada renjun, yg segera diterima pemuda itu.

“Kau tahu cara menyapukan?”

“Tidak.”

Ningning menarik nafas sabar, bersiap mengomeli teman sekelasnya tersebut. “Renjun, aku benar benar tidak paham lagi denganmu! Bagaimana bisa menyapu saja kau—”

“Aku tahu sialan! Kau pikir diriku sebodoh itu, huh?! Cepat pulang sana! Sejak tadi mulut lebarmu itu tak berhenti mengingatkanku ini dan itu membuat kepalaku pening!” Potong renjun kesal. Ningning yg mendengar celotehan renjun dibuat mendengus dan berakhir beranjak dari kelas setelah diusir dan dikatai makhluk setengah setan tersebut.

Kini tinggalah renjun seorang diri didalam kelas. Ditemani peralatan bersih bersih. Hari ini entah mengapa renjun harus piket sendiri tanpa dua temannya yg lain. Mereka menjatuhkan tanggung jawab penuh padanya dengan alasan renjun tak ikut piket minggu lalu bersama mereka. Renjun sempat protes namun boro boro didengarkan, teman temannya malah menganggap protesannya sebagai angin lalu dan tetap meninggalkan pemuda itu sendirian seperti sekarang.

Disela mengemas sampah, renjun terus terusan mengumpat kesal. Kursi berserakkan, lantai yg kotor sehabis mata pelajaran olahraga, kemudian papan tulis yg banyak sekali coretannya benar benar menguji titik kesabaran pemuda berdarah cina tersebut.

“Tahan renjun. Jangan buat dirimu mengeluarkan energi berlebih selain mengepel dan merapikan kelas...”

Setengah jam berlalu, renjun menghembuskan nafasnya penat. Pemuda bertubuh kecil itu meregangkan pinggang dan pundaknya yg terasa kebas. Diperhatikannya keadaan kelas yg sudah bersih berkilau.

“Hahh...akhirnya selesai juga.” Renjun pun bersiap untuk pulang. Menyandang ranselnya ke pundak, renjun berjalan keluar ruang kelas. Tak lupa mengunci pintu kayu tersebut dan meletakkannya di sela pot bunga sudut jendela.
.
.
.
.

Renjun celingak celinguk didepan gerbang sekolahnya. Kemudian menyebrang dan berbelok menuju jalan setapak tempat biasa bila renjun ingin cepat sampai dirumah.

Mengamati jalanan sekitar, renjun dibuat merinding saat tak menemukan siapapun disekitarnya. Jalanan ini memang terkenal jarang dilewati entah karena apa. Yg sebenarnya menjadi alasan renjun malas bila melewali jalan pintas untuk pulang.

Pikiran pemuda itu sudah berkeliaran kemana mana. Membayangkan bertemu sosok menyeramkan yg selalu ia lihat di film film horror lokal.

Menggeleng gelengkan kepalanya gusar, renjun mencoba mengenyahkan segala pemikiran konyolnya. Mana mungkin ada hantu di siang bolong begini. Eh, tidak benar benar siang juga sih. Oke, maksud renjun sore sore bolong.

“Lalalaa...aku seorang kapiten, mempunyai pedang panjang. Kalau berjalan hap hap hap...aku seorang kapitenn.” Tak ingin terus terusan dihantui suasana mencekam. Pemuda berdarah cina menggali akal dengan bernyanyi. Tentu arah mata tak lupa melirik kesekitar.

BABY || HYUCKRENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang