Semua yang berada di kelas X IPS 1 berhamburan keluar dari kelas, termasuk aku. Murid-murid dari kelas lain juga berhamburan keluar dari kelas masing-masing.
Aku, Lisa, Fita, dan Desi kita berempat berjalan beriringan menuju arah parkiran yang berada tak jauh dari pintu gerbang sekolah.
"Sya, lo nggak sekalian pulang bareng gue sama Lisa aja?" tawar Fita kebetulan rumah Fita searah dengan rumahku dan Lisa.
"Makasih, Ta. Tapi gue udah ada janji sama Bunda, nanti pulang sekolah mau mampir ke restoran favoritn Bunda," jelasku. Tadi pagi aku memang sudah berencana akan pergi bersama Bunda ke restoran favoritnya setelah pulang sekolah.
Sampainya diparkiran aku berpisah dengan mereka. "Sya, gue duluan ya sama Lisa," pamit Fita seraya melambaikan tangannya padaku. Begitu juga dengan Lisa yang berada di belakang gadis itu.
"Sya, Gue juga duluan ya. Bye, " pamit Desi gadis itu berjalan ke arah mobilnya.
Di antara kita berempat hanya rumah Desi yang berbeda arah, rumah gadis itu juga paling jauh dari sekolah.
Setelah melihat mobil mereka keluar dari area sekolah, aku bergegas pergi ke halte bus yang berada di depan sekolah untuk menunggu Bunda.
Biasanya aku pulang pergi sekolah bersama Lisa, tetapi hari ini gadis itu tak membawa motornya. Sedangkan aku sendiri tak bisa mengendarai motor. Kalau mobil aku bisa, tapi sedikit kesulitan saat memarkirkan jadinya aku malas jika harus membawa mobil ke sekolah.
Aku menoleh ke kanan ke kiri menunggu Bunda yang tak kunjung datang. Aku kembali menoleh ke belakang melihat parkiran sekolah yang hanya tersisa beberapa kendaraan saja.
Tiba-tiba aku merasakan ponsel yang berada di genggamanku berdering, cepat-cepat aku mengangkat teleponnya.
"Halo Bund, kenapa?"
"Maaf sayang Bunda nggak bisa jemput kamu sekarang. Soalnya ada meeting dadakan di kantor," ucap Bunda di seberang sana.
"Oh, gitu ya Bund. Kalo gitu Ersya naik ojol aja, gapapa kok."
"Iya, maaf banget ya. Nanti kalo udah sampai kabarin Bunda ya, bye sayang."
"Iya Bund, bye."
Akhir-akhir ini Bunda memang sangat sibuk mengurus perusahaan. Kadang aku jadi kasian dengan Bunda, semenjak ayah meninggal beberapa tahun yang lalu Bunda mati-matian mengurus perusahaan sekaligus menjadi ibu rumah tangga. Tentunya hal itu sangat melelahkan.
Setelah Bunda mematikan teleponnya aku memutuskan untuk langsung memesan ojek online. Aku berharap semoga driver ojek online-nya segera datang.
****
Awalnya sepanjang perjalanan semua baik-baik saja. Tapi entah kenapa? tiba-tiba motor driver ojek online yang ku tumpangi mendadak tersendat-sendat.
"Pak, ini motornya kenapa?" Detik itu juga motornya langsung terhenti di tengah jalan.
"waduh... Maaf mbak, kayaknya motor saya mogok."
Mendengar perkataan bapak driver aku mendadak panik. Bagaimana tidak? Jelas-jelas aku sangat tau daerah ini merupakan daerah yang lumayan sepi dan kemungkinan tak ada bengkel di sekitar sini.
"Terus gimana dong pak?" Aku turun dari atas motor.
"Tenang mbak saya telpon temen saya dulu buat minta bantuan. Tapi kayaknya nunggunya agak lama, mbanya gapapa kan?"
"Gapapa, pak. Tapi jangan lama-lama banget ya."
"Lama enggaknya saya nggak bisa pastiin, mba."
"Ya terus gimana dong, pak?" Aku semakin panik karna hari sudah semakin sore. Dan tak ada satu pun kendaraan umum yang lewat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah Singgah (Revisi)
Fiksi RemajaKisah ini mungkin akan relate buat kalian yang pernah jadi korban love bombing, atau yang pernah dekat tapi berujung lost contact dan jadi penonton story. --------------------- Ersya Dwi Agatha gadis SMA dengan segala drama percintaannya. Memasuki m...