Ungkapan -52-

46 4 0
                                    

Sudah sebulan lamanya, aku dan Lisa tak saling tegur sapa, kita benar-benar seperti dua orang yang tak saling mengenal satu sama lain. Bahkan gadis itu mengajak Desi pindah tempat duduk di kelas, agar tak berdekatan denganku dan Fita.

"Gue tunggu sini ya, Sya," ujar Fita mendudukkan diri di bangku depan ruang BK.

"Iya, Ta. Gue masuk dulu ya."

Fita mengangguk. "Semangat Ersya."

Aku mengetuk dua kali pintu ruang BK yang terbuka setengah. "Permisi."

"Eh, Ersya sini masuk," ucap Bu Fenny, beliau merupakan guru BK di sekolah ini.

Kak Vino yang datang lebih awal sudah terduduk di sofa panjang, di temani bu Fenny yang duduk di single sofa. Aku berjalan mendekatinnya, lalu ikut duduk di sampingnya.

Tak lama seorang gadis datang, dahinya tampak berkerut kebingungan, menatapku dan kak Vino bergantian. Aku pun tak kalah bingung, pasalnya kak Vino hanya menyuruhku untuk datang ke ruang BK tanpa menjelaskan alasannya.

"Ada apa ya, Bu. Kok saya dipanggil ke sini?" tanyanya.

"Duduk dulu," pinta Bu Fenny.

Dira duduk di single sofa yang berhadapan langsung dengan tempat duduk bu Fenny.

"Bisa kamu jelaskan maksud video ini." Tanpa basa-basi lagi, Bu Fenny memperlihatkan sebuah video di layar laptop.

Mataku membulat, layar laptop itu menampilkan sebuah video Dira tengah mengendap-endap di lorong dekat toilet, lalu Dira terlihat sedang mengunci pintu toilet dan juga sengaja mematikan lampunya.

Keadaan gelap gulita dan minimnya udara di dalam toilet, kembali teringat di benakku. Jujur, semenjak kejadian aku terkunci di toilet sekolah, aku menjadi orang yang takut dengan kegelapan.

Entah apa kesalahan yang pernah ku perbuat padanya, hingga dia tega melakukan hal itu padaku. Setahuku Dira bukan tipe orang yang bertindak sejauh itu, meski dia berteman dengan Hera dan Eva yang sering bertindak kelewat batas, tapi Dira tak pernah ikut-ikutan. Dira termasuk murid yang menjaga nama baiknya di sekolah.

"Kenapa kamu kunci Ersya di dalam toilet?" tanya bu Fenny tegas.

"Oh, i-itu anu, Bu. Sa-saya nggak tau kalo ada Ersya," jawab Dira terbata-bata.

"Kamu nggak tau? Jelas-jelas di video ini saat Ersya berjalan di lorong kamu mengikutinya. Bagaimana kamu bisa tidak tau jika di dalam ada Ersya? Dan untuk apa juga kamu mengunci toilet? Memangnya kamu penjaga sekolah?"

Tak ada jawaban dari Dira, bu Fenny menghela nafas. "Dira, kamu itu salah satu murid berprestasi di sekolah ini. Ibu hanya minta kejujuran dari kamu, jika kamu masih tidak mau mengakui, ibu akan meminta guru-guru lain memotong nilai kamu."

Dira menunduk, kedua tangannya terlihat meremas ujung rok miliknya. Dengan suara lirih Dira kembali berucap. "Iya, Bu. Saya sengaja lakuin itu karna saya nggak suka sama Ersya."

"Tapi kenapa harus melakukan itu? Kamu tau kan, hal itu bisa membahayakan Ersya. Bagaimana kalo tidak ada yang tau Ersya di dalam, dia akan kekunci di sana semalaman dan akan kehabisan oksigen."

"Memang itu tujuan saya, Bu," sambar Dira dengan enteng.

Mendengar jawabannya aku mulai terpancing emosi, aku tak pernah mengusik hidup gadis itu, tak pernah pula mengikut campuri urusannya. Tapi dengan entengnya gadis itu mengatakan tak menyukai diriku dan sengaja ingin mencelakaiku.

Aku memalingkan wajah dari Dira, enggan menatap mukanya. Namun tak sengaja aku melihat tangan kak Vino yang mengepal kuat, seakan menahan emosi.

Sepertinya cowok itu tak suka melihat Dira dipojokkan seperti ini, mangkanya dia terlihat menahan emosi. Karna yang ku tau, dari dulu kedua manusia ini cukup dekat, bahkan kedekatan mereka bisa dikatakan seperti sepasang kekasih.

Rumah Singgah (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang