layang-layang -17-

90 16 8
                                    

Aku memotret banyak bunga yang ada di taman, bunga-bunganya terlihat sangat cantik sekali.

Tiba-tiba ada tangan yang menutupi kedua mata aku dari belakang, dan dengan sigap aku refleks menyikut perut seseorang yang tengah menutup mata aku, dan aku juga mendorong badannya sampai terdengar bunyi terjatuh.

"aduuuhhh...” ringisnya.

Aku menoleh ke belakang dan menutup mulutku dengan satu tangan "sorry raf, abisnya lo ngagetin sih. Tapi lo gapapa kan?"

Aku melihat Rafael yang sudah terjungkal ke tanah, karna ulahku barusan.

“Sini gue bantuin berdiri” aku memegang lengan Rafael untuk membantunya berdiri.

“Ciee... Perhatian banget sama gue” Rafael tersenyum jahil dengan menaik turunkan alisnya.

Aku langsung melepaskan cekalan tangan aku pada lengan Rafael, takut dia malah kepedean.

“dih apaan sih raf”

Tanpa banyak bicara, aku berjalan meninggalkan Rafael yang sibuk membersihkan bekas tanah yang menempel di celananya, dengan senyuman yang sedari tadi timbul di bibirnya.

“tunggu dong sya, lo marah ya” Rafael mengejar aku dan berjalan di samping aku.

“sini-sini duduk dulu, jangan kebanyakan marah-marah ntar cepat tua” Rafael menggandeng tangan aku, mengajak aku ke arah salah satu bangku taman.

Sebelum aku duduk, Rafael membersihkan bangkunya terlebih dulu, dan setelah itu mempersilakan aku untuk duduk.

“udah dong sya. Jangan marah ya, gue ngga bisa lo cuekin gini” aku tetap diam tidak merespon omongan Rafael.

"Udah dong.. marahnya. Lo mau apa? Es krim mau ngga?" Sambungnya.

Aku tetap diam, dengan pandangan lurus kedepan dan muka seolah olah sedang murung.

“Aduh.. kok tiba-tiba sakit ya, aduh..duh.. sakit sya tolong sya sakit” Rafael tiba-tiba kesakitan dengan memegang perutnya.

Aku langsung mendadak panik, takutnya Rafael kesakitan gara-gara tadi aku refleks menyikut perutnya.

“Apanya yang sakit? Mau gue anterin ke rumah sakit ngga?” Tanyaku dengan panik.

“ahh.. sakit sya”

“iya apanya yang sakit raf?”

Aku semakin panik, Rafael memegang tangan aku dan menaruh tepat di dada bidangnya.

“hati gue sakit lo cuekin sya” ucapnya dengan nada lembut dan ekspresi wajah lemah yang dibuat-buat.

Tanpa basa basi aku mengibaskan tangan Rafael yang masih memegang tangan aku “lo bisa ngga sih? Ngga bikin gue kesel sehari aja” omelku.

“Ngga bisa, soalnya lo kalo lagi kesel gemes” ucapnya yang sukses membuat pipiku seketika blushing “ciee... Mukanya merah gitu gue bilang gemes” godanya yang membuat aku menahan senyum, sekaligus menahan kesal.

“Kalo mau senyum, senyum aja ngga usah ditahan tahan gitu sya” sambungnya.

“ihh.. apaan sih, siapa juga yang mau senyum”

Rumah Singgah (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang