Sebuah Pesan-34-

53 6 0
                                    

Aku membulatkan mataku lebar-lebar menatap layar laptopku. Kemudian mengerjapkan mata berkali-kali, untuk memastikan aku tidak salah membaca username akun instagram seseorang yang tengah mengirimku pesan.

Satu pertanyaan yang terlintas di benakku adalah untuk apa dia mengirimku pesan? Bukankah dia sendiri yang menyuruhku untuk benar-benar melupakannya dan menjauhinya.

Aku masih terus memandangi pesan itu tanpa berniat membalasnya. Satu pesan lagi muncul darinya yang membuatku mengerutkan kening.

Raff_18

Hai Sya, apa kabar?

Kenapa ga pernah aktif
sosmed? WA juga ga pernah
online?


Aku terkejut membaca pesan kedua darinya. Jika memang dia tidak peduli denganku, dia tidak akan tau aku aktif atau tidak di sosial media. Itu artinya selama ini dia memperhatikanku. Tapi apa mungkin seperti itu?

Aku menyandarkan punggungku sembari bersedekap tangan. "Kok dia sadar yah, kalo gue nggak pernah aktif sosmed. Nggak mungkin kan, cuma karna gue nggak pernah posting di sosmed. Soalnya meskipun gue aktif, gue emang jarang banget posting sesuatu," celetukku sendiri.

"Terus dia juga tau kalo gue nggak pernah online di WA. Apa dia sering buka room chat kita?" Sedetik kemudian aku tersadar sesuatu yang membuatku mengetuk-ngetuk jidatku sendiri. "Ah... kenapa gue jadi mikirin dia lagi sih."

Tanganku beralih menunjuk-nunjuk foto profil instagram Rafael yang terpampang di layar leptopku. "Elo Rafael Kinaan Devandra! Kenapa sih, lo harus datang lagi disaat gue udah mulai lupain lo? Kenapa Raf? Kemarin-kemarin lo lebih milih yang lain dari pada gue, dan nyuruh gue buat lupain lo--"

Aku menghela nafas terlebih dahulu sebelum melanjutkan ucapanku. "Dan sekarang disaat gue udah mulai lupain lo, lo malah tiba-tiba muncul nanya kabar gue. Mau lo apa sih...?" Tanganku bergerak memukuli bantal yang berada di sampingku.

"Kamu kenapa teriak-teriak gitu?" Bunda yang baru saja membuka pintu kamarku membuatku seketika berhenti mengomel sendiri.

Aku tersenyum kikuk seraya menggaruk tengkukku yang tidak gatal. "Gapapa Bun, Ersya lagi nonton drakor. Drakornya bikin kesel."

Bunda yang tengah berdiri di ambang pintu tampak menghela nafas. "Kirain kenapa. Yaudah tidur sana, awas besok kesiangan. Bunda mau tidur udah ngantuk."

"Iya Bun, good night."

"Good night too." Bunda kembali menutup pintu kamarku.

Aku kembali menatap layar laptopku yang masih berada di pangkuanku. "Ini semua gara-gara lo, Rafael. Gue jadi marah-marah tengah malam gini."

Aku menutup layar leptopku tanpa menghiraukan pesan dari Rafael, dan menaruhnya di atas nakas begitu saja. Setelah itu aku membaringkan tubuhku sembari menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhku.

Tapi entah kenapa? aku masih terus memikirkan pesan dari Rafael. Disaat seperti ini, sering kali hati dan pikiran tidak sejalan. Pikiran menyuruhku untuk tidak peduli, tapi hati menyuruhku untuk tidak mengabaikannya.

Aku membuka selimut yang menutupi wajahku. "Ini nih, hal yang paling gue hindari. Gue nggak bisa nolak kehadiran dia di hidup gue," Celetukku sembari menatap langit-langit kamar.

Aku terduduk kembali dan mengambil leptopku. Kemudian kembali membuka laman instagramku.

Raff_18

Hai Sya, apa kabar?

Kenapa nggak pernah aktif sosmed? WA juga nggak pernah online?

Rumah Singgah (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang